Suara Perempuan Mendominasi Pilkada 2018

Pada 27 Juni 2018 mendatang merupakan saat dimana Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memilih calon

Dokumentasi/LPM Siar

Pada 27 Juni 2018 mendatang merupakan saat dimana Indonesia menyelenggarakan pesta demokrasi. Kegiatan ini bertujuan untuk memilih calon gubernur dan wakil gubernur setiap provinsi di seluruh Indonesia. Pesta suara yang kali ini dilakukan di seluruh desa atau kelurahan mengalami peningkatan yang cukup fantastis. Dilansir dari laman Tirto.id, Lalu Rahardian (20/3), menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan jumlah Daftar Pemilih Sementara (DPS) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 sebanyak 152.092.310 orang. Data ini diakumulasi dari penetapan DPS di 375 kabupaten atau kota yang menggelar Pilkada. Komisioner KPU RI Viryan berkata, jumlah pemilih perempuan di Pilkada 2018 lebih banyak dibanding laki-laki. Hak suara dipegang 75.927.052 pemilih laki-laki, dan 76.165.258 perempuan sudah terdaftar di DPS. Jumlah Tempat Pemungutan Suara untuk Pilkada dari penetapan DPS ini ada 385.082. Berdasarkan data KPU RI, ada 6.768.025 pemilih di DPS yang belum dipastikan memilih E-KTP atau surat keterangan (suket) pengganti kartu identitas.

Berdasarkan ulasan tersebut dapat ditafsirkan bahwa pesta suara serentak tahun ini, terjadi penambahan yang drastis. Terutama suara perempuan dengan jumlah lebih tinggi, dibanding suara laki-laki. Peningkatan ini tentunya tidak lepas dari bertambahnya generasi Dilan (milineal) yang telah memenuhi hak suara. Dari data yang telah diulas juga menunjukkan masih banyak hak suara yang belum memiliki E-KTP, ini artinya bahwa pendataan yang dilakukan Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP), terdapat hak suara yang belum sadar akan administrasi. Namun, hal ini tidak menjadi faktor yang dominan, sulitnya mengurus identitas kependudukan juga menjadi faktor yang berpengaruh. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kendala yang tak kunjung usai di beberapa wilayah pembuatan E-KTP, mulai dari kesalahan nama, persyaratan yang kurang, serta kurangnya pengarahan aparatur desa.

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA