Malang, Kota Pelajar yang Penuh Lubang dan Pungutan Parkir

Malang, sebuah kota pelajar di Jawa Timur yang terkenal dengan apa pun serba murah. Banyak pelajar dari berbagai

Ilustrasi: Ahmad Farid (Siar)

Malang, sebuah kota pelajar di Jawa Timur yang terkenal dengan apa pun serba murah. Banyak pelajar dari berbagai penjuru Indonesia berbondong-bondong untuk menjadi mahasiswa perguruan-perguruan tinggi di Malang. Kafe-kafe didirikan sedemikian rupa bagus dan indah untuk menarik anak-anak muda tersebut. Kafe dengan akses 24 jam pun banyak diminati mahasiswa. Mobilitas jalanan Malang tentu semakin padat setiap harinya, terutama jam-jam sibuk pagi dan sore hari. Sayangnya, mobilitas itu tidak didukung oleh infrastruktur jalan dan pengelolaan parkir yang memadai.

Jalan Berlubang dan Keamanan Pengguna Jalan

Jalan berlubang menghantui para pengguna jalan, terutama mahasiswa. Bagaimana tidak? Jalan-jalan di arus utama lingkungan perguruan-perguruan tinggi banyak memiliki lubang-lubang yang tidak kunjung ditangani. Misalnya, jalan berlubang di Jalan Bendungan Sutami, Jalan Bendungan Sigura-gura, Jalan Raya Sumbersari, Jalan Galunggung, Jalan Bondowoso, bahkan Jalan Veteran yang notabenenya arus utama menuju fasilitas publik besar, Mall Matos dan Transmart, yang sudah terkenal sejak lama, juga tidak luput dari hantu jalan berlubang.

Tentu keluhan jalan berlubang ini tidak hanya lubang-lubang yang berada di tengah jalan. Lubang yang berada di pinggir jalan juga harus menjadi perhatian kita semua. Lubang di pinggir jalan ini biasanya bekas galian dan atau drainase. Sayang seribu sayang, niat baik membuat drainase jalan malah menghasilkan dampak buruk dan berbahaya bagi pengguna jalan. Penutup drainase ini sering kali jauh lebih rendah dibandingkan permukaan aspal. Alhasil, drainase-drainase ini membuat lubang-lubang sepanjang jalan yang mengganggu para pengguna jalan. Lubang-lubang di pinggir jalan ini kerap ditemukan di sepanjang Jalan Gajayana. Di Jalan Bendungan Sutami pun terdapat lubang yang terbuka lebar di persimpangan Jalan Terusan Surabaya. Pengguna jalan terutama pengendara motor harus berhati-hati jika tidak ingin masuk ke dalam got.

Keadaan jalan seperti ini mungkin terkesan tidak signifikan jika berkendara di siang hari saat matahari bersinar terang dan membuat mata lebih awas. Mengapa dapat dikatakan tidak signifikan? Buktinya, pihak otoritas setempat tidak bergerak untuk segera membenahinya. Keadaan jalan seperti ini akan sangat berbahaya pada malam hari. Pada malam hari, cahaya hanya didapat dari lampu jalan dan motor membuat penerangan jalan tidak jelas. Jika tidak benar-benar berhati-hati dan jeli, pengguna motor dapat terjungkal sebab tidak sengaja melewati lubang besar. Jalan-jalan di Kota Malang, terutama arus utama lingkup perguruan-perguruan tinggi seperti UM, UB, UMM, dan UIN haruslah ramah kepada pengendara motor. 

Hujan lebat yang akhir-akhir hampir setiap hari ini mengguyur Kota Malang memperparah risiko para pengguna jalan. Air yang menggenang dan menutupi lubang-lubang di jalan membuat para pengguna jalan, terutama pengendara motor, tidak dapat memperkirakan seberapa dalam lubang tersebut. Alih-alih memperkirakan, mereka malah tidak mengetahui jika ada lubang di depan mereka.

Pungutan Parkir di Mana-Mana

Pungutan parkir mungkin terdengar biasa saja, tetapi hal tersebut tidak menjadi sebuah fenomena biasa saja jika semua tempat mengharuskan kita untuk membayar parkir. Sering kali terjadi, barang tidak didapatkan, tetapi tetap harus membayar parkir. Di pinggir jalan, di jejeran ruko, di depan ATM, di mana-mana terdapat tukang parkir. Tentu kita masih membutuhkan tukang parkir. Rasanya, ada keharusan dari nurani kita untuk memberi mereka upah yang memang sudah berjasa membantu kita. Akan tetapi, nyatanya banyak tukang parkir yang hanya duduk manis melihat kita berusaha untuk memarkir atau mengeluarkan motor sendiri. Mereka hanya datang saat kita sudah beranjak pergi. 

Pungutan parkir mungkin saja sebuah kesepakatan antara pemilik toko atau cafe dan tukang parkir. Tetapi dalam realitasnya pungutan parkir tidak sedikit terdapat di tempat-tempat yang seharusnya bebas parkir, seperti ATM dan gerai Indomaret atau Alfamart. Padahal kedua perusahaan tersebut sudah mencanangkan program parkir gratis sebagai bentuk layanan mereka. Lucunya lagi, mereka mematok tarif minimal untuk itu. Mereka tidak mau jika dibayar di bawah nominal tersebut. Pernah suatu siang di salah satu gerai minimarket tersebut, tepatnya di Jalan Bendungan Sigura-gura, ketika saya keluar tiba-tiba ada seorang tukang parkir menghampiri dan saya pun memberinya uang Rp1.000, tetapi tukang parkir tersebut menolak dan berkata bahwa parkir di sini berbayar Rp2.000 untuk sepeda motor. Hal ini pun saya alami di tempat lain yang saya tidak bisa sebut secara detail. 

Pemerintah memang menetapkan tarif parkir sepeda motor menjadi Rp2.000, tetapi apakah ketetapan itu juga berlaku untuk pungutan liar di tempat yang seharusnya bebas parkir? Dapat dipahami jika pegawai toko-toko tersebut pun tidak berani mengusir para tukang parkir ini, pun mahasiswa juga tidak berani untuk menolak membayar parkir. Daripada membuat keributan hanya karena masalah parkir, lebih baik pasrah saja dan mengikuti kemauan para tukang parkir ini. Ya, meskipun di hati menggerutu dan sambat di media sosial.

Peran Lembaga Pemerintah

Pemangku kebijakan tentu memiliki peran vital dalam penanganan kedua permasalahan ini. Dalam hal ini, Pemerintah Kota (Pemkot) wajib memberikan perlindungan keamanan dan keselamatan bagi para pengguna jalan. Jika pemerintah tidak dapat segera membenahi jalan-jalan berlubang, setidaknya pemerintah harus memberi rambu atau tanda yang mengindikasikan bahwa jalan tersebut rusak. Tetapi, banyak jalan berlubang dibiarkan tanpa diberi rambu atau tanda. Pemerintah sebagai penyelenggara jalan bisa saja dituntut atas pelanggaran terhadap Pasal 273 Ayat 1 Undang-Undang LLAJ yang berbunyi, “Setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat 91) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.

Sudah saatnya pemerintah segera turun tangan dan menjalankan kewajibannya untuk menangani masalah krusial seperti ini. Keamanan dan keselamatan para pengguna jalan haruslah menjadi prioritas utama. Tidak hanya jalan dengan bangunan publik besar yang butuh pembenahan, misalnya Jalan Veteran. Jalan-jalan lainnya harus disadari juga penting untuk dibenahi, terutama jalan-jalan yang menjadi arus mobilitas mahasiswa berlalu-lalang. 

Tidak hanya jalan berlubang, permasalahan pungutan parkir juga seharusnya menjadi perhatian instansi yang bertanggung jawab. Peran pemerintah dibutuhkan untuk menertibkan permasalahan pungutan parkir. Pada tahun 2022, Dishub Kota Malang sebenarnya sudah memberikan pembinaan juru parkir dan memberi mereka sebuah Kartu Tanda Anggota (KTA) untuk menghindari pungutan liar. Ironinya, tukang parkir tanpa KTA masih banyak dijumpai di tempat-tempat tertentu dan tukang parkir dengan KTA pun terkadang memungut parkir di tempat-tempat yang seharusnya bebas parkir. Masyarakat terutama mahasiswa tidak berani untuk menolak membayar. Di sini, keterlibatan pemerintah dalam penertiban secara tegas juga dapat menjadi mediasi antara masyarakat dan pihak toko yang sebenarnya bebas parkir agar menjadi benar-benar bebas parkir.

Penulis: Nafiis Ridaaf Filasthin

Ilustrator: Ahmad Farid Hafiz

Editor: Delta Nishfu Aditama

2 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA