Pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir menjadi tantangan besar dalam keberlangsungan perkuliahan. Seluruh kegiatan perkuliahan terpaksa tidak dilakukan secara tatap muka atau luring guna mencegah penyebaran virus melalui kontak fisik yang kemungkinan besar terjadi. Sejauh ini, perkuliahan daring atau online masih menjadi alternatif yang dilakukan di banyak kampus, meski beberapa kampus telah melaksanakan perkuliahan tatap muka terbatas. Adapun Universitas Negeri Malang (UM) memutuskan untuk menggelar perkuliahan tatap muka terbatas mulai pekan ke-9 perkuliahan atau akhir Oktober 2021. Kendati demikian, tak semua mahasiswa UM dapat nengikuti perkuliahan tatap muka tersebut, sebab hanya ditujukan bagi angkatan 2020 dan 2021 (D3 dan S1), serta mahasiswa S2 dan S3.

Dalam perkuliahan, baik luring maupun daring, terdapat etika-etika yang harus diperhatikan oleh tiap-tiap mahasiswa, khususnya mahasiswa UM. Jika mengacu pada salah satu tujuan UM sebagaimana yang tertulis dalam visi, misi, dan tujuan UM yakni, “Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi akademik, profesi, dan/atau vokasi yang bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, mandiri, memiliki komitmen kebangsaan, dan mampu berkembang secara profesional”, maka etika menjadi hal yang amat penting dalam perkuliahan di UM.

Seperti yang disampaikan oleh Mishbahul Lail Kadam, mahasiswa jurusan Kimia angkatan 2017. “Sebagai mahasiswa UM dengan pembelajaran berbasis kehidupan, mahasiswa UM harus unggul di bidang akademik dan juga berkarakter,” kata Mishbah.

Saat kuliah tatap muka, mahasiswa yang bertemu dosen hendaknya mengucap salam sapa dengan sopan atau akan lebih baik jika bersalaman. Hal tersebut terkesan sepele, tetapi sesungguhnya sangat penting dan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari di kampus. Biasanya juga, ada etika yang harus dipahami mahasiswa saat berada di dalam kelas. “Kalau bisa kita harus masuk (ke kelas) 15 menit sebelum Bapak/Ibu Dosen masuk. Kalau hendak ijin keluar kelas, ijin-nya dengan angkat tangan dulu. Setelah dosen memberi ijin, baru, deh, kita ngomong apa keperluan kita,” imbuh Mishbah.

Akan tetapi, bentuk-bentuk etika di masa perkuliahan daring tentu berbeda, meski esensi dari etika tersebut tetap sama. Misalnya jika perkuliahan dilakukan secara sinkronus melalui Zoom Meetings, Google Meet, dan aplikasi sejenisnya, mahasiswa dapat menjaga etika dimulai dari hal kecil seperti menyalakan kamera selama kelas berlangsung, mematikan mikrofon saat tidak berkepentingan, selalu berpakaian rapi, dan responsif.

Pendapat senada disampaikan oleh mahasiswa Fakultas Sastra, Amanda Salsa. Menurutnya, kunci utama dari menjaga etika dalam perkuliahan daring ada pada fitur kamera dan mikrofon di aplikasi-aplikasi perkuliahan. “Jika on camera, jangan melakukan kegiatan yang terlihat mengganggu, seperti makan, joget TikTok, berbicara dengan orang lain, tidak memerhatikan dosen, dan sejenisnya,” tuturnya. Lebih lanjut, ia mengatakan jika keadaan tidak memungkinkan untuk selalu menghidupkan fitur kamera, setidaknya ketika dipanggil dosen, mahasiswa harus langsung menghidupkan kamera dan merespon panggilan tersebut. Jangan sampai ketika dosen memanggil, mahasiswa justru diam saja atau bahkan keluar dari aplikasi.

Selain itu, saat menghubungi dosen atau tenaga kependidikan, juga ada etika yang harus diperhatikan. Amanda sendiri pernah mengalami beberapa masalah ketika dirinya menghubungi dosen melalui WhatsApp. Salah satunya yakni dosen yang sering kali lambat dalam menanggapi pesan yang ia kirimkan. Hal seperti itu biasanya terjadi karena dosen tersebut sibuk. “(Saat itu) Memang saya sedang butuh, tetapi masih dalam konteks bisa menunggu sampai dibalas … tidak pernah dalam keadaan yang genting. Tetapi saran saya, sebutuh apa pun, lebih baik hubungi dosen saat pagi hari. Normalnya mulai jam 7 pagi, biasanya dosen bakal fast response. Saya beberapa kali menerapkan itu. Biasanya langsung dibalas, atau siang begitu sudah dibalas,” terang Amanda.

Memperkenalkan diri dan selalu mengucapkan kata ‘terima kasih’ juga merupakan hal yang sebaiknya tidak dilupakan ketika mengirimkan pesan kepada dosen. Selain itu, menggunakan nama dan foto profil asli juga penting. Beberapa dosen bisa tidak membalas pesan atau bahkan memberikan pengurangan nilai bagi mahasiswanya yang tidak mencantumkan identitas asli–nama dan foto.

Dengan menerapkan poin-poin di atas, mahasiswa dapat disebut beretika. Mengikuti perkuliahan dari luar kampus harusnya tidak lantas membuat mahasiswa mengabaikan etika-etika dalam kampus. Meski kebanyakan dari etika tersebut tidak tertulis secara formal, namun kita semua tahu seberapa pentingnya itu semua.

Abc

Penulis: Allis Yuning Tyas, Delta Nishfu Aditama

Penyunting: Ahmad Syaihuddin

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here