Kuliah Tatap Muka, Siapkah?

Dalam banyak khazanah kehidupan, pendidikan memainkan peran vital. Pendidikan tak ubahnya kawah candradimuka bagi tiap generasi untuk menempa

RuangKuliahUM
Foto: patroon.co.id

Dalam banyak khazanah kehidupan, pendidikan memainkan peran vital. Pendidikan tak ubahnya kawah candradimuka bagi tiap generasi untuk menempa daya keilmuannya. Di dalam pendidikan pula, lahir guru-guru berkualitas dan bijaksana, serta murid-murid yang siap menebar ilmunya dalam bidang multidimensi dan cakupan multispasial. Semua itu, idealnya dapat dicapai jika proses pendidikan dilakukan secara normal dan kondusif. Lantas, di masa pandemi seperti saat ini, akankah kita merasakan kembali pendidikan yang normal dan kondusif itu?

Berdasarkan Surat Edaran Nomor 28.9.73/UN32.I/KM/2021 tentang Pembelajaran Tatap Muka Terbatas, Universitas Negeri Malang (UM) menyatakan bahwa mahasiswa jenjang D-3 dan S-1 angkatan 2020 dan 2021 beserta mahasiswa pascasarjana (S-2 dan S-3), diprioritaskan untuk melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan model blended learning (luring sekaligus daring). Dalam surat edaran tersebut, berbagai ketentuan dan prosedur PTM terbatas telah disebutkan. Salah satunya yakni jumlah mahasiswa yang mengikuti PTM dibatasi  sebanyak 50% dari total peserta tiap mata kuliah. Selain itu, ruang kuliah hanya dapat diisi oleh maksimal 25 orang. Mahasiswa yang tidak mengikuti PTM akan tetap mendapatkan haknya untuk mengikuti perkuliahan daring secara real-time atau bersamaan dengan waktu diadakannya PTM. Model blended learning seperti ini rencananya akan dilaksanakan mulai pekan kesembilan perkuliahan, atau tepatnya mulai 25 Oktober 2021 hingga akhir semester gasal nanti, 17 Desember 2021.

Rencana UM dalam melakukan PTM terbatas tak luput dari pro dan kontra. Bagi mahasiswa yang pro terhadap kebijakan ini, mayoritas dari mereka merasa sudah jenuh dan tidak dapat mengikuti perkuliahan daring secara maksimal. Di sisi lain, mahasiswa yang kontra menilai, pelaksanaan PTM terbatas yang dimulai di pertengahan semester tidak efektif. Alih-alih memulai PTM terbatas pada pertengahan semester, mereka berharap PTM terbatas dimulai pada awal semester genap (awal 2022). Supaya tidak “nanggung”, katanya.

Tentu, segera kembali bersua dengan dosen dan teman-teman kuliah adalah harapan banyak mahasiswa. Karena itu, kabar PTM terbatas bak angin segar bagi mereka. Akan tetapi, PTM terbatas tentu memerlukan persiapan yang matang dan serius. Baik itu persiapan mental, kesehatan fisik, dan lain-lain. Bukan sekadar memenuhi keinginan atau mengikuti pemerintah–yang mengizinkan kampus-kampus di Indonesia menggelar PTM, PTM terbatas juga harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan mutu layanan pendidikan yang akan diberikan. Jangan sampai, harapan baik yang dilaksanakan tanpa perencanaan matang, justru berimbas pada hasil yang tidak sesuai perkiraan. Alih-alih menciptakan kelas yang kondusif dan optimal, justru bisa jadi timbul cluster Covid-19 baru. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari Satgas Covid-19 UM.

Metode blended learning pun harus dilaksanakan dengan serius. Tidak hanya memastikan kelas tatap muka berjalan dengan baik, UM juga harus memastikan agar mahasiswa yang mengikuti perkuliahan secara daring mendapatkan haknya, sebagaimana mestinya. Jika PTM tanpa persiapan dipaksakan, dosen juga akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Dengan metode blended learning, dosen dituntut untuk mengajar dengan dua fokus yang berbeda, antara mahasiswa daring dan luring (di dalam kelas). Hal ini akan sulit dilaksanakan dengan baik, tanpa melalui uji coba atau gladi bersih yang betul-betul matang. Perlu diingat bahwa dosen adalah salah satu komponen yang penting dalam perkuliahan. Apabila dosen mengalami kesulitan, mahasiswa tentu akan terkena dampaknya.

Jelaslah bagi kita, pelaksanaan PTM terbatas harus didahului dengan uji coba yang berstandar jelas, serta segala persiapan, baik itu subjek, objek, ataupun media pembelajarannya. Uji coba harus dilakukan oleh UM sebelum PTM terbatas dimulai pada 25 Oktober nanti, karena mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang mengikuti PTM terbatas tidak dapat digunakan sebagai komponen uji coba.

Pelaksanaan PTM terbatas juga tak cukup jika hanya berupa pengejawantahan isi surat edaran yang dirilis, karena masih banyak hal yang bisa saja luput dari surat edaran tersebut. Selain memastikan bahwa PTM terbatas telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam surat edaran, UM juga perlu menjamin kualitas pembelajaran selama PTM terbatas berlangsung. Sebab kita tahu, pelaksanaan kuliah daring saja begitu problematik, apalagi blended learning.

P

Penulis: Mala Oktavia (Mahasiswa Biologi UM)

Penyunting: Avif Nur Aida

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA