Hutan adalah Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat beragam fungsinya. Beberapa fungsi hutan adalah sebagai lahan serapan air, menjaga kesuburan tanah, pencegah erosi dan banjir. Banyak orang yang sudah tahu tentang fungsi hutan, namun tidak memahami betapa penting keberadaan hutan. Jika hutan-hutan tidak kita jaga dengan baik maka bencanalah yang akan terjadi.
Indonesia memiliki lahan hutan seluas 150 juta hektar pada tahun 1955. Namun, setiap tahunnya kian menciut. Hingga saat ini luas lahan hutan yang tersisa kurang dari 90 persen. Berdasarkan data dari Global Forest Resources Assessment (FRA) Indonesia menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brazil yang berada pada urutan pertama. Menurut data statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia total luas hutan saat ini mencapai 124 juta hektar.
Tingkat kehilangan hutan Indonesia mencerminkan kerusakan lingkungan terutama kerusakan hutan yang terus saja terjadi. Kerusakan hutan sering diakibatkan oleh illegal logging, penebangan hutan untuk pembukaan lahan pertanian, kegiatan pertambangan, dan pendirian kawasan pemukiman baru.
Baru-baru ini kegiatan pertambangan memberikan sumbangan yang besar terhadap perubahan lingkungan. Kegiatan tambang adalah kegiatan manusia yang juga begitu penting namun dapat memberikan dampak yang nyata terhadap kerusakan lingkungan. Bidang pertambangan memang telah memberikan kontribusi yang besar dalam berbagai aspek kehidupan di dunia. Tambang batu bara, minyak, dan gas (migas) merupakan penyedia sumber energi, sementara bahan tambang seperti batu, pasir, dan kapur memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pembangunan. Namun, disamping besarnya kontribusi tersebut terjadi perubahan yang sangat signifikan pula terhadap keseimbangan alam ketika bahan tambang dieksploitasi dan juga pasca penambangan.
Lihat saja, misalnya lokasi penambangan batu di salah satu daerah di Desa Wonorejo, Kecamatan Gadusari, Kabupaten Trenggalek. Pertambangan tersebut berada di salah satu pegunungan Poncowati di mana di bawah pegunungan tersebut merupakan pemukiman warga. Keberadaan lokasi pertambangan tersebut memang dapat membuka lapangan kerja bagi penduduk setempat. Namun, di sisi lain juga merugikan penduduk yang rumahnya di bawah lokasi pertambangan. Tidak menutup kemungkinan keberadaan tambang batu tersebut menjadi penyebab terjadinya tanah longsor. Saat musim hujan tiba tidak sedikit warga sekitar lokasi pertambangan yang merasa khawatir.
Hal lain yang dikhawatirkan, yaitu keadaan pasca penambangan. Di dalam Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara telah disebutkan bahwa kegiatan pertambangan meliputi tahap penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan, serta pasca tambang. Kegiatan pasca tambang juga penting karena pengelolaan lahan tersebut pasca tambang jika tidak dilakukan dengan baik maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan berbagai tindakan oleh segenap lapisan masyarakat dan pemerintah sebagai penggerak. Menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah untuk membentuk peraturan-peraturan yang ketat mengenai perizinan dan pemanfaatan lahan hutan. Keberadaan aparat keamanan juga diperlukan agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemanfaatan lahan hutan. Peran masyarakat pun penting, mereka dapat bekerja sama dengan pemerintah untuk mengawasi pemanfaatan lahan hutan di sekitar tempat tinggal. Rehabilitasi lahan bekas tambang sangat diperlukan mengingat dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pertambangan cukup signifikan. Dengan pengalaman kerusakan hutan yang semakin banyak seharusnya menjadi sebuah pengalaman bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penerbitan surat izin pertambangan bagi perusahaan-perusahaan pertambangan.