Kamis, 2 Agustus 2018 lalu Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar Universitas Negeri Malang (UM) melakukan kunjungan ke Pasar Pandugo yang terletak di Jalan Pandugo Gang II, Kelurahan Pejaringansari, Kecamatan Rungkut, Surabaya. Pasar Pandugo tidak tampak seperti pasar pada umumnya. Pasar ini terletak di sebuah gang perkampungan.Terdapat 150 total Pedagang di pasar tersebut. Stan yang digunakan oleh para pedagang merupakan halaman depan rumah mereka sendiri.
Akhir-akhir ini Pasar Pandugo menjadi perbincangan hangat di kalangan warga Surabaya. Pasalnya, terkait dengan Perda No.17 Tahun 2003 tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menganggap aktivitas pasar tersebut mengakibatkan jalanan tidak berfungsi sebagai mana mestinya, sehingga tindakan penertiban dengan melakukan relokasi Pasar Pandugo ke Pasar Penjaringan Sari Baru pun dilakukan. Berdasarkan hal tersebut pedagang di Pasar Pandugo menolak dengan keras jika mereka harus dipindahkan, karena mereka merasa pasar ini adalah aset kampung tersebut. Jika pedagang dipindahkan, mereka khawatir akan kehilangan pelanggan.
Selain itu, keberadaan Pasar Pandugo berkontribusi banyak terhadap pembangunan dan kegiatan warga sekitar. Pasalnya, setiap hari para pedagang mengadakan iuran Rp 2.000,00 per orang. Jika ditotal dalam satu bulan pemasukan uang kontribusi pasar sebesar Rp 9.000.000,00. Hasil uang tersebut kemudian disalurkan untuk keperluan pembangunan dan berbagai macam kegiatan di daerah tersebut, misalnya saja pembangunan masjid. Warga sekitar yang bukan pedagang juga merasa diuntungkan karena dengan adanya Pasar Pandugo memudahkan mereka untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Pasar Pandugo sendiri sudah berdiri sejak tahun 1994, sedangkan Peraturan Daerah (Perda) Kota Surabaya yang mengatur tentang pemberdayaan pedagang sudah ada sejak 2003. Namun, pada tahun 2018 Pemkot Surabaya baru melakukan penertiban dan menawarkan relokasi. Hal ini terjadi karena Pemkot Surabaya mungkin telah mencium adanya transaksi yang cukup besar dari aktivitas Pasar Pandugo. Pemkot Surabaya merasa Pasar Pandugo adalah lahan yang empuk untuk meraup pajak.
Berdasarkan pemaparan salah satu pedagang yang sudah pernah direlokasi ke Pasar Penjaringan Sari Baru, mereka mendapatkan keuntungan yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan berjualan di Pasar Pandugo. Jika pajak adalah motif utamanya, tidakkah lebih baik jika pedagang di Pasar Pandugo diminta untuk membayar retribusi saja, sehingga pemerintah tidak perlu merelokasi mereka ke tempat yang baru.
Pungutan retribusi tersebut tentunya juga harus diimbangi dengan fasilitas-fasilitas yang bisa menunjang aktivitas pasar, seperti misalnya dengan pelebaran jalan agar kemacetan bisa terhindari. Saya rasa membayar retribusi tidak begitu sulit bagi para pedagang karena penghasilan mereka juga bisa dibilang cukup tinggi.
Terlepas dari retribusi atau pajak, Saya pribadi sebenarnya sangat tidak setuju dengan perelokasian Pasar Pandugo, dengan alasan kemacetan, fungsi jalan yang tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan lain sebagainya. Oke, kita memang tidak bisa memungkiri itu semua. Namun, jika dilihat, dampak positif keberadaan pasar ini jauh lebih besar dari dampak negatifnya. Lihat saja dari uang kontribusi yang dihasilkan pasar ini untuk warga sekitar pasar, nilainya sangat tinggi yakni mencapai Rp 9.000.000,00 dalam satu bulan. Jika dana tersebut bisa dikoordinasi dengan baik, Kampung Pandugo bisa menjadi kampung mandiri dan bisa memajukan daerah di sekitar tanpa harus merepotkan pemerintah lagi. Pandugo adalah salah satu kampung berpotensi, pasarnya jangan direlokasi, jika ada kekurangan mari sama-sama dibenahi.
satu Respon