Tempo hari, tepatnya pada 30 Maret 2021, kita merayakan hari Film Nasional. Di tengah pandemi, industri film tanah air masih punya permasalahan klasik: Pembajakan film. Hal tersebut kian menjamur akibat ditutupnya bioskop-bioskop dan ditayangkannya banyak film melalui situs resmi berbayar. Alih-alih mengeluarkan uang untuk menonton film secara legal, sebagian orang—yang jumlahnya tidak sedikit—memilih untuk menonton secara ilegal. Telegram adalah salah satu media yang dapat menyukseskan usaha “hemat dan praktis” tersebut.
Mirip dengan WhatsApp, Telegram pada dasarnya adalah aplikasi yang menyediakan fitur berkirim pesan teks, suara, dan video. Namun, aplikasi ini juga menyediakan fitur pencarian. Para pengguna bisa dengan mudah mencari film beresolusi tinggi maupun rendah melalui berbagai saluran (channel) dan grup yang ada. Saluran tersebut dapat di-subscribe oleh banyak orang. Hal itu membuat Telegram berbeda dengan WhatsApp yang membatasi ukuran berkas yang diunggah dan jumlah pengguna yang dapat bergabung ke suatu grup. Oleh karena itu, Telegram menjadi lahan yang pas untuk berbagi film secara ilegal. Pada awal 2021, Indonesia bahkan menjadi negara dengan jumlah unduhan Telegram terbanyak nomor dua di dunia, setelah India.
Di Telegram, ada banyak saluran atau grup yang membagikan film, drama serial, lagu, bahkan e-book secara gratis. Saluran film dan drama serial menjadi yang paling disenangi, terbukti lewat ratusan ribu pelanggan (subscribers) yang mereka miliki. Menanggapi hal ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui pihak Telegram, telah sering menutup saluran yang membagikan konten secara ilegal. Selain untuk menegakkan Undang-Undang Hak Cipta dan Kekayaan Intelektual (Haki), penutupan tersebut juga dilakukan untuk mendukung industri kreatif. Meski telah banyak saluran yang ditutup, saluran-saluran lainnya tetap aktif dan bahkan menelurkan saluran-saluran baru.
Selain jumlah pelanggan, kesuksesan sebuah saluran juga dilihat dari kecepatan mereka dalam membagikan suatu film atau drama. Di balik kecepatan tersebut, ada para admin yang mengalokasikan sebagian dari waktu mereka untuk mengelola saluran. Awak Siar berkesempatan mewawancarai empat admin saluran kawakan di Telegram. Mereka adalah Ayu, KL, Kim, dan Cici (bukan nama sebenarnya). Keempatnya mengelola saluran film dan drama serial dengan jumlah pelanggan yang menyentuh angka 500+ ribu, 100+ ribu, 50+ ribu, dan 30+ ribu orang. Simak obrolan dengan mereka!
Q: Kapan channel dibuat, dan sejak kapan menjadi admin?
Ayu : Aku bergabung Maret, 2018. Jadi admin April, 2018
KL : Maret, 2018 (channel dibuat). Sejak dibuatnya channel (jadi admin)
Kim : Channel dibuat 2019. Aku ngadmin 2019 juga, tapi bukan sejak channel berdiri
Cici : Maret 2020 (channel dibuat). Sejak awal (jadi admin)
Q: Dari mana mendapatkan file film?
Ayu : Kan banyak web yang nyediain film dan drama … kami ambil dari sana. Minta izin aja buat ambil file-nya lalu dibagikan di channel kami
KL : Download dari web-web. Minta izin ke pemilik/admin web itu
Kim : Dari web-web di Google. Kadang izin dulu, kadang nggak. Biasanya para pemilik web itu nggak peduli, soalnya web mereka udah dikunjungi banyak orang
Cici : Dari website. Admin web itu ada yang saya kenal, ada yang nggak. Ngambil file dari sana tanpa izin, Say. Web ada ratusan. Sbb, orang web sekarang main Telegram juga
Q : Apakah ada keuntungan yang didapat?
Ayu : Subscribers kami join channel itu nggak bayar, gratis. Makanya subscribers-nya jadi banyak seperti sekarang. Kami dapat uang dari paid promote aja, itu pun kalau ada yang mau. Kami nggak paksa orang-orang untuk pasang iklan di sini. Biayanya 15-50 ribu untuk paid promote di Instagram, dan 15-35 ribu untuk di Telegram. Uangnya buat beli kuota para admin. Kadang, kami juga bikin giveaway pulsa untuk para subscribers.
KL : Materi (uang) nggak ada, tapi jadi senang karena hobi
Kim : Ada, dari paid promote. Biasanya uangnya pakai beli kuota aja, sih. Itu pun nggak seberapa, lebih sering keluar dari dompet sendiri. Biasanya 10-40 ribu buat paid promote di channel kami. Waktu tayangnya ada yang 1×24 jam, 2×24 jam, tergantung harga. Untuk sekarang, sih, lagi kami tutup (paid promote)
Cici : Ada, paid promote. Itu teman saya yang pegang, kalau nggak salah 30-35 ribu per 1×24 jam. Tapi saya nggak mendapat hasilnya dengan dalih macam-macam. Dari situ saya malas update channel yang dia (teman saya) kelola. Saya jadi update channel atas nama saya sendiri. Di luar channel ini, saya punya banyak channel. Jadi sama sekali nggak ada yang bayar (jadi admin) … kuota dari dompet sendiri
Q : Adakah kerugian selama menjadi admin?*
Ayu : Kayaknya nggak ada kerugian, ya … kan, kita buka channel-nya gratis. Paling kesal aja sama subscriber yang manja dan susah dibilangin
KL : Kalau dibilang rugi sepertinya nggak, karena hobi, jadi suka-suka aja … Cuma kesal kalau ada yang nanyain next episode, karena kami, kan, upload sesempatnya aja
Kim : Menyita waktu. Kadang waktunya liburan, tapi harus update film. Ralat, emang nggak ada keharusan, sih, tapi para subscriber itu suka nggak tahu diri. Udah gratisan, minta cepat pula. Film baru tayang di bioskop seminggu lalu, udah ditagih ke kami. Belum ada, lah. Belum lagi kalau film/drama luar, mesti nunggu subtitle-nya dulu. Filmnya udah ada sekarang, tapi subtitle-nya bisa jadi baru sebulan lagi. Kan, kami nggak bisa ngatur itu. Kadang juga ada yang sembarangan nyomot file dari channel kami. Sini udah capek-capek download, nyatuin sama subtitle, dia tinggal nyomot doang buat menghidupkan channel-nya sendiri
Cici : Awal merintis (channel) nggak dapat apa-apa, malah di-bully sama channel-channel lain, diadu domba antar-channel. Syukur channel yang mengadu domba itu sekarang subscriber-nya kalah dari channel saya. Channel dia dibuat tahun 2019
*Usai pertanyaan ini, KL menolak untuk melanjutkan wawancara dan memblokir awak Siar.
Q: Pernah mendapat tekanan atau teguran dari Telegram atau pihak luar?
Ayu : Pernah dapat inbox dari Telegram untuk hapus file tertentu karena melanggar hak cipta, dan kami hapus file-nya
Kim : Dulu pernah channel kami ditutup Telegram, jadi buat channel baru
Cici : Pernah, masalah pelanggaran hak cipta
Q: Pendapat admin soal channel yang ditutup oleh Telegram?
Ayu : Channel yang ditutup itu karena mereka share file yang rawan hak cipta, atau channel yang share konten dewasa
Kim : Biasanya film-film Indo, tuh, yang rawan (membuat channel ditutup). Lebih ketat, beda sama film luar. Makanya kami pilih-pilih banget kalau share film Indo
Cici : Biasa saja … (punya saya) sudah ditutup satu channel
Q: Upaya admin agar channel tidak ditutup?
Ayu : Kami udah nggak share film Disney, Marvel, Netflix, WB, dan sejenisnya. Kami minimalkan share file dari pihak produksi yang besar kayak gitu, biar channel nggak ditutup
Kim : Ya, itu tadi … mengurangi share film-film yang rawan
Cici : Santai saja
Q: Seandainya channel admin ditutup atau Telegram diblokir oleh Pemerintah?
Ayu : Kalau diblokir Pemerintah … kami pensiun dari Telegram. Dulu pernah, kan, Telegram diblokir, tapi sekarang bisa diakses lagi. Mudah-mudahan nggak diblokir lagi
Kim : Kalau channel aku ditutup lagi, ya, nasib. Kalau Telegram beneran diblokir permanen juga mau gimana lagi. Nggak ada rencana, sih. Toh ini bukan pekerjaan bagiku. Paling mesti balikin duit orang-orang yang paid promote, tapi iklannya belum sempat di-up
Cici : Kalau Telegram diblokir Pemerintah, ya, sudah
Q: Admin tahu kalau kegiatan ini ilegal?
Ayu : Iya, memang. Makanya saat kami dapat inbox dari Telegram, kami hapus file-nya. Kami juga sudah nggak share film dari perusahaan populer. Tapi apakah yang di web-web itu nggak ilegal? Yang jual DVD bajakan nggak ilegal? Lagian channel di Telegram ada banyak, nggak hanya kami aja. Kami nggak paksa orang untuk join channel. Coba wawancara admin channel lain
Kim : Ya, aku tahu ini ilegal. Kemarin ada artis yang kesal karena orang Indo suka nonton bajakan. Gini, ya, yang murah yang menang. Kita mah realistis aja, ya. Lagian bukan di Telegram doang. Web-web film yang ilegal lebih banyak lagi dan lebih populer. Bukan kami doang yang melakukan pembajakan. Pas lagi pandemi aja, nih, makin banyak orang pakai Telegram buat nyari stok tontonan. Jadi Telegram, deh, yang disorot sekarang. Kamu (awak Siar) bikin wawancara gini juga karena Telegram lagi booming, kan? Kalau masalah channel ditutup lah, Telegram diblokir Pemerintah lah, silakan. Tapi selama masih bisa, ya kami lakukan dulu.
Cici : Sebelum ke Telegram, yang disasar website saja dulu. Kalau nggak ada website, orang Telegram dapat dari mana? Kalau Telegram mau diblokir, ya, silakan … apa hak saya? Tapi coba korek web-web yang ada dulu. Kalau (kegiatan ini) adalah kerjaan dan digaji, nggak apa-apa dibilang ilegal, diusut, ditiadakan saja. Tanpa Telegram, saya nggak bingung juga. Saya makan bukan dari Telegram. Bilang sama Pemerintah, tutup saja Telegram. Nggak sana-sini (bilang) ʻTelegram ilegal’. Web-web yang ada, tuh, dibombardir juga, jangan ada sisa. Semoga saja ada orang penting yang baca ini, ya. Biar cepat diblokir. Channel-channel kawakan yang berdiri tahun 2018, yang subscriber-nya sudah ratusan ribu, mungkin beda pikiran dengan saya. (Menyodorkan sejumlah nama channel kawakan) Coba tanya mereka, pikirannya sama nggak? Kebanyakan channel besar malah punya website sendiri, dikelola sendiri. Coba korek saja.
Penulis: Avif Nur Aida
Penyunting: Agilia An’amta