Perundungan atau yang biasa disebut bullying adalah bentuk-bentuk perilaku kekerasan di mana terjadi tindakan pemaksaan secara psikologis maupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang dinilai lebih lemah oleh seseorang atau sekelompok orang lainnya. Artinya, perundungan biasanya dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang mempersepsikan dirinya lebih kuat dari korban. Motif yang mendasari perundungan beragam, mulai dari sekadar iseng, balas dendam, atau usaha menguatkan eksistensi pelaku.
Lalu, seberapa parahkah dampak perundungan bagi korban? Setelah menyebarkan kuesioner berupa Google Form kepada mahasiswa dari berbagai kampus, berikut data yang didapatkan oleh Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar dengan total 136 responden dalam kurun waktu satu bulan (September-Oktober 2021).
Dampak dari perundungan masih dirasakan oleh 96,3% responden. Jenis perundungan yang pernah mereka alami beragam. Diketahui sebanyak 85,1% responden mengaku mendapat perundungan berupa ancaman verbal seperti hinaan, olokan, dipermalukan, direndahkan, dan sejenisnya. Ada juga responden yang mengaku diancam, difitnah, hingga mengalami body shaming.
Dari total responden, 54,5% diperlakukan buruk karena fisik dan 42,1% tidak mengetahui alasan mengapa dirinya mendapat perundungan. Sebanyak 38% responden mengaku merasa stress akibat perundungan yang pernah menimpanya. Pada beberapa kasus, korban bahkan mengalami trauma sehingga membutuhkan pendampingan ahli seperti psikiater.
Perundungan sering kali terjadi di tempat umum seperti sekolah, kampus, atau tempat kerja. Sebanyak 58,7% responden mengalami perundungan di sekolah, khususnya saat duduk di bangku SD dan SMP. Salah satu responden, Dimar*, mengaku bahwa dirinya beberapa kali mendapat kenangan buruk akibat perundungan yang pernah ia terima semasa sekolah. “Saya memang takut dan ingin kabur dan menjauhi mereka. Tapi akhirnya kejadian itu tidak begitu menakuti saya setelah bertahan dua tahun lamanya.” katanya pada Kamis (28/10) via WhatsApp. Ia menambahkan, salah satu alasannya mampu bertahan adalah teman-teman terdekat yang mendukungnya semasa sekolah.
Perundungan juga berdampak pada kepercayaan diri korban. Sebanyak 73,6% responden mengaku bahwa setelah menjadi korban perundungan, mereka menjadi tidak percaya diri untuk bergaul. Hal ini dirasakan oleh Dea*, seorang responden. Ia mengaku bahwa dirinya menjadi tidak percaya diri dan tidak memiliki keberanian untuk berpendapat. “Takut dianggap aneh, takut dianggap nggak jelas, takut dikucilkan lagi ….” ungkapnya pada Kamis (28/10) via WhatsApp.
Kendati demikian, 33,9% responden mengaku sudah dapat memaafkan para pelaku perundungan dan 36,4% sudah tidak takut lagi pada pelaku. Responden lainnya, Jasmine*, merasa bahwa pelaku perundungan secara verbal tidak perlu ditanggapi secara serius. Ia menjelaskan, pelaku perundungan verbal yang tidak mengenal korbannya akan mengatakan hal-hal yang belum tentu sesuai dengan korban. “Saya orangnya bodoh amat, jadi saya tidak mendengarkan perkataan orang yang tidak dekat dengan saya.” katanya pada Kamis (28/10) via WhatsApp.
Terdapat beberapa faktor yang mendasari tindakan perundung. Ariesto (2009) menyebutkan, faktor yang dominan adalah faktor keluarga. Para pelaku perundungan sering kali berasal dari keluarga yang bermasalah. Ketika mereka terus-menerus mengamati konflik yang terjadi di keluarganya, mereka berpotensi menerapkan perlakuan-perlakuan tidak menyenangkan–yang sebelumnya telah diamati–kepada orang lain. Lingkungan sekolah juga dapat menjadi faktor di balik tindakan perundung. Suasana sekolah yang “tidak sehat” kerap menimbulkan persaingan, rasa tidak menghargai, dan tidak menghormati antarsiswa. Selain keluarga dan sekolah, tayangan televisi dan media-media lainnya juga turut membentuk pola perilaku “kasar”. Contoh yang paling sering kita temui yakni tindakan perundungan yang kerap ditampilkan sinetron bergenre sekolahan.
Banyaknya faktor yang melatarbelakangi perilaku perundung tidak dapat digunakan sebagai pemakluman. Apa pun alasannya, perundungan merupakan tindakan yang tercela dan merugikan pihak lain. Melalui data yang telah didapatkan Tim Litbang LPM Siar, terlihat bahwa perundungan berdampak signifikan terhadap para korban, bahkan jauh setelah perundungan itu terjadi.
P
*Nama responden bukan nama sebenarnya
P
Penyusun: Syafara Anggita, Salsabila Fahira, dan Inanti Wulan
Penyunting: Avif Nur Aida