BEREBUT BINTANG DEMI KEKUASAAN

OLEH: MUHAMMNAD NUR FAHMI Entah bagaimana harus berperilaku setiap pemilu banyak orang yang ragu. Melihat riuh pemilu mengharu

OLEH: MUHAMMNAD NUR FAHMI

Entah bagaimana harus berperilaku setiap pemilu banyak orang yang ragu. Melihat riuh pemilu mengharu biru, tapi negeri tetap saja terbelenggu dalam mimpi yang semu. Partai politik mempromosikan calon legislatifnya, seperti pelacur dalam rumah kaca di “Doli”. Mudah dilihat dan dimana-mana, namun tak berbicara apalagi menawarkan yang berbeda.

Pendidikan politik entah kemana? Rakyat hanya untuk diperebutkan suaranya. Salah rakyat juga yang menggadaikan suara hanya untuk kepentingan perut semata. Onggokan beras dan uang deras mengalir ke rumah-rumah kala pemilu tiba. “Biasalah” sebagai “sesajen” untuk melancarkan hasrat memimpin Negara?

Demi mendapatkan suara rakyat yang latah, tak jarang artis dijadikan sebagai “pelet” ampuh untuk menjaringnya. Hanya bermodalkan tampang mereka berani mencalonkan diri. Kualitas calon pemimpin tak lagi diperhatikan. Asal tenar, caleg pun siap melenggang ke singgasana kekuasaan.

Rakyat tak perlu wakil dan pemimpin yang hanya bisa nampang. Rakyat memerlukan yang bisa membuat perubahan. Bukan perubahan ke arah negatif yang diharapkan, tentunya perubahan ke arah positif yang diidamkan. Tak apalah bermodal tampang asal punya kemampuan. Tapi kalau tidak, coba sejenak merenungkan diri dan memikirkan kembali keinginan yang hanya berbau spekulasi. Ingat kata salah satu pesohor negeri ini “Ngaca Dulu Deh.” Kata ini penuh makna dan arti yang patut diteladani, tergantung cara menginterpretasi.

Politik semakin dalam terreduksi, menjadi ajang lima tahunan memilih elit politisi. Politik seharusnya soal sehari-hari, memecahkan masalah publik penuh peduli. Bukan hanya saat dimulainya ajang demokrasi. Sungguh tercela para politisi yang hanya peduli pada kemenangan diajang ini. Apalagi yang mengabdi hanya untuk menolong diri sendiri.

Kita wajib memilih yang benar, bukan asal mendukung yang tenar. Apalagi menggadaikan suara kita pada pemilik modal. Dukung sesuai hati nurani dan intuisi, dukung dengan penuh kesadaran. Yakinlah bahwa suara yang kita beri bisa mengubah keadaan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA