Aliansi Perempuan dan Rakyat Melawan: Dari Perempuan dan Rakyat Melawan Rezim Maskulin

Sabtu (8/3), tepat pada Hari Perempuan Internasional 2025, Aliansi Perempuan dan Rakyat Melawan yang terdiri dari tiga kolektif

Rahma Nova/ Siar

Sabtu (8/3), tepat pada Hari Perempuan Internasional 2025, Aliansi Perempuan dan Rakyat Melawan yang terdiri dari tiga kolektif Kota Malang yakni Aksi Kamisan, Pembebasan, dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi demonstrasi dari Alun-alun Kota Malang hingga titik aksi, Perempatan Kayutangan dengan membawa 27 tuntutan aksi. 

Dalam tuntutan aksi tersebut, terdapat 10 tuntutan lokal, diantaranya: ciptakan ruang aman untuk semua gender; sahkan UU PRT; naikkan UMR buruh perempuan; berikan cuti haid, hamil, dan melahirkan; kuota perempuan 50% di pemerintahan; usut tuntas Kanjuruhan; keadilan untuk korban perempuan dan anak tragedi kanjuruhan; aborsi aman untuk korban kekerasan seksual (KS); menuntut komitmen institusi pendidikan perihal KS; serta tunaikan hak perempuan dan anak dalam pengungsian dari dampak agraria. 

Femina, anggota aktif Kompartemen Perempuan dalam Pembebasan, Kolektif Pembebasan, sekaligus juru bicara aksi, mengungkap aksi demonstrasi ini juga didasari oleh kebijakan pemerintah era Prabowo-Gibran yang masih menomorduakan perempuan. 

“Bahkan, setelah 100 hari kerja pemerintahan Prabowo pun, belum ada kebijakan-kebijakan yang membuat kehidupan perempuan atau keadaan perempuan itu setara. Karena sampai hari ini pun,  perempuan masih dinomorduakan,” pungkas Femina. 

Jendral, Ketua Kolektif Pembebasan Kota Malang, juga mengungkapkan alasan lain dibalik adanya aksi demonstran ini adalah melonjaknya angka kekerasan terhadap perempuan. Jendral mengaku, ini bukan aksi pertama dilakukan oleh Kolektif Pembebasan Kota Malang. 

“Dari tahun-tahun ke tahun,  IWD (International Women’s Day) selalu direspon dalam bentuk aksi apapun. Sampai saat ini kekerasan terhadap perempuan itu terus meningkat jumlahnya. Bahkan, update dari Komnas Perempuan,  pada tahun 2024 terdapat sekitar 24.000 kasus kekerasan yang terlapor,” ucap Jendral.  

Menurut Femina, nama “Aliansi Perempuan dan Rakyat Melawan” dari tuntutan massa aksi yang tidak hanya datang dari permasalahan perempuan, tetapi juga rakyat karena perempuan bagian dari rakyat. 

“Kita berbicara soal pembebasan perempuan, feminisme itu bukan hanya persoalan pembebasan atau persamaan gender, tetapi bagaimana kita melihat secara kompleks penindasan yang terjadi di negara hari ini,” imbuhnya.

Jendral, selaku perwakilan massa aksi, mengaku tak berharap pemerintah melihat aksi yang dilakukan oleh massa. Namun, agar masyarakat paham akan penindasan terhadap perempuan yang terjadi secara sistematis. 

“Maka untuk melawan itu, kita harus merespon dalam bentuk aksi seperti ini. Jadi, saya berharap semoga masyarakat Kota Malang bisa paham bahwa perempuan hari ini sedang ditindas,” tandas Jendral.

Editor: Karunia Citra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA