Universitas Negeri Malang (UM) mengeluarkan Surat Edaran nomor 20.1.33/UN32.1/KM/2025 tentang pengambilan ijazah dan pendaftaran wisuda UM tahun 2025. Surat tersebut menyinggung pendaftaran wisuda periode 132 tahun 2025 dan seterusnya adalah berbayar. Kebijakan ini diberlakukan sejak tanggal 3 Februari 2025.
Dalam surat edaran tersebut, mahasiswa diwajibkan untuk membayar biaya wisuda sebesar Rp500.000 untuk jenjang diploma dan sarjana, serta Rp600.000 untuk jenjang magister dan doktor. Berbeda dengan wisuda periode-periode sebelumnya yang tidak dikenakan biaya pendaftaran, mahasiswa hanya membayar Rp100.000 untuk menambah undangan jika ingin mendapat kuota undangan lebih dari satu.
Heni Kusdiyanti, Direktur Kemahasiswaan dan Alumni, menjelaskan bahwa alasan diberlakukannya pembayaran wisuda adalah UM sudah termasuk kampus PTN BH yang memang memerlukan biaya sendiri untuk operasionalnya.
Ia juga menuturkan perkembangan perguruan tinggi yang semakin tinggi menyebabkan biaya operasional semakin meningkat pula. Maka pihak universitas memerlukan strategi untuk mengatasinya. Salah satunya dengan membuat pendaftaran wisuda dan seterusnya berbayar.
“Karena kan perkembangan perguruan tinggi itu kan semakin tinggi, ya. Andai kata UKT bisa kita naikkan. Ada pertimbangan seperti itu. Tapi nyatanya kan UKT tidak bisa kita naikkan semena-mena. Maka dari itu wisuda diberikan kebijakan untuk membayar,” ungkap Heni.
Selain itu, Heni juga menuturkan bahwa pengkajian untuk menerapkan segala sesuatu yang berbasis biaya, selalu melalui pertimbangan. Maka dari itu UM baru menerapkan kebijakan wisuda berbayar pada tahun ini karena sebelumnya masih proses perpindahan menjadi PTN BH. Karena sekarang UM sudah menjadi kampus yang mandiri, maka perlu adanya pengorbanan untuk biaya-biaya yang mulai diberlakukan untuk menunjang biaya operasional kampus.
Ibnu Abdillah Alawy, mahasiswa jurusan Pendidikan Geografi angkatan 2020, yang akan mendaftar wisuda periode ini mengungkapkan sedikit kecewa akan kebijakan wisuda ini. Lelaki yang kerap disapa Ibnu merasa sedikit iri dengan mahasiswa periode sebelumnya yang tidak perlu membayar wisuda, belum lagi informasi yang mendadak membuat ia belum mempersiapkan biaya, secara dari dulu wisuda tidak dikenakan biaya apapun. Apalagi untuk mahasiswa kurang mampu yang akan merasa sangat terkejut dengan kebijakan baru dan mendadak ini.
“Kalau untuk wisuda periode ini dan periode berikutnya dalam waktu dekat mungkin akan berdampak karena tiba-tiba harus membayar Rp500.000. Untuk periode jauh kedepan mungkin tidak, karena mereka harusnya sudah tahu dan sudah mempersiapkan,” ungkapnya.
Salma, mahasiswa jurusan Sastra Inggris 2020, yang akan mendaftar wisuda periode ini juga mengungkapkan keterkejutannya mengenai kebijakan baru ini. Awalnya ia mendengar desas-desus mengenai wisuda yang berbayar ini dari Twitter, hingga tidak berselang lama surat edarannya dikeluarkan. Meskipun begitu, ia merasa tidak ada sosialisasi yang cukup mengenai hal tersebut.
“Aku denger dari Twitter awalnya. Cuma enggak ada sosialisasi, kayak untuk apa dan kenapa, tapi kira-kira sih karena kampus udah PTN BH, ya.” ungkapnya.
Meskipun demikian, Heni menegaskan bahwa wisuda itu tidak wajib. Kebijakan tersebut tidak memaksa mahasiswa untuk ikut serta mengikuti wisuda. Hanya menegaskan agar mahasiswa yang ingin mengikuti wisuda sebagai bentuk seremoni, maka harus ada pengorbanan dengan membayar sesuai ketentuan yang sudah tercantum dalam surat edaran tersebut.
Atas kebijakan wisuda tersebut, Salma berharap agar selalu ada sosialisasi dan transparansi untuk semua kebijakan yang diterapkan.
“Aku berharapnya harus ada sosialisasi dan transparansi untuk kebijakan ini, sih, seperti untuk apa aja kok tiba-tiba dianggarin kayak gitu. Lebih transparan aja, lah. Kenapa dulu enggak bayar terus sekarang bisa bayar kayak biar lebih jelas biar mahasiswa ini enggak bertanya-tanya,” tandas Salma.
Editor: Karunia Citra/ Siar