Kalau ditantang menyebutkan lagu anak-anak, kemungkinan besar Balonku akan jadi judul yang sering muncul. Lagu itu seakan sudah menjadi lagu wajib bagi kalangan anak-anak untuk dinyanyikan, meski kini Cocomelon lebih akrab di telinga mereka.
Relevansinya dengan kebutuhan perkembangan anak-anak membuat Balonku tak lekang oleh waktu, selain itu juga karena kita agaknya tidak lagi punya lagu anak-anak terkini. Lagu itu memuat pembelajaran berhitung sederhana dan pengenalan warna. Selain itu juga dapat melatih anak-anak untuk melafalkan huruf yang menempati posisi paling belakang agar dapat diucapkan dengan benar. Sebut saja ‘l’ pada lirik balonku ada lima dan ‘r’ pada rupa-rupa warnanya.
Namun, lain daripada urusannya dengan anak, lagu ini mempunyai makna yang dalam. Kalau kata penutur bahasa Jawa: jueruu. Palung Mariana pun bakal merasa tersaingi.
Apabila diresapi dan dimaknai, dalam liriknya yang pendek Balonku Ada Lima punya makna soal naik-turun hidup. Tidak ada semiotika atau hermeneutika serius yang akan digunakan di sini. Saya hanya ingin mengungkapkannya berdasarkan pemaknaan pribadi, yang barangkali tidak seberapa dalam dan hanya sejengkal.
Balonku ada lima, rupa-rupa warnanya
Ketika kecil -setidaknya bagi saya- balon sudah seperti uang 1 Milyar di umur sekarang, atau mungkin keadilan di rezim sekarang *eh. Begitu berharga dan menyenangkan hati. Satu saja sudah bisa membuat suasana hati gilang gemilang lagi terang benderang. Apalagi kalau lima. Memilikinya membuat diri merasa sedang berada di puncak. Maka dari itu balon merupakan representasi dari macam-macam kebahagiaan. Atau paling tidak, hal-hal milik kita yang bisa disyukuri.
Meletus balon hijau Dor! Hatiku sangat kacau
Balon hijau meletus, maka balon hijau tidak ada. Balon hanya akan kaffah menjadi balon ketika ia menggelembung. Kalau sudah meletus, si balon tidak lagi ada. Menyambung pemaknaan dari lirik sebelumnya, penggalan ini berarti hilangnya kebahagiaan, salah satu yang berharga itu lenyap. Dan mayoritas kehilangan membuat orang terkejut, seperti bunyi Dor!
Dor! Dor! Dor! Di masa kecil, bunyi ‘Dor!’ hanya terkenal sebagai bunyi balon meletus, tepat seperti yang disebutkan lirik lagu Balonku Ada Lima. Namun ketika tumbuh, bunyi itu bukan lagi sekadar onomatope ledakan balon. Bisa jadi bunyi lesatan peluru, atau boleh jadi ledakan bom. Kini, setiap Dor! terasa selalu mengingatkan kita pada kehilangan, atau ketidakadilan.
Kita ingat bahwa setiap ledakan di berbagai belahan dunia selalu menimbulkan kekacauan. Tidak cuma hati, tetapi aspek-aspek lain yang juga vital. Lalu akibatnya adalah situasi jadi amburadul. Setidaknya berdasarkan fenomena yang pernah saya tahu, ketidakstabilan dapat menenggelamkan masyarakat ke dalam genangan masalah. Dan dengan apa pun yang masih tersisa, orang-orang mempertahankan apa yang mereka punya. Seperti nasib ‘aku’ lirik dengan empat balonnya.
Jadi, dalam hal ini ucapan Deidara dalam anime Naruto bahwa Seni adalah Ledakan tidak berlaku. Seni mbahmu!
Balonku tinggal empat, kupegang erat-erat
Balon hijau yang meletus itu menyumbangkan pengalaman kehilangan bagi pemiliknya. Ia kacau. Tapi ia masih punya empat balon yang ada dan sama berharganya. Mungkin itulah alasan mengapa lirik kupegang erat-erat jadi penutup, sebab lirik itu merespons momen pasca kehilangan dengan akurat.
Dalam Gadis Kretek, ketika peristiwa ’65 meledak, Dasiyah harus kehilangan begitu banyak hal. Namun, dalam duka mendalam ia mampu melihat serpihan-serpihan tembakau untuk dihidu, dipegang, dan dibangun ulang demi kembali hidup. Dalam hidup Dasiyah, tembakau adalah balon. Dan barangkali, orang-orang berharga yang konkret, atau harapan yang abstrak, adalah balon dalam hidup kita.
Baca juga: Ruang Aman bagi Perempuan dari Kacamata Akademisi dan Musisi
Nada Hahaha Lirik Huhuhu
Dulu di sekolah dasar, saya pernah diajari soal nada oleh guru Seni Budaya dan Keterampilan. Katanya, nada mayor melambangkan suasana lagu yang senang, gembira, dan semangat. Sementara itu, nada minor mewakili cuaca hati yang suram dan sedih. Itu memang tidak benar-benar diterapkan di dunia musik, tapi pengetahuan itu membantu saya bisa memaknai lagu Balonku.
Lagu Balonku yang disusun atas tangga nada mayor, terdengar ceria, sering dinyanyikan dengan senyum dan tawa itu ternyata tidak sekadar mendendangkan peristiwa menghitung, mengenal warna, dan meletusnya balon. Ada keluasan dalam liriknya yang pendek. Balonku berbeda dengan fenomena dalam dunia musik Indonesia yang sedang sering dibicarakan, yaitu soal lagu dengan lirik menye-menye alias lemah. Masyarakat agaknya mulai setuju dengan Harmoko, menteri Penerangan di era Orde Baru, bahwa lagu-lagu berlirik cengeng sebaiknya di stop saja. Kemudian biarkan lagu yang ceria, seperti Balonku dan Menikmati Hariku milik Sherina merajai tangga lagu Indonesia. Haha.
Bagi saya lagu soal balon ini sakral, karena ia mengajarkan apa itu dinamika timbul dan tenggelam. Balonku akan abadi dalam ingatan, karena tidak seperti manusia yang datang dan hilang, ia menemani dalam segala timbul dan tenggelam.
Penulis: Afifah Fitri
Editor: Tian Martiani