8 September 2024 3:09 AM
Search

Gabungan Seni dan Tradisi, Padepokan Asmorobangun Gelar Gebyak Suroan

Gebyak Suroan merupakan gabungan dua kegiatan, yaitu Gebyak yang biasanya diadakan setiap malam Senin Legi dan Suroan yang
Foto: Shofi NJ/Siar
Foto: Shofi NJ/Siar

Padepokan Seni Topeng Malangan Asmorobangun yang dipimpin oleh Tri Handoyo mengadakan kegiatan budaya Gebyak Suroan. Kegiatan itu digelar dalam rangka memperingati tahun baru Suro atau Muharam pada Minggu, (07/07). 

Gebyak Suroan merupakan gabungan dua kegiatan, yaitu Gebyak yang biasanya diadakan setiap malam Senin Legi dan Suroan yang diselenggarakan pada tanggal satu Suro. Keduanya sudah ada sejak tahun 80-an.

“Sebenarnya kegiatannya berbeda, Gebyak sendiri dan Suroan sendiri. Gebyak itu semacam uji coba, latihan acaranya pertunjukan tari topeng Malangan. Sedangkan Suroan ya karena bertepatan dengan satu suro yang mana kegiatannya ada arak-arakannya,” ungkap Tri Handoyo, Pemimpin Padepokan Seni Topeng Malangan Asmorobangun.

Handoyo menjelaskan bahwa rangkaian kegiatan Gebyak Suroan diawali dengan ritual doa di Punden Belik Kurung atau yang lebih dikenal dengan Punden Kedungmonggo. Ritual ini dimaksudkan kepada Tuhan sebagai ungkapan rasa syukur atas kehidupan yang telah diberikan. Lebih lanjut, Handoyono mengungkapkan bahwa ritual ini juga dimaksudkan kepada para leluhur yang telah mewariskan kesenian dan tempat tinggal yang dapat dihuni masyarakat.

“Selain itu juga sebagai pemberitahuan kepada leluhur bahwa kami mengadakan kegiatan ini, sehingga mereka akan menjaga dari hal-hal buruk yang akan mengganggu kami,” ucap Handoyo.

Setelah ritual doa tersebut dilakukan, Gebyak Suroan akan dilanjutkan dengan arak- arakan mengelilingi Kampung Kedungmonggo. Setelah itu, akan dilanjutkan dengan perebutan makanan serta tarian bersama.

“Untuk rute setiap tahunnya sama, tetap mengelilingi kampung Kedungmonggo dan menuju Punden,” ungkap Handoyo.

Adapun puncak acara Gebyak Suroan ini dilakukan pada malam Senin Legi yang diisi dengan pra acara dan acara inti. Pada pra acara akan ditampilkan beberapa tarian diantaranya tari gegala, tari ronjengan, dan tarian persembahan dari wali murid. Sedangkan, pada acara inti diawali dengan tumpengan dan dilanjutkan dengan penampilan beberapa tarian, seperti tari bapang, tari beskala putri, dan tari wayang topeng Asmorobangun dengan tema “Lahire Naga Tahun”.

“Lahire Naga Tahun” menceritakan seorang putri raksasa bernama Dewi Wadal Werdi yang jatuh cinta kepada Raden Panji. Dewi Wadal Werdi pun diubah menjadi Dewi Sekartaji palsu oleh ayahnya, sedangkan Dewi Sekartaji yang asli diculik dan dibuang ke hutan Loh Laras dalam keadaan mengandung anak Raden Panji. Dalam hutan itu, ia melahirkan seorang putra yang diberi nama Panji Laras. Setelah menginjak usia dewasa, Panji Laras pun mencari ayahnya ke Kerajaan Jenggala dengan ditemani seekor ayam jago. Disana ia bertemu dengan putra dari Panji Asmorobangun dan Dewi Wadal Werdi yakni Panji Guru Wongso yang sedang mengadakan sayembara adu jago (sabung ayam). Dalam sayembara itu, pemilik ayam yang dapat mengalahkan ayam jago milik Panji Guru Wongso akan diberi hadiah berupa negara sigar semangka (setengah negara Jenggala).

Adanya kebudayaan Gebyak Suroan ini perlu untuk terus dilestarikan. Ki Bagong Sabdo Sinokarto, Ketua Forum Pamong Kebudayaan (FPK) Jawa Timur mengungkapkan bahwa pemajuan kebudayaan juga harus berjalan.

Dalam Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, terdapat sepuluh objek pemajuan kebudayaan, diantaranya manuskrip, tradisi lisan, bahasa, adat istiadat, ritus, seni, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, olahraga tradisional, dan permainan rakyat.

“Sampai hari ini, jujur saja, jangankan orang awam, pemerintah saja menerjemahkan kebudayaan itu hanya kesenian, seperti wayang, ketoprak, dan ludruk. Padahal ada sepuluh objek pemajuan kebudayaan itu,” ungkap Ki Bagong.

Ki Bagong pun mengungkapkan bahwa ia sangat mengapresiasi kegiatan Gebyak Suroan. Menurutnya, terdapat beberapa objek pemajuan kebudayaan yang dijadikan satu dalam Gebyak Suroan.

“Pada dasarnya kami dari FPK sangat apresiasi sekali dengan kegiatan semacam ini. Disini saya lihat ada objek pemajuan kebudayaan yang dijadikan satu. Ada adat istiadat, ritus, dan kesenian yaitu tari topeng yang mana di dalamnya ada seni topeng juga seni tari,” tandas Ki Bagong.

Baca juga: Kebudayaan Topeng Malangan Desa Jambuwer : Akankah Bangkit Kembali?

Penulis: Shofi NJ

Editor: Eka Safitri 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA