Malang – Rabu (17/3), Solidaritas Warga Bethek (SBM) bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya Pos Malang dan Malang Corruption Watch (MCW) kembali melakukan mediasi dengan Pemerintah Kota Malang setelah mengirimkan aduan kepada Walikota Sutiaji. Akan tetapi, mediasi tersebut hanya dihadiri oleh Hadi Santoso selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang; Dinas Lingkungan Hidup (DLH); dan beberapa perangkat daerah lainnya karena Walikota berhalangan hadir pada proses tersebut. Mediasi dilakukan di Balai Kota Malang tanpa dihadiri pihak proyek Rumah Sakit (RS) BRI Medika.
Hingga kini, kasus pembangunan RS BRI Medika Malang belum menemukan titik terang. Sejak awal, pembangunan tersebut telah mengalami kecacatan prosedural karena tidak melibatkan warga Bethek dalam proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
Hanif, salah satu anggota Solidaritas Bethek Melawan (SBM) mengatakan, pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup (PerMen LH) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan, ada mekanisme pemberian surat kuasa warga kepada wakilnya untuk duduk di komisi penilai AMDAL, namun sampai sekarang warga tidak tahu siapa yang diwakilkan sebagai komisi penilai itu.
Pembangunan rumah sakit tersebut juga melanggar Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Pasal 26 ayat (8), jarak antarbangunan gedung sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ditetapkan ketentuan minimal: (a) Bangunan gedung rendah (maksimal empat lantai) ditetapkan sekurang-kurangnya tujuh meter; (b) Bangunan gedung sedang (antara lima sampai delapan lantai) ditetapkan sekurang-kurangnya antara sembilan meter sampai sebelas meter; dan (c) Bangunan gedung tinggi (lebih dari delapan lantai) menggunakan rumus: (ketinggian bangunan/2) – 1 (satu) meter. Berdasarkan poin-poin tersebut, pembangunan RS BRI Medika telah melanggar peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Malang.
“Perda Kota Malang Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Pasal 26 ayat (8) di mana jarak bangunan gedung dengan rumah warga itu harusnya minimal 9 meter karena bangunan itu ada 6 lantai. Kalau kita lihat di lapangan, jaraknya hanya 0 meter antara bangunan dengan rumah warga. Itu (jarak) yang kami persoalkan … penegakan Perda ini sebenarnya bagaimana?” ujar Iqbal, LBH Surabaya Pos Malang.
Dalam proses mediasi tersebut, pihak Solidaritas Bethek Melawan (SBM) juga memaparkan kasus-kasus minor yang dialami warga Bethek pada saat pembangunan rumah sakit itu berlangsung, “Kita tadi memaparkan kasus-kasus minor seperti kerusakan, kebisingan, dan penyusutan mata air. Untuk kasus-kasus seperti itu, Sekda menjanjikan eksekusi secara langsung,” ujar Hanif. Soal bagaimana teknis eksekusi itu nantinya, pihak SBM belum mengetahui secara pasti, “Teknisnya seperti apa itu urusan Sekda. Bagi kami, kalau misal besok tidak ada perubahan sama sekali pada aktivitas proyek, maka kita harus melakukan aksi lanjutan. Untuk kasus-kasus mayor seperti pelibatan masyarakat yang tidak optimal sejak awal dan kecacatan formal di perizinan, Pak Sekda berjanji akan menelaah kembali perizinan tersebut dan secepatnya memberikan respon balik ke solidaritas,” terang Hanif.
Adapun tuntutan-tuntutan dari Solidaritas Bethek Melawan (SBM) kepada Pemerintah Kota Malang, meliputi: 1) Menuntut Pemerintah Kota Malang untuk mencabut izin lingkungan yang juga sekaligus izin pembangunan proyek RSU BRI Medika Malang karena telah cacat secara formal atau prosedural sejak pembongkaran dimulai; 2) Mengarusutamakan peran warga sekitar dalam setiap kebijakan pembangunan yang berpotensi memberikan dampak-dampak negatif; 3) Menuntut pimpinan proyek untuk bertanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan yang ditimbulkan; dan 4) Membuka secara luas dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL) yang menjadi dasar penerbitan izin lingkungan di RS BRI Medika. (agl//mta//dna)