Ruang aman adalah hal yang masih menjadi misteri sampai saat ini. Apakah ruang aman itu memang ada atau memang sebenarnya tidak ada? Banyak orang bertanya akan keberadaannya, terutama bagi perempuan dengan latar belakang yang berbeda-beda. Mulai dari Ibu rumah tangga, remaja, anak-anak, bahkan orang dewasa yang sudah memiliki pekerjaan. Kebanyakan orang berpikir bahwa hal-hal berbau kekerasan tidak akan didapatkan oleh mereka, mengingat usia mereka yang sudah dewasa dan dapat menjaga diri, serta memiliki kematangan berpikir. Namun, hal itu tidak semudah yang orang-orang pikirkan. Latar belakang, usia, maupun jenjang pendidikan yang sudah ditempuh tidak menjamin seseorang terhindar dari kekerasan dan pelecehan, entah yang bersifat verbal, fisik bahkan seksual, apalagi bagi perempuan.
Potret kekerasan dan pelecehan cukup sering digambarkan dalam berbagai media, salah satunya oleh film pendek berjudul Please Be Quiet yang sudah ditayangkan tiga tahun lalu, tepatnya pada 18 Desember 2021. Film yang disutradarai oleh William Adiguna tersebut membahas mengenai pelecehan seksual di lingkungan kerja. Film itu menceritakan tentang seorang pegawai bernama Putri yang mendapatkan pelecehan seksual dari Benny, atasannya, dan secara tidak sengaja dilihat oleh temannya yaitu Sarah. Film ini fokus pada bagaimana kebungkaman korban dan ketidakberdayaan saksi dalam waktu yang bersamaan akibat adanya relasi kuasa.
Melihat data SIMFONI-PPA sejak 1 januari 2024 sampai tanggal 29 Agustus 2024 cd, sudah terhitung 16.495 korban kekerasan dengan 14.333 yaitu korban perempuan. Dari kekerasan itu, terdapat kasus tertinggi yaitu kekerasan seksual sebanyak 7.586 kasus dan terdata ada 217 kasus berasal dari tempat kerja. Terbilang tidak setinggi yang terjadi di rumah tangga, tetapi menjadi hal yang tidak seharusnya luput dari perhatian. Mirisnya, Pulau Jawa adalah tempat yang sebaran kekerasan sangat tinggi. Tidak bisa dimungkiri bahwa mungkin dari 217 kasus yang terdata itu masih banyak kasus di luar sana yang tidak dilaporkan dikarenakan ketakutan akan relasi kuasa itu sendiri.
Dalam film tersebut diperlihatkan Putri yang secara simbolis mulutnya hilang setelah malam sebelumnya mendapatkan pelecehan seksual, dan hal yang bisa melihat itu hanyalah Sarah, saksi dari kejadian tersebut. Makna dari mulut Putri yang hilang dikarenakan Putri tidak ingin menceritakan dan membahas lebih lanjut mengenai pelecehan yang dialaminya. Ia memilih diam, mengingat pelakunya adalah atasannya, yang tentu saja menentukan nasib kedepannya di perusahaan itu.
Kita mengetahui bahwa relasi kuasa memanglah sangat memiliki dampak yang besar dalam kehidupan manusia. Hal itu bersifat hierarkis, yang di dalamnya terdapat ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status, entah itu sosial, budaya, pengetahuan, pendidikan, dan ekonomi. Bahkan berpotensi menimbulkan penguasaan pada salah satu pihak terhadap pihak lainnya sehingga tentu saja dapat merugikan pihak yang memiliki posisi lebih bawah.
Relasi kuasa itu terjadi di mana saja, baik itu di dalam keluarga yang biasanya kendali terkuat itu dipegang oleh kepala keluarga, di lingkungan sekolah yang biasanya dipegang oleh guru, kepala sekolah, atau mungkin kakak tingkat, dan lingkungan kerja yang biasanya kendali itu dipegang oleh atasan. Bentuk kendali bisa dipegang oleh bermacam-macam orang, tergantung di mana posisi kita. Tentu saja hal itu memiliki dampak yang buruk bagi posisi di bawahnya.
Dalam film itu juga diperlihatkan bahwa posisi pekerja tentu saja dikendalikan oleh atasannya hingga posisi yang menjadi pihak di bawah memiliki ketakutan akan kuasa yang dimiliki atasannya. Di sana, baik Dinda maupyn Sarah takut jikalau mereka kehilangan pekerjaannya dan malah mendapatkan serangan balik. Ada satu adegan di mana kendali kuasa itu ditunjukan dengan sangat jelas dan menohok, sekaligus miris, yakni ketika Benny berkata kepada Sarah, “Saya akan hire lawyer terbaik, termahal, nomor satu karena saya mampu dan saya akan pastikan bahwa saya tidak bersalah.” Hal itu tentu saja membuat orang-orang yang akan melawan ketakutan untuk bertindak. Mereka akan berpikir bahwa usaha mereka akan kalah dengan kuasa dan kekuatan yang dimiliki atasannya, lalu pada akhirnya mereka lebih memilih untuk diam.
Film berdurasi 20 menit itu sangat menggambarkan relasi kuasa. Mulai dari Putri, seorang korban yang memilih bungkam karena merasa tidak berdaya akan kuasa atasan, Sarah seorang saksi yang mencoba membela, tetapi terhenti karena kebungkaman korban, dan Benny si pelaku yang merasa menang karena memiliki kendali kuat terhadap kejadian itu.
Selain itu, Please Be Quiet menggambarkan dengan sangat jelas teori komunikasi bernama Muted Group Theory. Edwin Ardener antropolog budaya dan Shirley Ardener, menjelaskan bahwa teori tersebut mengungkapkan adanya ketidakseimbangan kekuatan sosiolinguistik yang dapat menekan suara kelompok sosial. Hal itu dikarenakan setiap kelompok pada budaya yang secara tradisional dibungkam, kurang diberikan akses terhadap wacana publik agar komunitas tersebut bisa didengar dibandingkan dengan kelompok yang dominan.
Dalam film itu, Putri dan Sarah yang berada dalam kelompok yang tidak dominan harus terpaksa bungkam akibat kelompok dominan, yaitu Benny yang merupakan atasan mereka. Baik Putri maupun Sarah kurang memiliki akses untuk bersuara dan didengar, bahkan dipercaya. Mengingat bahwa mereka tidak memiliki bukti apapun untuk mendukung suara mereka.
Selain itu, pada teori Spiral of Silence, Elisabeth Noelle-Neumann menjelaskan bahwa seseorang tidak akan mengungkapkan pendapat pribadi yang bertentangan dengan pendapat dari orang lain karena ketakutan akan dikucilkan oleh kelompok yang berlainan pendapat darinya. Hal itu biasanya dialami kebanyakan orang, apalagi perempuan korban kekerasan dan pelecehan seksual yang pelakunya memiliki relasi kuasa dan status sosial lebih tinggi seperti dalam film tersebut. Hal itu membuat mereka takut ketika mereka melaporkan karena kuasa yang dimiliki pelaku, mayoritas orang akan mempercayai atau lebih memilih berpihak pada pelaku, lalu korban akan menjadi pihak yang diasingkan.
Kemudian pada adegan terakhir, makna simbolis tersebut melekat pada Sarah. Mulutnya sudah hilang, yang mengartikan dia pun akhirnya bungkam. Sarah menatap kamera beberapa detik seolah mengisyaratkan bahwa kita (penonton) pun melihatnya dan dia meminta pertolongan.
Secara tidak langsung hal itu memberi pesan bahwa kasus seperti itu bukan hanya kasus yang berhenti begitu saja. Namun, masih akan tetap bisa diselesaikan. Seperti caranya menyebarkan dengan tatapan matanya, layaknya kita mencari dukungan mulai dari satu orang hingga menjadi kelompok yang lebih besar.
Hal itu menandakan bahwa kelompok kecil juga bisa melawan kelompok yang lebih besar dengan cara menyebarkan dan membangun informasi dari mulai kelompok terkecil hingga akhirnya membuat dan mendapatkan dukungan dari kelompok yang lebih besar. Seperti yang dikatakan Sarah soal gerakan “Me too”, yaitu gerakan kesadaran isu kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan di lingkungan kerja yang ada di Amerika Serikat. Dan tentu saja di Indonesia pun gerakan sejenis akan terus ada selama korban berani untuk menyuarakannya.
Penulis: Tian Martiani
Editor: Shofi NJ