Usung Tema Kuliner, Festival Sastra Kota Malang Hadir dengan “Jelajah Cita Rasa”

Festival Sastra Kota Malang (FSKM) berlangsung sejak tanggal 26 – 29 september 2024 di Kafe Critasena Malang. Mengusung

Foto: Asyrofi Al Kindi/FSKM

Festival Sastra Kota Malang (FSKM) berlangsung sejak tanggal 26 – 29 september 2024 di Kafe Critasena Malang. Mengusung tema gastronomi yang bertajuk “Jelajah Cita Rasa”, festival ini bertujuan mengangkat berbagai kuliner di Indonesia, khususnya Kota Malang.

Festival ini diisi antara lain dengan acara diskusi, baca puisi, lokakarya penulisan sastra, peluncuran buku dan pertunjukan kesenian yang bertalian dengan gastronomi.

Dewi R. Maulidiah selaku ketua pelaksana menjelaskan gastronomi menjadi tema yang dipilih pada FSKM tahun ini karena berkaitan erat dengan kehidupan bersastra. Selain itu, menurut Dewi gastronomi berkaitan erat dengan pengalaman di bagian sastra dan pengalaman seninya di Sukabumi yang mempelajari bagaimana cara bertahan hidup melalui bahan baku yang ada, mengolah makanan, mengetahui alur makan manusia di kehidupan sehari-hari, itu semua bisa dinarasikan dan sangat erat dalam kehidupan bersastra.

“Kalau ngomongin sastra, narasi sastra, biasanya kan karya sastra, entah itu karya sastra tertulis, maupun karya sastra lisan. Dari situlah saya mengingat ternyata ada karya sastra dahulu itu kalau ngomongin serat Centi salah satunya membahas resep-resep, cara makan, dan serat Centhini ini sangat legendaris dan memang sangat kuat untuk membahas gastronomi Indonesia, dalam karya sastra ya,” imbuh Dewi.

Gastronomi sastra menjadi hal yang penting untuk mengetahui dan memahami iklim yang sangat berpengaruh dalam bahan baku pangan dan ketahanan pangan. Memahami iklim artinya kita harus memahami alam lebih dahulu, dan hal tersebut dapat dipelajari melalui sastra. FSKM 2024 mencoba menjadi ruang alternatif untuk mempelajari hal tersebut.

Lokasi Critasena Coffee dipilih karena ada tujuan regenerasi komunitas. Dewi dan rekannya menilai Critasena memiliki pengunjung yang selalu ramai dari berbagai latar belakang. 

Selain alasan regenerasi, Critasena dipilih karena memiliki sejarah kesenian dan kebudayaan. Di Critasena terdapat patung Hamid Rusdi, yakni sosok yang menghadirkan bahasa walikan sehingga lokasi tersebut sekaligus menjadi simbol kebahasaan.

“Kita ngomongin bahasa dan sastra, ada unsur perjuangan kebahasaan, kode-kode yang tercipta, dan rasanya cocok sekali tempat ini,” ujar Dewi.

FSKM yang diselenggarakan selama 4 hari ini berhasil mendapat antusiasme yang tinggi dari para pengunjung. Berbagai komunitas dari segala bidang turut andil dalam meramaikan festival ini, mulai dari komunitas literasi, kuliner, seni hingga musik.

Risky, salah seorang pengunjung menyampaikan apresiasinya atas adanya FSKM ini. “Bagus, saya suka sastra, tapi bingung nyari ruang terbuka untuk sastra, sehingga ketika tahu ada acara ini saya datang, dan menarik sih, segar,” terangnya.

Risky berharap acara semacam ini terus diadakan secara rutin sehingga orang yang memiliki ketertarikan di bidang sastra memiliki wadah untuk menyalurkan minatnya, dan bisa bertemu dengan orang lain dengan minat yang sama.

Penulis: Muhammad Ilham
Editor: Afifah Fitri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA