Kontemplasi Berefleksi
Sebenarnya di manakah posisi buku dalam kehidupan kita yang katanya dianggap sebagai agen perubahan? Sepertinya pertanyaan tersebut butuh untuk direnungkan pada setiap diri individu bangsa ini. Membicarakan tentang buku membuat saya teringat dengan perkataan salah satu dosen: “Semakin banyak baca semakin banyak pula diam, semakin kurang baca akan semakin banyak berbicaran.” Saya tidak akan memberikan penjabaran makna dari kalimat tersebut karena mungkin setiap individu mempunyai penafsiran makna yang berbeda.
Membicarakan buku terasa berat di Era Industri 0.4 ini, buku hanya dijadikan pajangan di rak-rak yang berderet-deret dengan debu yang menggumpal. Di era modernisasi semuanya tergilas oleh teknologi. Berbagai jenis buku dengan mudah ditemukan tanpa menyentuh bentuk fisiknya. Meski demikian tetap saja timbul pertanyaan akankah membaca buku-buku elektronik tersebut?
Sejauh yang saya alami dan yang saya amati sebagian besar generasi saat ini lebih senang bergelut dengan sosial media milik mereka daripada bergelut dengan tulisan-tulisan yang ada di dalam buku, baik cetak maupun elektronik.
Dengan membaca artinya kita mencoba untuk membuka dunia, mencoba merawat peradaban dunia, dan membaca akan memperhalus perasaan. Buku ialah pintu gerbang melihat dunia. Otak ialah cara mengasah, mengelola, dan menerjemahkan susunan kata, klausa, frasa, dan kalimat sehingga menjadi paragraf dalam bentuk bahasa tulis, tercipta hasil dari setiap-setiap lambang (simbol) masuk dalam konsep pikir (meta) sehingga melahirkan refrensi (objek) melahirkan esensi disipliner ilmu. Ilmu adalah dunia yang bercahaya dengan cara, tingkah laku, tindakan secara signifikan ada dalam kehidupan.
Secara sederhana manfaat dari literasi akan mampu untuk memiliki pengetahuan yang sedikit diketahui orang, serta menjadi tahu dari yang tidak tahu.
Kehidupan manusia tidaklah dapat dilepaskan dari kegiatan membaca. Tanpa disadari selama ini manusia selalu melakukan kegiatan membaca, baik membaca petunjuk arah jalan, memabaca resep makanan, membaca menu makanan, membaca pengetahuan umum, dll.
Kegiatan membaca dilakukan dari berbagai aspek kehidupan, seperti membaca lingkungan, membaca budaya orang lain, membaca tanda-tanda alam, dll.
***
Francis Bacon pernah mengatakan bahwa pengetahuan adalah kekuatan, siapapun pelakunya.
Menurut Ferdick Bacon membaca adalah kebutuhan manusia agar menjadikan dirinya sebagai manusia yang merdeka. Salah satu cara manusia membuka naluri ketika manusia ingin menemukan jati diri.
Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca. Riset berbeda bertajuk “Most Littered Nation In the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dari segi penilaian infrastuktur pendukung kegiatan membaca berada di atas negara-negara Eropa. Namun, dari segi minat baca menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat baca. Ini artinya, Indonesia persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).
Masyarakat perlu memahami pentinngya membaca. Dengan begitu, diharapkan terciptanya kesadaran masyarakat untuk mulai membaca. Indonesia harus lebih bekerja keras lagi untuk menyadarkan penduduknya tentang betapa pentingnya membaca.
Asahlah otakmu di mana pun kalian berada karena dengan pengetahuanmulah kamu bisa merasakan dan merayakan kehidupan sesuai dengan hak-haknya (Tan Malaka dalam buku Semangat Muda).