Oleh: Hana Anggita*
Konflik merupakan wujud dari bentuk perbedaan atau pertentangan ide, pendapat, paham, dan kepentingan. Di antara dua Pertentangan ini biasanya diawali secara non fisik namun bisa berkembang menjadi benturan fisik hingga kekerasan dapat terjadi, baik antara satu pihak atau lebih. Definisi lain konflik menurut Brown dan Moberg (1980) adalah “disagreement between two or more persons or work groups resulting from an incompatibility of goals, resources, expectations, perceptions, or values”.
Indonesia merupakan negara dengan kemajemukan yang tinggi. Indikatornya adalah beragamnya suku, bangsa, ras, agama, budaya, dsb. Walaupun konflik bersifat inhernt yang berarti melekat atau menyerta dalam kehidupan masyarakat, namun sangat beresiko tinggi terjadi pada masyarakat yang kemajemukannya tinggi.
Salah satu konflik di Indonesia yang pernah terjadi atau bahkan masih berlangsung adalah pertentangan antara masyarakat Samin dan salah satu perusahaan semen yakni PT Semen Indonesia Tbk. Konflik ini terjadi dikarenakan tiga hal mendasar dalam kasus Samin vs Seme,n yaitu pejabat pemerintah Bibit Waluyo yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan SK tentang izin lingkungan untuk pembangunan pabrik semen, sosialisasi yang diberikan hanya kepada pamong-pamong desa dan pernyataan akademisi UGM sebagai saksi terkait tentang Analisis dampak lingkungan (Amdal) yang dibuat mengenai air di gunung yang dikatakan tidak ada aliran air, tapi setelah ditelusuri melalui ekspedisi maupun amdal dari ahli geologi lain terdapat aliran air.
Bahkan hal yang ditampilkan dalam kasus Samin vs Semen pada versi film dokumenternya bukan hanya mengenai sumber dari permasalahannya, melainkan juga cuplikan bagaimana para wanita berusaha melakukan protes dan mencegah pembangunan pabrik hingga mereka harus dipindahkan secara paksa serta mendapatkan teguran keras dari aparat. Inilah salah satu contoh dari konflik yang berkembang menjadi kekerasan yang tidak disadari.
Sebagai suatu kondisi alamiah dalam kehidupan, konflik dapat berakibat baik atau buruk. Oleh karena itu manajemen konflik diperlukan, agar tidak menimbulkan perpecahan dan disintegrasi bangsa. Conflict resolution methods atau metode penyelesaian konflik digambarkan oleh Hodge dan Anthony (1991) sebagai berikut. Pertama, penggunaan kekuasaan dan kewenangan agar konflik dapat diredam. Terkadang cara ini mengandung unsur paksaan yang dapat menimbulkan reaksi negatif lainnya. Kedua, penyelesaian konflik dengan smoothing atau penghalusan. Cara-cara kompromis diharapkan dapat menyelesaikan konflik antar sesama dikarenakan suasana kekeluargaan yang diterapkan oleh pihak-pihak yang berselisih. Ketiga, demokratis adalah cara terakhir penyelesaian konflik. Pendapat yang dikemukakan dan penjelasan akan kebenaran pendapat masing-masing pihak merupakan peluang untuk terjadinya perdamaian. Sehingga tercipta keterbukaan dan saling memahami akan hal yang diinginkan.
Banyak orang yang memandang bahwa konflik itu buruk karena dapat menimbulkan stress, memunculkan kejahatan dan sabotase kegiatan. Seperti pada kasus Samin kontra perusahaan semen yang akhirnya melakukan sabotase kegiatan dikarenakan tidak bertemunya titik temu di antara keduanya. Namun ada hal lain yang dapat dipelajari dari konflik, yakni persatuan. Bukan hanya mendorong orang untuk berpikir dalam menganalisis sumber masalah dan memecahkan persoalan, melainkan juga sarana membentuk persatuan dan kesatuan. Dalam film dokumenternya digambarkan bagaimana masyarakat Samin berusaha mengumpulkan anggotanya dan mengingat kembali identitas mereka sebagai manusia yang harus menjaga kelangsungan hidup keturunannya hanya dengan bertani. Hal itu membuktikan bahwa konflik dapat mendorong masyarakat mengidentifikasi dirinya kembali dikarenakan pembelaan yang mereka lakukan. Hal ini mendorong mereka untuk bersatu karena sadar suara dari banyak orang dapat berpengaruh sangat besar. Singkat kata, cara pandang dan penyelesaian konflikah yang lebih baik dipahami oleh masyarakat serta menghindari provokasi yang berlebihan. Bagaimana hal itu dapat menumbuhkan nasionalisme kebangsaan merupakan hal yang sebaiknya diperhatikan pemerintah dengan menyatukan perbedaan lokal menjadi wawasan nasional yang beradab. Sehingga bangsa yang “do local, think global” dapat tercipta.
*Mahasiswi jurusan Sastra Jerman angkatan 2014