Februari lalu (25/2), Nadiem Makarim yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengatakan jika vaksinasi bisa diselesaikan pada akhir Juni 2021, ada kemungkinan tahun ajaran berikutnya (mulai Juli) bisa dilaksanakan secara tatap muka. Pernyataan tersebut ia pertegas kembali dalam konferensi pers daring di bulan Maret. Nadiem mengatakan, setelah pendidik dan tenaga kependidikan dalam suatu sekolah telah divaksinasi, maka pemerintah mewajibkan mereka untuk menyediakan layanan pembelajaran tatap muka terbatas dan tentunya tetap menerapkan protokol kesehatan.
Apakah perguruan tinggi juga dapat segera mengadakan pembelajaran luring, seperti sekolah-sekolah? Meski banyak perguruan tinggi belum memberikan kepastian, isu pembelajaran luring menjadi pembicaraan hangat di kalangan mahasiswa. Apakah mereka siap jika perkuliahan semester depan diadakan secara luring? Bagaimana pendapat mereka mengenai isu ini? Setelah membagikan kuesioner berupa Google Form kepada mahasiswa di berbagai kampus, berikut adalah data yang didapatkan oleh Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar dengan total 391 responden selama kurun waktu 11-25 April 2021:
Gambar: Mesi/Siar
Isu perkuliahan luring semester depan rupanya telah terdengar oleh 93,6% dari total responden. Meski jumlahnya banyak, masih ada 6,4% responden yang belum pernah mendengar isu tersebut. Mahasiswa yang baru mengetahui isu tersebut melalui kuesioner menuliskan keterkejutan dan ketidaksiapan mereka soal perkuliahan luring. Sebanyak 21,5% memilih tidak siap dan 9% memilih sangat tidak siap jika perkuliahan luring dilakukan. Persentase tersebut lebih besar dibandingkan mahasiswa yang belum pernah mendengar isu ini. Artinya, terdapat mahasiswa yang juga tidak siap, meski mereka sudah mengetahui isu ini sejak awal. Di sisi lain, kedatangan isu perkuliahan luring merupakan kabar gembira bagi 37,6% dari total responden.
Vaksinasi di Indonesia yang dimulai sejak 13 Januari 2021 dan juga vaksinasi bagi tenaga pendidik sejak 24 Februari lalu membuat 71,6% dari total responden berpendapat bahwa perkuliahan luring memungkinkan untuk digelar semester depan. Di sisi lain, 39,4% responden merasa bahwa kebijakan ini tidak tepat jika dilakukan pada semester depan. Bagi mereka yang merantau, tingginya risiko penyebaran Covid-19 di lingkungan kos, asrama, atau kontrakan menjadi pertimbangan berat. 40,7% + 36,8% responden menyetujui tingginya risiko tersebut. Sebagian responden menuliskan bahwa mahasiswa tentunya sudah paham betul soal pencegahan penyebaran Covid-19, sehingga risiko penyebaran virus di lingkungan tempat tinggal bersama tidak perlu menjadi halangan. Hal tersebut didukung oleh 77,7% responden yang akan mematuhi protokol kesehatan jika perkuliahan luring dilaksanakan.
Sejauh ini, akses keluar-masuk di Universitas Negeri Malang (UM) dibuka secara terbatas. Pengurusan proposal dan laporan kegiatan kemahasiswaan diurus secara tatap muka, sehingga pihak yang terlibat harus datang ke kampus. Selain itu, ada beberapa jurusan yang mengharuskan mahasiswanya untuk mengikuti mata kuliah praktik secara tatap muka, sehingga mereka harus berada di Malang meski perkuliahan luring belum diterapkan sepenuhnya. Jurusan-jurusan tersebut di antaranya Teknik Mesin; Geografi; Program Pendidikan Keterampilan Otomotif, Bisnis, Industri, dan Teknologi Informasi (PROBIS); serta masih banyak lagi. Hal tersebut telah diatur dalam Surat Edaran Nomor 17.12.70/UN32.I/SE/2020 tentang Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Akademik 2020-2021, “Pelaksanaan pembelajaran mata kuliah praktikum dapat dilakukan secara luring (maksimal 25% dari jumlah pertemuan) dengan persetujuan atasan langsung dan satgas Covid-19 UM dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Selain itu, Perpustakaan UM bahkan memiliki jadwal operasional khusus dan menyediakan fasilitas dalam menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. “Protokol kesehatan sudah siap sejak tahun lalu dan diterapkan terus selama pandemi,” tutur kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan UM, Djoko Saryono, ketika dihubungi pada Senin (3/5).
Hingga infografis ini terbit, UM belum merilis keputusan resminya mengenai sistem perkuliahan semester depan. Berbeda dengan Universitas Brawijaya (UB) yang telah merilis kebijakannya pada Senin (3/5) melalui Surat Edaran Nomor 4633/UN10/TU/2021 tentang Perkuliahan Tahun Akademik 2021/2022. Dalam surat itu, tertulis bahwa perkuliahan semester depan di UB akan diselenggarakan 75% daring dan 25% luring. Poin kebijakan yang menjadi perhatian mahasiswa UB yaitu, “Mahasiswa yang ditentukan untuk hadir di kampus untuk kuliah secara luring atau melakukan kegiatan akademik lain adalah mahasiswa semester I, semester III, dan mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir.” Melalui kebijakan tersebut, UB tampak memberi kesempatan bagi mahasiswa baru mereka untuk merasakan perkuliahan secara luring.
Di samping kesiapan kampus dalam menyelenggarakan perkuliahan secara luring, hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi mahasiswa dan tingkat penyebaran Covid-19 saat ini. Mahasiswa yang menggunakan transportasi umum seperti pesawat, bus, ataupun kereta rentan terpapar virus. Meski hasil rapid test atau swab telah menjadi syarat wajib dalam bepergian, namun tidak menutup kemungkinan mereka akan terpapar virus selama di perjalanan. Belum lagi soal maraknya pemalsuan hasil tes. Terkait hal tersebut, isolasi mandiri selama 14 hari setelah bepergian menjadi sangat penting untuk dilakukan.
Hasil survei Isu Perkuliahan Luring Semester Depan, Apa Kata Mahasiswa? yang dilakukan LPM Siar menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang menjadi responden mendukung diadakannya perkuliahan luring pada semester depan. Mereka antusias, meski hal ini masih sekadar isu. Beberapa responden menilai sistem perkuliahan daring kurang efektif dan membebani mereka. Banyaknya tugas yang diberikan tak sebanding dengan bimbingan atau penjelasan dari dosen. Jika belum dapat dilakukan secara serentak, kampus-kampus mungkin dapat menggelar perkuliahan luring secara bertahap, seperti yang UB lakukan. Hal tersebut dapat meminimalisir kerumunan, sekaligus mengukur kesiapan kampus dalam melaksanakan perkuliahan luring dan menerapkan protokol kesehatan. Tampaknya, mahasiswa dan perkuliahan daring makin larut dalam love-hate relationship yang membuat mereka kewalahan.
Penulis : Nabila Zaizafun dan Nisrina Mesi
Penyunting: Avif Nur Aida