GENERASI, berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sering diartikan sebagai masa orang-orang satu angkatan hidup. Ketika suatu generasi mempunyai aktivitas yang sama pada masa yang sama, mereka dapat dikatakan sebagai bagian dari generasi aktivitas tersebut. Misalnya, pada suatu masa terdapat sekelompok mahasiswa yang siang-malam nongkrong di warung kopi, mereka dapat disebut sebagai generasi warung kopi.
Nongkrong di warung kopi merupakan kegiatan alternatif yang seringkali dilakukan oleh mahasiswa. Hal ini dapat dilihat dari warung-warung kopi yang selalu sesak dipenuhi mahasiswa. Harga yang terjangkau, lokasi tidak terlalu jauh dari kampus, serta fasilitas tambahan berupa hotspot gratis menjadi daya tarik bagi mahasiswa untuk nongkrong di warung kopi. Tempat tersebut dirasa cukup nyaman bagi mahasiswa meskipun hanya untuk sekadar berkumpul atau bahkan mengerjakan tugas dan berdiskusi mengenai topik-topik yang sedang booming di masyarakat.
Ikko Maherul Fatah, mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang (UM), mengaku bahwa kopi merupakan bagian dari dirinya. Dia senang nongkrong di warung kopi meski hanya untuk sekadar mengobrol santai dengan teman-teman. “Hampir setiap hari saya pasti nongkrong di warung kopi because part of the life is ngopi.” ungkapnya.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Dimas Ahmad Munjasi, mahasiswa Jurusan Agribisnis Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, “Warung kopi jadi tempat yang cocok buat mahasiswa nongkrong atau pun mengerjakan tugas karena tempatnya cukup nyaman dan udah ada wifi juga,” pungkasnya.
Melalui warung kopi sebagai sarana berbincang santai dan diskusi, sebagian mahasiswa mengaku banyak mendapat ide atau pun inspirasi. Seperti yang dialami oleh Ikko Maherul Fatah bahwa dirinya banyak mendapatkan ide saat nongkrong di warung kopi karena dia merasa lebih tenang untuk menggali ide-ide yang menurutnya cukup menarik.
Akan tetapi, kegiatan nongkrong di warung kopi rupanya seringkali menghabiskan waktu. Destin Kurniawati, mahasiswa Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (UI) menyatakan bahwa, “Setiap mahasiswa tentunya punya pilihan kegiatan apa saja yang bisa mereka lakukan. Nah, daripada hanya nongkrong di warung kopi untuk mengobrol hal-hal yang tidak jelas, lebih baik digunakan untuk kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Ya, memang terkadang mahasiswa butuh refreshing, tapi jika mahasiswa terlalu sering ke warung kopi dan membuatnya menjadi tidak produktif tentunya itu hal buruk.”
Intensitas yang terlalu tinggi nongkrong di warung kopi nyatanya sedikit banyak berdampak pada aktivitas kuliah dari mahasiswa generasi warung kopi. Ni’matun Jannah, mahasiswa Pendidikan Bahasa Jawa Universitas Sebelas Maret (UNS) menyatakan, “Sebenarnya kegiatan mahasiswa nongkrong di warung kopi ada baiknya karena mereka bisa berdiskusi. Akan tetapi, jika intensitasnya terlalu tinggi juga tidak baik. Seperti teman-teman saya yang seringkali menghabiskan waktunya di warung kopi bahkan hingga larut malam, mereka sering terlambat masuk kuliah. Bahkan tugas-tugasnya juga sering tidak terselesaikan,” ungkapnya.
Mari kita berpikir sejenak apakah keberadaan warung kopi saat ini memang sebagai wadah multifungsi yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa sebagai sarana murah untuk berkumpul, berdiskusi, dan mengerjakan tugas atau justru keberadaan warung kopi hanya dijadikan sebagai pelarian dari tugas-tugas perkuliahan?