Perdebatan mengenai pentingnya Indeks Prestasi Kumulatif (IPK), bukan lagi menjadi hal asing di kalangan mahasiswa. Satu pihak mengatakan bahwa IPK sejatinya hanyalah sebuah angka, sama halnya seperti nilai rapor di sekolah. Pihak lainnya tidak sepakat dan menyatakan bahwa IPK yang mempertaruhkan masa depan dan dapat menentukan nasib mahasiswa di dunia kerja nantinya. Pendapat yang beragam tersebut tentunya berangkat dari latar belakang mahasiswa yang berbeda-beda. Entah itu keyakinan sendiri maupun faktor dari lingkungan di sekitarnya.
Berbeda dengan masa sekolah, masa perkuliahan merupakan rentang waktu seorang individu menentukan masa depan. Dengan kata lain, di masa inilah masa depan sudah ada di depan mata. Setelah lulus kuliah, seorang individu akan dihadapkan dengan dunia kerja terlepas dari segala jenis pekerjaannya, baik pekerjaan kantoran, swasta, maupun wirausaha.
Pada tanggal 29 Agustus hingga 19 Oktober 2022, Tim Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Siar telah melakukan riset dengan menyebarkan kuesioner mengenai “Urgensi IPK bagi Karier Mahasiswa”. Dari kuesioner tersebut diperoleh sebanyak 121 responden yang berasal dari mahasiswa dan alumni dari berbagai kampus. Berikut infografisnya:
Dari hasil riset, terlihat masih banyak mahasiswa yang mempercayai bahwa IPK turut berperan penting dalam menentukan nasib mahasiswa di dunia kerja. Lebih tepatnya, sebanyak 69,4% atau 84 responden. Kepercayaan ini menciptakan pendapat bahwa memperoleh IPK yang tinggi di perkuliahan merupakan hal yang harus terpenuhi. Sebagian dari mereka menganggap bahwa dengan IPK, mereka dapat mengukur kemampuan mereka selama menerima materi di perkuliahan. Hal tersebut juga didukung dengan kebijakan setiap universitas yang telah menentukan IPK minimal sebagai syarat kelulusan. Di sisi lain, nyatanya masih terdapat sebanyak 10,5% responden yang tidak menyetujui hal tersebut. Bagi mereka, IPK tidak menjamin kesuksesan sehingga mereka tidak terlalu memperdulikan tinggi rendahnya IPK yang mereka dapat.
Selain itu, terdapat juga responden yang memandang IPK dari sudut pandang yang lain, seperti fakta yang ada di kehidupan. Bahwa mahasiswa dengan IPK tinggi akan mendapatkan keuntungan yang lebih beragam. Sebanyak 71,6% responden setuju bahwa mahasiswa dengan IPK tinggi selalu memiliki keuntungan dari berbagai aspek. Contohnya adalah mahasiswa dengan IPK tinggi dapat dengan mudah mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Lowongan kerja pun juga sangat terbuka bagi mahasiswa ber-IPK tinggi.
Selain perihal privilege, pendapat-pendapat di atas juga berangkat dari alasan-alasan atau latar belakang tertentu. Seperti tuntutan orang tua maupun sikap lingkungan terhadap mahasiswa dengan IPK yang bagus. Hal tersebut dinyatakan oleh 55,8% responden. Mereka berpendapat bahwa lingkungan mereka memiliki sikap yang lebih menghargai mahasiswa dengan IPK tinggi. Privilege lagi-lagi ditunjukan dalam kasus ini. Berdasarkan data, 46,4% responden mengaku telah mendapatkan tuntutan dari orang tua untuk mencapai IPK yang tinggi. Padahal di sisi lain, tekanan yang seperti itu terkadang malah berdampak buruk. Sakinatur (2017) dalam penelitian Pengaruh Tekanan Akademik terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa, Pendidikan Ekonomi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, mendapatkan kesimpulan bahwa adanya penurunan tekanan akademik membuat seseorang justru mengalami kenaikan prestasi akademik.
Masih berbicara tentang keterkaitan antara nilai IPK dengan karier, sebanyak 54,7% atau 66 responden sedikit setuju terhadap pernyataan bahwa mahasiswa dengan IPK tinggi akan menjadi incaran perusahaan besar. Banyak perusahaan yang akan menerima dengan senang hati, bahkan merekrut secara langsung mahasiswa ber-IPK tinggi. Apalagi sebagian besar perusahaan sering menetapkan IPK tertentu sebagai syarat administratif dalam proses rekrutmen. Meskipun hal tersebut hanya sebagai syarat umum dan tidak mutlak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nunik (2014) Peranan IPK dan Soft Skill dalam Proses Rekrutmen dan Seleksi Fresh Graduate, didapatkan informasi bahwa IPK memang penting dalam proses rekrutmen. Pada penelitian tersebut, 56,25% responden perusahaan setuju dengan pernyataan bahwa IPK mencerminkan kinerja mahasiswa. Namun, bukan berarti hanya dengan IPK tinggi dapat menentukan seberapa besar dedikasi yang akan diberikan oleh calon karyawan ketika bekerja. Hal tersebut didukung oleh 68,25% responden atau sebanyak 10 perusahaan.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa di samping IPK yang baik, juga ada beberapa aspek lain yang harus diperhatikan dalam perencanaan karier. Aspek-aspek tersebut di antaranya softskill & hardskill, pengalaman kerja, asal instansi, pengalaman organisasi, akreditasi kampus, penampilan, orang dalam, dan juga sertifikasi. Bagi mahasiswa yang mungkin belum memiliki pendukung IPK seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, disarankan untuk mencari pengalaman kerja setelah lulus, alih-alih bersikukuh ingin memasuki perusahaan impian. Atau, ketika sebelum lulus, mahasiswa dapat membekali dirinya dengan pengalaman kerja berupa magang, pekerjaan paruh waktu (part time), dan sejenisnya.
Penulis: Nabila Zaizafun Husna
Penyunting: Diana Yunita