#NKCPHI #CatatanSiKribo
Rabu, 17 April 2019
Hai, namaku Kribo, bukan nama sebenarnya. Namun yah karena kondisi rambutku yang aduhai ini dan menjadi ikonik membuatku terkenal dipanggil begitu.
Hari ini adalah hari yang sangat berarti bagiku, aku rasa juga bagi beberapa kawanku. Bukan karena Nicholas Saputra baru saja unggah swafoto tuk pertama kalinya ya.
Melainkan, ini adalah kali pertama dalam sejarah hidup kami anak millenial untuk menerima tinta ungu di kelingking kami.
Di Pemilu serentak 2019 ini sejujurnya sangat baru dan agak membingungkan bagi newbie yang masih noob sepertiku. Aku harus mencoblos 5 kartu suara berbeda. Ya ampun, hafalin kartu warna-warni di monopoli saja susah ya ini suruh hafalain lagi buat dipilih. Lagian ngapain ngafalin kartu monopoli, kurang kerjaan banget.
Ah yang paling berkesan bagiku sih, berkat Siar aku jadi bisa ikutan #PulkamPemilu.
Bersama Siar, aku berkesempatan untuk menengok dan memantau Tempat Pemungutan Suara (TPS) di berbagai daerah. Mulai dari Malang hingga Lombok sana bahkan. Keren juga ya bisa jalan-jalan. Kapan lagi kalau bukan di momen Pemilu?
Jadi, di sini aku pengen berbagi cerita-cerita dari beberapa kawanku yang ikutan Pemilu hari ini. Tadi banyak yang berbagi kisah juga keluh kesah. Daripada penasaran kayak apa, langsung saja lah ya!
Suara hati dari DPTb (Daftar Pemilih Tambahan)
Untuk memudahkan para pemilih yang sedang merantau, ya seperti kita para mahasiswa. Maka, dengan mengurus surat pindah daerah pilih di kelurahan dengan menyertakan fotokopi Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) paling lambat 7 hari sebelum hari H Pemilu, kita sudah bisa nyoblos di tanah rantau.
Namun, muncul isu bahwa para pengguna form A5 tersebut dapat nyoblos pada pukul 12.00 – 13.00 diberi waktu sejam saja. Di beberapa TPS pun banyak petugas yang nampaknya juga gagal paham tentang regulasi dan peraturan yang dicanangkan KPU pusat, sehingga ya di beberapa tempat justru terjadi saling tanya dan tunggu. Miskomunikasi.
Padahal KPU melalui akun sosial media sudah memberitahukan bahwa DPTb dapat menyoblos sejak pukul tujuh, sama dengan para DPT berform C6. Hanya saja DPTb A5 hanya berkesempatan untuk menyoblos presiden dan wakilnya.
Apa kata mereka?
“Ada yang disuruh nunggu sampai jam 12.00 dulu, ada juga yang langsung bareng dengan penduduk DPT. Untungnya saya bareng penduduk jadi gak nunggu lama, padahal kan kami DPTb ini sudah ditempatkan di TPS tertentu, kita punya form A5. Beda lagi dengan yang belum urus, wajar kalau disuruh tunggu sampai jam 12.”
(Gigih Mukti Leksono, Mahasiswa UGM asal Jember, mencoblos di salah satu TPS di Sleman)
“Tadi sempat ada kurang koordinasi antara Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dengan Panitia Pemungutan Suara (PPS). Petugas menginfokan bahwa pemegang form A5 hanya bisa mencoblos diatas jam 12 siang, padahal sesuai aturan pemegang form A5 bisa mencoblos mula jam 7 – 12 siang. Temen saya sudah semangat dari pagi mau nyoblos, malah disuruh balik jam 12 siang. Ternyata KPPS tidak menerima data DPTb dan DPK, jadi surat suara yang ada cuma untuk DPT saja. Setelah kita negosiasi dengan petugas, akhirnya petugas sepakat untuk mendata yang bawa form A5, kalau misal ada surat suara sisa. Tapi sayang, surat suara hanya sisa untuk 31 orang, itupun surat suara sisa dari TPS yang lain. Ada 99 orang yang bawa form A5 tidak bisa mencoblos karena ketidaktersediaan Surat Suara di Berita Acara. Akhirnya, kita lari ke TPS lain berharap ada sisa surat suara yang masih bisa di coblos. Udah ke sana rame-rame tetep nggak bisa milih karena lebih dari jam 1 siang. Baru kali ini stay di TPS selama 6 jam dan gak dapet apa-apa, gak bisa nyoblos.”
(Margareta Tri Rumana, Mahasiswa UGM asal Jember, mencoblos di salah satu TPS di daerah Klebengan, Sleman)
“Awalnya aku cuma liat foto paslon yang mau kucoblos. Tapi gak tau kenapa aku pingin aja liat foto paslon yang satunya. Eh, ternyata di situ udah ada bekas coblosan. Sempet bingung, mau lapor ke panitia tapi malu nanti dikira gak bisa nyoblos atau gimana. Aku sempet bapakku yang juga nyoblos di sebelahku. Dan akhirnya bapakku yang laporin kepanitia. Terus diganti sama surat suara yang baru.”
(Adelia Nuary, Mahasiswa UIN Maliki Malang asal Tuban)
“Panas TPS-nya. Jalannya muter-muter. Petugasnya membingungkan. Suruh tanya ke ketua dulu. Padahal jelas-jelas nama saya tertera. Habis itu suruh antri lagi. Setelah dapet giliran. Ambil surat suara. Saya sudah bilang coblos presiden saja. Malah petugasnya ambil surat suara yang lain.”
(Mia Hesti, Mahasiswi UM asal Demak, mencoblos di TPS Sumbersari Gang V Kota Malang)
“Deg-degan nih, tadi ada sedikit missed karena yang diberitakan di media sosial kan kebanyakan bilang DPTb bisa coblos sejak jam 5 tapi ternyata di beberapa TPS ini malah bilang bisa coblos sejak jam 12. Saya nyoblos baru boleh jam 12.” (Lucky Meidianti, Mahasiswi UM asal Blitar, mencoblos di Kota Malang)
Bagaimana kesan dari para newbie?
Pemilu serentak tahun ini menjadi pengalaman pertama bagi kelahiran 2001 bahkan juga hingga 1998. Pastinya penting untuk mengetahui cerita dari mereka, ya kan?
“Kesannya deg-degan, soalnya saya baru ikut memilih karena baru 17 tahun, juga saya takut pemimpin yang saya pilih salah. Kendalanya adalah banyak calon yang saya tidak tahu dan kenal jadi saya memilih asal, dan kurangnya kampanye-kampanye dari calon DPRD. Persiapan yang saya lakukan itu mencari tahu visi dan misi calon, menonton debat juga setiap kali ditayangkan di televisi. Dari sini saya jadi tahu tentang money politic. Banyak ternyata. Kemarin saja saya diberi uang oleh salah satu calon.”
( Nabilla, siswi SMA 1 Jatiroto, Lumajang)
“Ngantrinya lama. Tadi ada kesalahan peletakkan form C6 okeh petugas, ada yang dibalik, diacak, gak sesuai urutan datang. Bikin nunggunya lama. Untuk pilih DPD dan DPR RI saya gak tau apa misi dan visinya, saya asal coblos saja. Bingung karena tebel dan banyak sekali.”
(Reyhan Satria, siswa MA Bilingual Al-Amanah Junwangi, Sidoarjo)
“Bingung, ini pertama kalinya terjun melakukan aktivitas politik. Untung sebelumnya sudah baca profil sebagian calon.”
(Indah Suci Amalia, siswi SMK Muhammadiyah, Kepanjen Kabupaten Malang)
“Bingung! Bahkan cara nyoblos aja masih ragu, gak tau. Sebelum ke TPS nonton tutorial dulu di YouTube. Sebenarnya nyoblos biar dapat tinta ungu juga kan banyak diskonan. Untuk coblos DPD DPR sih ya untungnya ada beberapa yang familiar, ya coblos itu saja.”
(Shaqilla, mahasiswi salah satu universitas swasta di Kota Madya Yogyakarta)
Jadi, begitulah cerita tentang pemilu hari ini yang Kribo himpun dari teman-temannya.
Kalau Kribo simpulkan dari beberapa cerita di atas, rupanya pemilu kali ini kampanye-nya tidak benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Di sini, anak-anak muda bahkan merasa kebingungan. Tak hanya didera bingung untuk sistem/cara penyoblosan saja namun juga pada siapa mereka menjatuhkan pilihan. Namun, bisa saja itu karena kita para generasi muda yang kurang memperhatikan dan mengikuti informasi yang selama ini disediakan. Mengingat sebenarnya sudah disediakan beberapa situs khusus untuk mengakses profil para calon.
Selain itu, politik uang dalam pemilu ternyata memang sudah semacam adat yang mengakar ya, tidak pernah absen dalam hajatan demokrasi kita. Waduh duh.
Mungkin itu saja yang bisa Kribo tuliskan di edisi Nanti Kita Cerita Pemilu Hari Ini. Mari kita sama-sama menjaga persatuan dan kesatuan selagi menunggu perhitungan hasil suara resmi dari KPU.
Waduh… Sudah jam segini tapi Kribo masih dengar sayup-sayup suara di TPS sedang lakukan perhitungan nih. Sementara di sosial media juga tidak henti-hentinya update-an quick count di lini masa. Hmm… sepertinya memang Indonesia sedang berpesta sampai pagi buta. Tunggu, ini pesta atau kerja bagai kuda?
Siapapun presidennya, kita tetap Indonesia!
Siapa saja dewannya, semoga semua amanah!
Sampai jumpa di Catatan si Kribo dan teman-teman selanjutnya.
Reporter: Lifera, Nabila, Echa, Lindri, Ni
Penulis: Rizka Ayu Kartini
satu Respon
Mantul min, saya suka, saya sukak