Nauval Firdaus, pegiat seni asal Kota Malang sukses menggelar pameran tunggal untuk kedua kalinya, Rabu (7/11). Berlatar belakang kejadian yang dialami beberapa waktu lalu, tema “Sori Kak Udah Sold!” dipilih sebagai bentuk respon penolakan keras atas penawaran pada jiwanya. Pameran tersebut digelar di Omah Diksi, salah satu tempat ngopi di kawasan Poharin, Malang.
Nauval memilih Omah Diksi karena tempat tersebut memiliki arti tersendiri baginya. Bangunan yang sekarang dijadikan tempat ngopi itu dulu adalah sebuah tempat perkumpulan seni yang bernama Poharin Art Space. Ia bercerita bahwa di tempat tersebut ia menemukan oase yang baik untuk belajar seni, selain itu, ia juga belajar banyak tentang seni di sana.
Pameran tunggal yang digelar merupakan bentuk respon terhadap realitas kehidupan saat ini. “Sebenarnya pameran ini dadakan, saya dapat ide tanggal 3 November dan tanggal 7 pameran, karena ada pemikiran yang harus saya keluarkan berbentuk pameran, diskusi terbuka berbentuk pameran,” tutur Nauval. Melalui pameran tunggal kali ini, ia ingin menjelaskan bahwa hari ini semua hal di dalam hidup dan diri manusia telah dijual, terkomersialisasi, dan menjadi komoditas. “Jika jiwa sudah terjual apalagi yang tersisa dari kita ini,” tambahnya.
Pemikiran yang demikian dikemasnya dalam bentuk pameran yang terkonsep secara unik. Ia tidak hanya menyuguhkan karya yang seniman pada umumnya sajikan, terdapat karya-karya yang apik, audien hadir sebagai penikmatnya. Namun, berbeda dengan pameran tunggalnya, ia menjadikan audien sebagai sebuah karya dengan menempelkan kode batang di dahi mereka sebagai simbol. “Sebenarnya karyanya adalah audien, ini bisa seperti perform art masal, bisa juga karya rupa di galeri tadi, dan name tag, ya ini adalah seni rupa kontemporer hari ini,” tutur seniman yang memiliki nama asli Muhammad Nauval Firdaus.
Aristyo Taufiqur Rosyidi, salah satu pengunjung dari Malang Graffiti mengungkapkan tanggapannya tentang tajuk yang diusung pada pameran tunggal tersebut. “Asik konsepannya harus nge-scan dulu, mungkin karena konsepannya penjualan jadi harus di-scan dulu, cara pengkaryaannya unik. Pokok lanjut terus pamerannya, untuk penikmat seni banyak-banyakin bikin pameran tunggal,” ungkapnya.
Selain itu, pameran ini bermaksud untuk mendobrak keberanian para seniman lain untuk melakukan pameran tunggal. Sejalan dengan hal itu, Fajar Dwi Ariffandhi, kurator pameran tersebut memberikan tanggapannya, “Sebenarnya poinnya di sini, Nauval itu seniman muda tapi setidaknya dua kali melakukan pameran tunggal dan di Malang pameran tunggal itu tidak banyak, dia patut untuk ditiru atau mungkin tidak menjadi yang satu-satunya, ini sebagai gambaran juga bagi seniman-seniman lainnya supaya berani untuk melakukan pameran tunggal.”
Tidak hanya sebagai bentuk eksistensi seorang perupa, Seniman asal Kota Malang itu menyebut pameran tunggalnya sebagai ajang silaturahmi dan kumpul bersama teman muda Malang. Ia juga menyampaikan pesan bahwa kita manusia jangan resah dengan kehidupan duniawi. “Pesannya adalah duniawi gini-gini aja, nggak usah bingung, jangan takut, jangan resah,” tuturnya. (wis)