Layanan Konseling dan Kasus Percobaan Bunuh Diri Mahasiswa UM dalam Dua Tahun Terakhir

Informasi dalam tulisan ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan percobaan bunuh diri. Bila Anda

Foto: Wulan Suci

Informasi dalam tulisan ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun untuk melakukan tindakan percobaan bunuh diri. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan untuk melakukan hal tersebut, segera konsultasikan dengan pihak-pihak ahli yang dapat membantu.

Dalam dua tahun terakhir, kasus percobaan bunuh diri mahasiswa dapat ditemui di Universitas Negeri Malang (UM). Kehadiran layanan Peer Counseling Corner (PCC) penting untuk mencegah kasus ini tumbuh dan berkembang di lingkungan kampus. PCC merupakan suatu organisasi di bawah binaan Pusat Bimbingan Konseling, Karir, dan Kewirausahaan Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Pembelajaran (PBK3 LP3) UM yang berfokus dalam upaya memberikan layanan konseling, khususnya untuk mahasiswa UM. Di usianya, mahasiswa sendiri merupakan salah satu kaum yang rentan stres. Berbagai tekanan dari lingkungan keluarga dan kampus seringkali meninggalkan trauma dan menyebabkan gangguan mental pada setiap individu.

Perlu diketahui bahwa stres secara harfiah artinya tekanan (pressure) yang disebabkan oleh sumber stres (stressor). Kadar stres per orang berbeda tergantung bagaimana orang tersebut mengatasinya. Stres muncul saat seseorang dihadapkan hal-hal yang menegangkan. Stres yang tidak segera ditangani dapat menimbulkan masalah dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Indikator kesehatan mental adalah kenyamanan dan ketidaknyamanan. Jika seseorang merasa tidak nyaman dalam artian cemas, bingung, tidak stabil dan banyak yang dikeluhkan, berarti kondisi mentalnya sedang tidak baik-baik saja. “Ketika seseorang sadar akan hal itu, maka ia harus mengembalikannya ke posisi awal yang membuat nyaman,“ tutur Dwi Nikmah, dosen konselor PBK3.

Masalah utama mahasiswa tidak jauh dari lingkup percintaan, pertemanan, keluarga, dan perkuliahan. Banyak mahasiswa mengalami stres dan bahkan gangguan mental karena faktor-faktor tersebut, misalnya gangguan kecemasan dan depresi. Lingkungan keluarga yang toxic meninggalkan trauma mendalam dan trauma ini kerap diperparah dengan hubungan percintaan yang sama-sama toxic. Selain keluarga, organisasi atau pertemanan di kampus juga dapat memicu terjadinya stres di kalangan mahasiswa. Misalnya, kegagalan beradaptasi di lingkup pertemanan kampus, kesulitan menempatkan diri, dan merasa left out ketika teman-teman kampus membuat geng atau yang saat ini disebut circle. 

Mahasiswa seringkali memendam masalah-masalah penyebab stres tersebut hingga menjadi bom waktu yang menyebabkan tindakan menyakiti atau melukai diri sendiri dan bahkan pikiran untuk melakukan bunuh diri. Stres yang dibiarkan menumpuk dan tidak tertangani akan mengarah ke gangguan mental. Selain itu, ketiadaan tempat yang aman untuk cerita juga menyebabkan penumpukan stres yang dialami mahasiswa. 

“Gangguan mental mereka itu ketika tingkat stresnya udah parah, bener-bener udah gak tau lagi apa yang bakal dilakuin,” tutur Elok, Ketua PCC UM 2023. “Mereka cenderung tidak memiliki tempat untuk menyampaikan (cerita), entah mereka punya trust issue karena pernah diremehkan atau tidak dianggap,” lanjut Salsabilla, Kepala Divisi Konseling PCC UM 2022.

Menurut data yang dihimpun PCC pada tahun 2022, mahasiswa rantau 75% lebih rentan mengalami stres daripada mahasiswa asli yang tinggal di Malang. Permasalahan mahasiswa rantau dan mahasiswa asli Malang pun berbeda. Mahasiswa rantau cenderung mengalami permasalahan di lingkungan percintaan dan pertemanan, sedangkan mahasiswa asli Malang cenderung mengalami permasalahan di dalam keluarga. Dosen konseling PBK3 sering menghadapi mahasiswa dengan permasalahan keluarga dan konflik dengan diri sendiri.

Berdasarkan pengakuan PCC, mahasiswa yang melakukan konsultasi (konseli) lebih banyak saat hari-hari aktif daripada hari libur. Tidak ada acuan mengenai pekan perkuliahan atau bulan-bulan tertentu yang mana terdapat konseli lebih banyak daripada yang lain, jumlah konseli  dari pekan awal hingga akhir perkuliahan relatif sama, tidak ada perbedaan yang signifikan. Jumlah konseli tidak dapat diprediksi, namun jika diambil rata-rata dalam sepekan PCC biasa melayani sekitar lima orang konseli.

Hari aktif perkuliahan memang menjadi momen kesibukan mahasiswa. Mahasiswa kerap menemui kebuntuan ketika dihadapkan dengan permasalahan kuliah, misalnya ketika kesulitan dengan materi yang disampaikan dosen. Mereka merasa mendapat tekanan perkuliahan sehingga tidak mampu berpikir logis. “Aargh, aku harus gimana?” ucap Elok mencontohkan kebuntuan konseli. Ditambah lagi masalah lain seperti pertemanan, percintaan, dan masalah keorganisasian.

Kedatangan konseli yang tidak menentu serta keterbatasan SDM pada waktu-waktu tertentu merupakan kesulitan yang kerap dialami PCC. Perbedaan jadwal antara konselor dan konseli adalah hal wajar, mengingat masing-masing dari mereka memiliki kegiatannya sendiri sebagai mahasiswa. wajar  jika terkadang konselor terlambat merespon.. “Makanya kita agak kesulitan di situ, dalam proses pelayanan mungkin ada yang slowrespon dan lain sebagainya,” tegas Elok

Upaya yang dilakukan PCC tidak berhenti sampai pelayanan konsultasi saja, mereka akan memastikan kondisi konseli melalui pengecekan lanjutan. Konselor kerap menanyakan kabar dan memberi kesempatan konseli untuk mengutarakan keresahannya dalam sehari. “Hari ini ada hal yang tidak mengenakkan apa?” contoh Elok. PCC mengutamakan keberlanjutan pengelolaan konflik konseli lewat pertanyaan-pertanyaan dalam pengecekan lanjutan yang berfungsi untuk menghindari tumpukan emosi. PCC menekankan pentingnya membuat konseli merasa lega untuk menghindari penumpukan emosi. Jika masalah konseli belum terselesaikan melalui konseling teman sebaya, maka penanganan lanjutan akan diserahkan kepada dosen konselor PBK3. 

Ruang lingkup konseling sangat terbatas, tidak mampu mewadahi masalah gangguan mental yang mengharuskan adanya diagnosis. Jika ada konseli yang mengalami gangguan mental cukup akut, tidak dapat ditangani hanya dengan konseling biasa, maka akan diarahkan ke psikolog profesional. “Karena ini konseling, ya, jadi ranahnya itu bukan kasus berat yang membutuhkan  diagnosa. Kalau mungkin dia ada gangguan psikologis yang berat itu akan kami alihkan ke luar UM, biasanya ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA). Kalau di sini itu konseling, hanya menangani masalah sehari-hari,” ujar Dwi Nikmah.

Sejauh ini PCC telah berhasil melakukan upaya pencegahan terhadap tindakan bunuh diri. Tercatat dari sekian mahasiswa yang mengeluh ingin bunuh diri, semua berhasil dicegah. “Sampai saat ini nggak ada yang kayak gitu, kasusnya nggak  sampai ke sana.” Pungkas Salsabilla.

PCC tidak hanya memberi layanan seputar kesehatan mental saja tapi menampung keresahan lain seperti kebingungan soal jurusan dan hobi atau minat. Hal ini karena PCC di bawah naungan PBK3 yang memberi bimbingan konseling, karir, dan kompetensi. Jadi, penanganan setiap masalah konseli dapat diatasi berdasarkan cabang ilmu psikologi industri, pendidikan, dan klinis. 

Ke depannya, layanan dengan slogan We Are Here to Listen ini diharapkan semakin dikenal secara menyeluruh oleh civitas akademika, khususnya mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM). PCC diharapkan dapat menjadi teman agar civitas UM tahu bahwa mereka tidak menghadapi dunia ini sendirian. 

Reporter: Muhammad Rizky Hidayatulloh 

Penulis: Ali Faqih, Wulan Suci

Editor: Nafiis Ridaaf Filasthin

Mahasiswa UM yang hendak konsultasi ke PCC atau PBK3 dapat langsung datang ke gedung B17 atau mendaftar secara online pada petugas: 0896-7202-2456. Konsultasi ini tidak dipungut biaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA