Kebebasan setiap orang untuk mendapatkan segala informasi dijamin dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28F. Pasal itu menjelaskan bahwa Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Namun, sangat disayangkan banyak masyarakat Indonesia yang mengaku nasionalis namun justru mengangkangi UUD 1945 sebagai dasar berbangsa dan bernegara. Hal ini terbukti dengan adanya kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kian meningkat. Sebelumnya, kasus kekerasan dan intimidasi dialami oleh salah satu rekan jurnalis dari Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Suaka Universitas Negeri Sunan Gunung Djati yang bernama Muhammad Iqbal (Iqbal).
Kasus serupa baru-baru ini dialami pula oleh rekan jurnalis Ahmad Kevin Alfirdaus Arief (Kevin) dan Achmad Fitron Fernanda Arifin (Fitron) anggota Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis (UKMP) Universitas Negeri Malang (UM). Bedanya, Iqbal mendapat intimidasi dan kekerasan dari pihak kepolisian saat mengamankan aksi massa, sedangkan Kevin dan Fitron mengalami tindak kekerasan yang diduga dari organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila (PP) dan gerombolan Haris Budi Kuncahyo (HBK).
Kejadian itu bermula pada hari Minggu (30/9/2018), Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menggelar aksi damai di alun-alun Kota Malang dalam rangka memperingati Roma Agreement. Aksi tersebut dilakukan untuk menyuarakan bahwa Roma Agreement itu ilegal. Akan tetapi, sebelum mereka sempat menyuarakan aspirasinya, aksi yang diikuti oleh kurang lebih 39 orang ini berupaya dibubarkan paksa oleh ormas PP dan gerombolan HBK. Aksi yang dibuka dengan pembacaan doa secara Islam tersebut beberapa saat setelahnya didatangi oleh sekitar 30 orang rombongan ormas PP-HBK yang kemudian melakukan tindakan represif berupa kekerasan fisik dan kekerasan verbal. Massa aksi yang mendapatkan tindakan represif tersebut mencoba bertahan dengan membuat barikade melingkar untuk melindungi anggota aksi yang dihujami dengan pemukulan, penendangan dan lain-lain. Alasan PP-HBK merepresi karena ingin menjaga NKRI.
Selama sekitar satu jam keadaan berlangsung tidak kondusif. Kekerasan verbal berupa umpatan dilontarkan diikuti dengan melakukan kekerasan oleh ormas PP dan gerombolan HBK. Akibat dari tindakan itu massa FRI-AMP banyak yang terluka. Juga tak terhindarkan jurnalis LPM Siar UKMP UM, Kevin dan Fitron turut menjadi pelampiasan amukan massa. Kevin berniat merekam aksi tersebut lebih dekat, namun tiba-tiba salah satu anggota ormas yang ingin membubarkan aksi menunjuk ke arah Kevin dan menghampiri. Massa aksi sempat menuduh Kevin bagian dari massa aksi dan spontan Kevin merespon dan berusaha menjelaskan bahwa ia adalah jurnalis. Belum sempat dialog selesai, tiba-tiba dengan serampangan kelompok ormas seketika mengeroyok Kevin.
Mereka bertanya dan meneriakinya dengan sebutan Papua sambil melayangkan tinju bertubi-tubi ke arah Kevin lalu diikuti yang lain. Kevin sempat jatuh ke jalan, lalu Fitron berusaha menghalangi kelompok ormas tersebut, namun sayangnya pemukulan juga terjadi terhadap Fitron. Akhirnya, pihak kepolisian melerai kejadian tersebut. Namun, polisi tidak mengamankan anggota ormas yang melakukan pemukulan, dan para polisi justru membawa Kevin masuk ke deretan massa aksi FRI-WP yang tengah membuat border melingkar. Akibat dari pengeroyokan ini, Kevin mengalami luka di berbagai titik. Telinga Kevin berdarah, rahang dan wajah lebam, serta beberapa bagian tubuh terasa sakit dan mengalami sakit dalam.
Atas kejadian tersebut, LPM Siar UKMP UM menyatakan sikap melalui press release (3/10/2018):
- Mengecam keras tindakan pengeroyokan terhadap jurnalis pers mahasiswa LPM Siar UKMP UM yang diduga dilakukan oleh gerombolan Haris Budi Kuncahyo dan Ormas Pemuda Pancasila;
- Menuntut gerombolan Haris Budi Kuncahyo dan Ormas Pemuda Pancasila untuk tidak lagi melakukan tindakan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis yang tengah melakukan tugas jurnalistik sesuai dengan Undang-Undang dan kode etik yang berlaku;
- Menuntut pihak kepolisian agar lebih tegas dan profesional dalam menjalankan tugasnya mengawal penyampaian aspirasi masyarakat di muka umum;
- Menuntut Dewan Pers untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap jurnalis pers mahasiswa;
- Menghimbau kepada masyarakat untuk mendukung pers dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik;
- Mengajak seluruh elemen masyarakat pro-demokrasi untuk bersolidaritas bersatu melawan pemberangusan ruang demokrasi dan persekusi terhadap masyarakat.
Narahubung:
- Ika Dwi Ardiyanti, Direktur LPM Siar UKMP UM (08813260051)
2 Annisa Mukti Ningrum, Koordinator Jaringan Kerja dan Advokasi (081234602282)