Diskusi 2 Tahun Tragedi Kanjuruhan, Dorong Solidaritas Suporter Bola

Pada Sabtu (5/10), diselenggarakan diskusi publik mengenai dua tahun Tragedi Kanjuruhan Malang di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Diskusi

Foto: Afifah/Siar

Pada Sabtu (5/10), diselenggarakan diskusi publik mengenai dua tahun Tragedi Kanjuruhan Malang di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Diskusi bertajuk Mengeja Solidaritas Masyarakat Sipil terhadap Perjuangan Keluarga Korban tersebut merupakan salah satu dari serangkaian acara yang dilakukan untuk menyambut kedatangan Pak Midun setelah konvoi pengawalan dan tasyakuran dilakukan. Diskusi ini melibatkan berbagai elemen, seperti keluarga korban Tragedi Kanjuruhan Malang, suporter bola, awak media, mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya.

Pak Midun atau Miftahudin Ramli merupakan pria asal Kota Batu yang mengayuh sepedanya dari Malang menuju Jakarta untuk menjalin solidaritas suporter sepak bola Indonesia demi menyuarakan keadilan korban Tragedi Kanjuruhan Malang. Ia telah melakukan aksi tersebut sejak satu tahun lalu. Tahun ini ia melakukannya lagi sejak  Jumat (20/09) kemudian kembali tiba di Malang pada Sabtu (5/10).

Setibanya di Malang, berbagai elemen masyarakat seperti komunitas Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK), komunitas Aksi Kamisan Malang, suporter bola, dan elemen masyarakat  lainnya mengawal Pak Midun dari Stadion Gajayana Malang menuju Stadion Kanjuruhan Malang untuk  melakukan tasyakuran dan diskusi publik. 

Dalam diskusi ini, Pak Midun mengungkapkan bahwasanya salah satu motivasi untuk melakukan aksi gowes tersebut karena ia merasa bahwa selama ini Tragedi Kanjuruhan terkesan hanya untuk dikenang, padahal sangat pantas untuk terus diperjuangkan keadilannya.

“Dua tahun ini saya melihat  tentang kejadian Kanjuruhan ini seakan- akan hanya untuk tidak dilupakan atau bahkan dalam kata lain, hanya untuk dikenang. Tapi, menurut saya kalau Tragedi  Kanjuruhan hanya untuk dikenang, saya rasa itu terlalu pasrah bagi kita untuk menerimanya, padahal masih pantas sebenarnya untuk diperjuangkan keadilannya,” ungkap Pak Midun.

Selaras dengan semangat Pak Midun untuk memperjuangkan keadilan pada Tragedi Kanjuruhan, Hasan, salah satu keluarga korban Tragedi Kanjuruhan juga mengungkapkan bahwa permasalahan Tragedi Kanjuruhan ini perlu kembali diangkat.

“Makannya untuk masalah tragedi ini, ya kita angkat lagi ke publik, biar tahu bahwa korban Tragedi Kanjuruhan tidak diam,” tutur Hasan.

Setelah melakukan aksi gowes-nya dan berkesempatan singgah di berbagai kota seperti Nganjuk, Madiun, Solo, Sragen, Klaten, Jogja, Kebumen, Purwokerto hingga akhirnya Jakarta, Pak Midun menemukan bahwa solidaritas untuk Tragedi Kanjuruhan ada di berbagai daerah. 

“Saya melihat solidaritas tentang Tragedi Kanjuruhan itu memang di mana-mana ada, responnya begitu kuat, begitu menyemangati. Mereka selalu mendampingi saya, menguatkan saya, dan memberi semangat, “ jelas Pak Midun.

Hal ini mendapatkan tanggapan dari salah satu audiens dalam diskusi publik tersebut. Muhammad Khairul, buruh di Kabupaten Malang yang menyampaikan ungkapan terima kasihnya terhadap aksi Pak Midun dalam menjahit solidaritas di berbagai wilayah. Menurutnya, hal yang dimiliki masyarakat saat ini adalah sikap solidaritas untuk melawan.

“Akhirnya dapat kita simpulkan satu-satunya senjata kita sebagai rakyat adalah solidaritas. Bisa disepakati, karena kita tidak punya apa-apa lagi untuk melawan. Yang kita punya hanyalah solidaritas,” tutur Khairul.

Adapun Marcel, salah satu anggota Jaringan Solidaritas Keadilan Korban Kanjuruhan (JSKK) juga menekankan perlunya persatuan dalam masyarakat. Ia mengungkapkan harapannya agar masyarakat dapat membangun persatuan dalam hal kemanusiaan ini.

“Saya  berharap agar persatuan itu bisa dibangun, kalau klubnya tidak bisa bersatu, minimal bersatulah dalam kemanusiaan,” tegas Marcel.

Pak Midun berpesan agar semangat solidaritas dari berbagai elemen, baik supporter, masyarakat, keluarga korban, dan elemen lainnya tidak pupus. Ia menyarankan agar setiap elemen dapat menyuarakan Tragedi Kanjuruhan melalui caranya masing-masing.

“Sarannya ya agar tetap menyuarakan melalui caranya sendiri, mungkin diantaranya  ketika menonton sepak bola, membentangkan spanduk (Tragedi Kanjuruhan) itu mungkin, atau cara cara lain yg di Malang sendiri sebenarnya sudah sangat cukup peduli dengan Kanjuruhan,” tandas Pak Midun.

Penulis: Eka Safitri
Editor: Afifah Fitri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA