Konferensi Pengetahuan dari Perempuan (PDP) IV diselenggarakan di Gedung Samantha Krida, Universitas Brawijaya pada 17-19 September 2024. Konferensi Pengetahuan dari Perempuan yang dilakukan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan kali ini bekerja sama dengan Universitas Brawijaya dan Forum Pengada Layanan dengan tajuk “Inovasi yang Inklusif untuk Pencegahan, Penanganan, dan Pemulihan Korban Kekerasan Berbasis Gender terhadap Perempuan”. Tak hanya menampilkan beragam sesi diskusi, acara ini juga menyuguhkan pameran, open mic, dan market place sebagai dukungan berlangsungnya acara.
Konferensi Pengetahuan dari Perempuan merupakan upaya mewujudkan pengetahuan terkait perempuan. Andy Yen Triyani sebagai Ketua Komnas Perempuan mengungkapkan langkah nyata untuk mendorong upaya itu melalui jalur formal maupun informal.
“Pada dasarnya dari Komnas Perempuan baik jalur formal, jalur informal dilakukan semua, nulis surat, ngajak dialog, kalau jumpa di acara-acara kita ingatkan di semua ruang termasuk juga menggandeng kawan-kawan yang memang punya kemungkinan mendesakkan, termasuk menitipkan ke teman-teman media. Kan, kalau makin banyak yang mengomentari dari media akan lebih kuat,” jelas Andy.
Rekomendasi-rekomendasi yang telah dihasilkan dari Konferensi Internasional Pengetahuan dari Perempuan disampaikan dalam konferensi pers di penutupan kegiatan pada Kamis (19/9). Andy Yen Triyani selaku Ketua Komnas Perempuan mengawali pernyataan dalam konferensi pers.
Dengan kesempatan konferensi ini, kita berharap akan memunculkan motivasi-motivasi baru, inspirasi untuk membuat lebih banyak lagi inovasi yang memang saat ini dibutuhkan mengingat kasus-kasus kekerasan perempuan yang juga semakin banyak dilaporkan dan jenisnya semakin kompleks dari waktu ke waktu. Konferensi ini adalah selain membangun ruang dialog lintas sektor, tetapi juga memastikan kita memiliki bank pengetahuan yang semakin terlembaga. Berangkat dari pengalaman perempuan korban yang menjadi basis kita untuk membuat perubahan-perubahan yang dibutuhkan untuk betul-betul menghadirkan kondisi-kondisi sebagai bentuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan. Maka, langkah nyatanya tentunya dari konferensi tentunya menjadi harapan kita semua sehingga tidak hanya sekedar berbasis gender refleksi tapi juga membangun strategi bersama yang bisa kita laksanakan.
Dalam konferensi pers kali ini, Maharani Pertiwi selaku Ketua Program Studi di Magister Kajian Wanita, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Brawijaya, menyatakan bahwa keterlibatan akademisi adalah langkah inovasi penanganan kasus kekerasan berbasis gender.
Di sini keterlibatan pihak akademisi untuk memastikan bahwa adanya pendekatan yang diambil pada langkah-langkah juga inovasi untuk penanganan kasus kekerasan berbasis gender ini berdasarkan pengetahuan akademisi dan penelitian mutakhir. Hal ini sangat diperlukan untuk menciptakan perubahan yang berkelanjutan dan berbasis bukti. Adanya konferensi ini diharapkan mampu mendorong dan mengeksplorasi solusi inovatif, berbagi pengalaman dan penelitian terbaru serta mengidentifikasi strategi yang efektif untuk pencegahan, penanganan, dan pemulihan kekerasan berbasis gender terhadap perempuan. Dan dari kami menyelenggarakan konferensi ini diharapkan dapat menyatukan berbagai pengalaman dan menciptakan kolaborasi untuk menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan se-Indonesia serta di bidang akademisi akan memudahkan bagi kami untuk proses pembelajaran.
Pada konferensi pers ini, Novitasari selaku perwakilan Forum Pengada Layanan turut menyampaikan rasa syukur atas terlaksanakannya Konferensi PDP ke-IV.
Bersyukurnya kita bersama dari tahun pertama sampai yang keempat ini, artinya temuan-temuan dari teman-teman pendamping yang selama ini mendapatkan ragam tantangan dengan situasinya Indonesia saat ini. Kemudian praktisi dan akademisi bertemu berharap bahwa dalam forum ini muncul pengetahuan-pengetahuan baru yang mungkin itu akan membantu kerja-kerja kami. Sebagai pendamping pun juga pengalaman-pengalaman dari pendamping juga akan mendukung kajian-kajian bagi para akademisi, sehingga ke depan mimpi kita bersama untuk upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan itu memang nyata ini diwujudkan oleh berbagai sektor.
Mia Siscawati selaku Ketua Program Studi Gender Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia sebagai salah satu penggagas konferensi ini bersama Komnas Perempuan, mengungkapkan pengetahuan sebagai hal penting yang tidak hanya didominasi perguruan tinggi.
Yang paling penting adalah kata pengetahuan, di mana sebelumnya kata pengetahuan itu selalu dikonotasikan, dihasilkan oleh akademisi, tapi sejak awal konferensi pengetahuan dari perempuan ini ingin merekognisi, mengakui, menghargai, bahkan kemudian merekam, dan menggunakan pengetahuan dari perempuan termasuk korban perempuan penyintas, perempuan pendamping, dan semua pihak bekerja untuk menangani, mengatasi, mencegah, maupun melakukan pemulihan terhadap korban kekerasan terhadap perempuan. Jadi, itu kata yang penting artinya itu tidak didominasi oleh perguruan tinggi. Satu ruang dialog percakapan supaya semua pengetahuan dimiliki oleh semua pihak tadi tidak hanya yang dari akademisi itu dilanjutkan lagi direkognisi direkam dan digunakan untuk kita semua memperbaiki upaya mencegah, menangani, dan memulihkan kekerasan berbasis gender. Saat ini betul-betul kita mungkin darurat kekerasan berbasis gender.
Diadakannya konferensi ini, terdapat berbagai respon positif yang diungkapkan. Seperti hal nya yang disampaikan Firda, seorang penyintas asal Bojonegoro yang sekaligus penyumbang beberapa lukisan pameran bertemakan kehidupan para penyintas, merasakan pengalaman seru bisa berkenalan dengan banyak orang dan dapat menyuarakan tujuannya.
“Pengalaman yang paling seru itu aku berkenalan dengan beberapa banyak orang. Terus tujuanku yang kedua itu juga menyuarakan ketidakadilan terhadap undang-undang kepada para pelaku pencabulan dan sebagainya. Saya sebagai penyintas miris sekali karena penyintas itu telah dibabat hancur-hancuran dari segi mental ataupun segi apapun sedangkan si pelaku meskipun sudah dipenjara tetapi dia masih seenaknya sendiri,” ungkap Firda.
Kesan senang juga dirasakan Women Ngalam Bergerak sebagai partisipan pameran yang mengaku senang bisa berpartisipasi di acara besar Komnas Perempuan. Adanya perwakilan dari Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dari United Nations (UN) Women yang akan hadir menjadi alasan perlu menonjolkan dan memberitahukan isu perihal perempuan yang sangat kompleks melalui partisipasi ini.
Upik selaku perwakilan dari Women Ngalam Bergerak menyampaikan perihal isu perempuan tidak hanya perempuan saja, tetapi juga mendapat dukungan dari laki-laki.
“Perihal isu perempuan itu gak cuma perempuan aja, tapi butuh dukungan dan dampingan oleh laki-laki. Makanya kenapa kami itu sangat senang sekali termasuk juga ada both renungan ini perihal tragedi kanjuruhan karena memang kami berharap disini kan yang menjadi korban juga anak-anak dan perempuan juga banyak sekali, kami berharap tragedi ini bisa menjadi hal yang cukup akan menjadi sorotan yang besar sekali selain menjadi sebuah perenungan, tapi juga harus diulik juga sampai tuntas,” ungkap Upik.
Berkaitan dengan tema inklusi pada konferensi ini, Upik berpendapat belum benar-benar dikatakan inklusi dikarenakan belum menembus semua lapisan masyarakat.
“Menurut saya belum benar-benar inklusi karena kalau kita ngomongin inklusi itu publik harus benar-benar masuk, masyarakat lapisan bawah akar rumput harusnya masuk. Tapi tidak banyak, ada tapi tidak banyak. Mungkin masih cukup, tapi belum sampai di kata yang benar-benar ‘oke ini udah inklusif’, menurut saya,” imbuh Upik.
Upik juga berharap semua akar rumput dapat lebih meramaikan dan bersatu saat acara besar seperti Konferensi PDP IV. “Partisipan rasanya seperti kurang ramai gitu. Kalau menurut kami sebagai kolektif, akar rumput seperti harus lebih bersatu lagi untuk ada di acara-acara besar seperti ini. Mengingat juga Komnas perempuan juga banyak sekali, dimana di sana mereka yang tergabung adalah orang-orang yang juga punya fokus yang sama dan keresahan yang sama di macam-macam lini,” tutup Upik.
Penulis: Hidayati Suprihatin
Editor: Wulan Suci