Ada dua tipe manusia. Pertama, manusia yang dengan mudahnya menunjukkan emosi berupa amarah kepada orang lain, yang dalam pembahasan ini kita sebut sebagai tipe pemarah”. Kedua, yaitu manusia yang lebih suka memendam amarah, yang dalam hal ini kita sebut “tipe kedua”.

Memendam emosi adalah suatu kondisi di mana kita menghindari, tidak mengakui, atau tidak dapat mengekspresikan emosi dengan cara yang tepat, baik disadari maupun tidak disadari. Amarah adalah salah satu emosi yang sering dipendam. Dalam ilmu psikologi, tipe kedua disebut dengan gangguan psikosomatik yang intinya adalah perilaku yang tidak suka menunjukkan dan membuka perasaan terhadap orang lain. Ya, itu dianggap sebagai suatu kelainan karena bisa jadi, di balik itu semua, tipe kedua ini memendam banyak sekali emosi, dan apabila itu dipendam, tentu akan memicu stres.

Orang-orang berspekulasi mengenai alasan mengapa tipe kedua ini jarang sekali menunjukkan amarahnya. Bahkan, ada anggapan bahwa mereka adalah orang yang tidak normal dan “tidak memiliki emosi”. Mereka sering disebut-sebut bak malaikat, dan sebutan seperti itu, dalam beberapa kondisi malah menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Untuk mengetahui apa dan bagaimana alasan mereka lebih memilih untuk memendam amarah, berikut wawancara singkat dengan mereka yang kerap dinilai sebagai para pemendam amarah. Inilah kisah mereka!

Seringkah kamu mendapat komentar dari orang lain, Aku, kok, jarang melihat kamu marah, sih?”

Kelik (21)    : Hmm … iya, sering banget sampai bosan.

Khubaib (20)    : Dulu saat aku masih di pondok, sering dibilang gitu sama temen-temenku, soalnya aku kalau dijahili seringnya nggak marah, tak pendam gitu … Tapi sekalinya marah, orang-orang sekamar geger, hehe.

Ihsan (20)    : Nggak pernah. Mungkin karena mereka nggak penasaran kalau aku marah gimana, atau mereka senang dan nyaman kalau aku orangnya nggak pemarah.

Kenapa kamu jarang marah?

Kelix (21)    : Marah itu menyebarkan energi negatif yang akan berdampak pada diri sendiri dan lingkungan, jadi … istilahnya malas marah, soalnya, ya, buang energi saja.

Khubaib (20)    : Aku punya prinsip kalau aku sabar, itu bisa ngehapus dosa-dosaku. Itu menancap kuat di kepalaku. Tapi ada suatu kondisi di mana aku menyadari kalau marah itu juga boleh sesekali, untuk membela diri biar nggak di-dzolimi orang lain.

Ihsan (20)    : Buat apa marah-marah? tidak ada gunanya. Kalau aku sabar aja. Memang kadang suka emosi kalau emang sudah di luar batas. Kalau aku, sih, nggak melampiaskannya dengan marah, tapi lebih kubiarkan dan lupakan. 

Biasanya, orang yang jarang marah disebut “tidak punya emosi”. Pendapatmu?

Kelix (21)    : Aku emang sering dikatain kayak gitu, tapi aku masa bodoh dengan itu. Menurutku emosi nggak harus ditunjukkan, apalagi emosi negatif. Tampilkan emosi positif yang justru membahagiakan lingkungan 🙂

Khubaib (20)    : Tentu nggak setuju, ya, karena emosi itu, kan, nggak cuma marah doang. Bahagia dan sedih itu juga termasuk emosi, lho.

Ihsan (20)    : Bukan nggak punya, ya, tetapi membuat dia marah itu prosesnya lama. Mungkin harus diuji beberapa kali, baru marah.

Karena kamu jarang marah, biasanya melampiaskannya ke mana?

Kelix (21)    : Prinsipku, jika marah jangan lampiaskan pada seseorang, karena akan sangat menyesal di akhir jika tidak bisa mengontrol. Jadi lebih baik melakukan kegiatan lain yang bisa mengalihkan perasaan marah itu. Kalau hobi nge-game, lakukan aja. InsyaAllah pelahan-perlahan emosi akan reda dan ini juga bisa jadi peluang untuk lebih bijaksana sebelum bertindak.

Khubaib (20)    : Biasanya melampiaskan ke hobi, misalnya baca buku, main game, atau nonton film. Bisa juga dengan makan.

Ihsan (20)    : Kalau aku tidak dilampiaskan. Cukup biarkan dan lupakan, syukur bisa baikan.
Selalu khusnudzon juga.

Sejak kapan kamu jadi jarang marah?

Kelix (21)    : Sejak lama, sih. Aku begitu karena lingkunganku hidup selama ini. Lingkunganlah yang telah banyak memberikan hikmah untuk dilihat, kemudian dipikirkan, bahkan diresapi sebagai bahan introspeksi/bermuhasabah pada diri sendiri. Misal, nih, di lingkunganku ada dua orang saling beradu mulut, akibatnya mereka tidak rukun. Jadi melalui peristiwa itu, aku belajar bahwa menghindari adu mulut akan menjaga kerukunan.

Khubaib (20)    : Waktu kelas 1 SMA, sih … di sana aku sering mendapatkan stimulus eksternal yang lebih banyak ketimbang waktu-waktu sebelumnya.

Ihsan (20)    : Sejak SMA. Waktu SMP aku jarang marah juga, tapi gampang mutung. Jadi waktu itu aku nggak akan marah, tapi lebih ke mutung. Tapi sejak SMA aku belajar lebih dewasa.

Lingkungan itu sangat berpengaruh terhadap sikap seseorang. Boleh ceritakan sedikit bagaimana lingkungan di sekitar Mas Kelix?

Kelix (21)    : Lingkunganku, tuh … banyak interaksi antarorang, makanya jadi tahu kalau tiap orang punya sifat yang berbeda-beda. Amati sekaligus seleksi. Ikuti sifat orang yang positif, dan jangan ikuti yang negatif. Itu perlahan akan membentuk perilaku sehari-hari agar selalu baik, jadi lingkungan juga bisa menerima kita dengan baik.

Ada yang ingin Mas Ihsan sampaikan secara khusus?

Ihsan (20)    : Jadi begini, saya ini bukan pemendam amarah, pemendam emosi, atau apalah. Saya cuma bersifat khusnudzon. Apabila ada kejadian yang bagi orang normal itu wajar jika harus marah, saya lebih suka berprasangka baik.

Apa suka-duka dalam memendam amarah?

Kelix (21)    : Nggak enaknya … kalau belum terbiasa pasti akan stres. Stres membuat pikiran jadi buntu dan tidak mau melakukan apa pun. Enaknya, sifat ini mencegahku untuk menyakiti orang lain melalui tindakan yang bisa jadi nggak terkontrol, sehingga hubungan akan tetap terjaga satu sama lain.

Ihsan (20)    : Ya … enak saja. Nyaman aja, nggak pernah merasa “salah” dengan perilaku ini, soalnya jadi merasa tidak ada beban tambahan.

Jadi, bagaimana buka-bukaan dengan orang yang lebih memilih memendam amarah? Sudah lebih kenal, bukan, dengan tipe kedua ini? Terutama bagi kalian yang memang sudah sejak lama ingin mengetahui isi hati mereka-mereka yang kerap dicap “sulit membuka diri”.

Penyunting: Avif Nur Aida

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here