Olimpiade kerap disebut sebagai ajang olahraga paling bergengsi di dunia. Namun, tahukah kalian tentang Paralimpiade? Ajang ini menghadirkan kisah-kisah inspiratif para atlet yang membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah penghalang untuk meraih prestasi gemilang.
Paralimpiade atau Paralympic merupakan ajang olahraga serupa dengan Olimpiade yang dikhususkan bagi para atlet penyandang disabilitas. Paralimpiade telah dihelat sejak puluhan tahun lalu. Ajang ini pertama kali diadakan pada tahun 1948 di Stoke Mandeville, Inggris.
Cikal bakal Paralimpiade ini bermula dari inisiatif Sir Ludwig Guttman untuk membantu proses pemulihan para pilot veteran Perang Dunia II yang mengalami cedera tulang belakang. Guttman meyakini bahwa olahraga dapat menjadi sarana yang baik untuk pemulihan. Sejak saat itu, pertandingan di Stoke Mandeville menjadi kerap digelar. Semakin lama kompetisi tersebut menjadi semakin berkembang.
Pertandingan di Stoke Mandeville yang ke-9 pada 18 hingga 25 September 1960 di Roma dianggap sebagai pertandingan Paralimpiade pertama dengan total 400 atlet dari 23 negara yang bertanding di delapan cabang olahraga berbeda.
Meski diselenggarakan bersandingan dengan Olimpiade, Paralimpiade tidak hanya dihelat pada musim panas saja. Paralimpiade Musim Dingin pertama kali digelar pada 1976 di Swedia dengan total 53 atlet dari 17 negara. Hingga kini, Paralimpiade terus bergulir setiap empat tahun sekali.
Meski awalnya diperuntukkan bagi para veteran perang yang mengalami cedera, tetapi Paralimpiade kini berevolusi menjadi wadah bagi para atlet penyandang disabilitas. Kendati demikian, mereka harus tetap memenuhi klasifikasi jenis gangguan yang telah ditetapkan oleh Komite Paralimpiade Internasional atau International Paralympic Committee (IPC).
Terdapat 10 Gangguan Memenuhi Syarat yang dikelompokkan menjadi 3 bagian, di antaranya Gangguan Fisik, contohnya perbedaan panjang tungkai; Gangguan Penglihatan; dan Gangguan Intelektual. Klasifikasi ini juga digunakan untuk mengelompokkan mereka dalam kelas tertentu. Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan bertemu lawan dengan kondisi yang tidak setara.
Dilansir dari situs resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Paralimpiade merupakan wujud nyata untuk menantang batasan yang ditetapkan oleh masyarakat serta bertujuan untuk mengembangkan dan memaksimalkan potensi sebagai atlet. Paralimpiade menjadi langkah panjang dalam upaya inklusivitas di dunia olahraga.
Kini, Indonesia berada dalam proses mencapai inklusivitas dalam dunia olahraga secara maksimal. Fasilitas untuk para atlet penyandang disabilitas pun dapat dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari dibangunnya Paralympic Training Center (PTC) di Karanganyar, Jawa Tengah. Selain itu, Sekolah Khusus Olahraga Disabilitas (SKODI) serta sarana dan prasarana penunjang di daerah, seperti pemberian 10 kursi roda balap dan bola boccia oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Kartanegara pun semakin gencar dilakukan.
Indonesia telah mengikuti Paralimpiade lebih dari 40 tahun lalu. Selama waktu tersebut, Indonesia telah menorehkan berbagai prestasi. Sejak partisipasi pertama Indonesia di tahun 1976 hingga 2020, prestasi yang diraih terbilang gemilang. Terhitung 27 medali telah terkumpul dengan rincian 6 emas, 7 perak, dan 14 perunggu. Sementara itu, perolehan medali kontingen Indonesia di Paralimpiade Paris 2024 (6/9) sebanyak 13 medali, dengan 1 emas, 7 perak, dan 5 perunggu.
Sayangnya, prestasi ini berbanding terbalik dengan antusiasme masyarakat Indonesia. Paralimpiade acapkali mendapat hype yang jauh berbeda dengan Olimpiade. Media yang menayangkan pertandingan-pertandingan Paralimpiade pun dapat dihitung jari. Padahal, media memegang peranan penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang inklusivitas, salah satunya melalui Paralimpiade ini.
Jelang Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2024, prestasi-prestasi atlet di Paralimpiade Paris menjadi motivasi tersendiri bagi para atlet yang akan berlaga di Peparnas. Peparnas menjadi salah satu ajang regenerasi atlet untuk berlaga di Paralimpiade berikutnya.
Sepanjang perhelatan Paralimpiade, atlet yang bertanding selalu membawa kisah-kisah inspiratif. Mereka yang terus berupaya mencapai prestasi terbaik meski diadang keterbatasan. Hal ini menjadi motivasi untuk terus berupaya meraih impian dan tidak terpaku pada kekurangan. IPC memotret kisah-kisah inspiratif itu dalam film pendek berjudul All about Ability. Film tersebut fokus menyorot kemampuan para atlet, bukan aspek disabilitas mereka.
Tujuan Paralimpiade pun turut diserukan di akhir film dengan kalimat “Bersama-sama menyebarkan pesan rasa hormat dan kesempatan yang sama bagi semua individu”.
Melalui Paralimpiade kesadaran akan semangat juang diharapkan dapat semakin terbentuk. Paralimpiade juga menjadi bukti bahwa olahraga merupakan milik semua orang, tanpa memandang keterbatasan fisik.
Penulis: Sukma Purbaningrum
Editor: Afifah Fitri