Aliansi Masyarakat Peduli HAM Refleksikan September Hitam

MALANG, Siarpersma (19/9) – Di bulan September, kumpulan berbagai peristiwa sejarah pelanggaran Hak Aksi Manusia (HAM) bertumpuk menjadi

Dokumentasi/LPM Siar

MALANG, Siarpersma (19/9) – Di bulan September, kumpulan berbagai peristiwa sejarah pelanggaran Hak Aksi Manusia (HAM) bertumpuk menjadi satu. Mulai dari pembantaian massal 1965, tragedi Tanjung Priok, tragedi Semanggi, hingga pembunuhan aktivis Munir dan Salim Kancil. Beragam persitiwa itu, sampai sekarang belum menemui titik terang. Artinya, upaya negara dalam menangani kasus HAM belum juga ada pembuktian.

Presiden Joko Widodo tidak menepati janjinya akan penyelesaian kasus HAM di masa lalu. Peristiwa-peristiwa September berdarah seperti  genosida 1965, Tanjung Priok 1984, Tragedi Semanggi 2, 15 Tahun Kematian Munir, dan juga pembunuhan Salim Kancil belum juga ditindak secara serius hingga saat ini. Masalah RUU KPK, RUU KUHP dan RUU lain yang dianggap tidak pro-rakyat, malah bermunculan.

Foto: Rizka/SIAR

Oleh karenanya, Aliansi Masyarakat Peduli HAM dan berbagai kalangan mahasiswa menggelar Aksi Kamisan di depan Kantor Balai Kota Malang. Mengangkat banner seruan ‘TolaK RKUHP, Sahkan RUU-PKS’ dan ‘Reformasi Dikorupsi,’ massa aksi mulai berorasi secara bergantian.

Muhammad Jamal, salah satu peserta aksi dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, ia menyadari jika berbagai reaksi publik bermunculan atas polemik tersebut. Jamal menyampaikan aspirasi dan keresahannya melalui pembacaan puisi karya WS Rendra berjudul ‘Sajak Sebatang Lisong’. Deklamasi puisinya membuat haru Balai Kota Malang. “Puisi adalah kesaksian realitas, marwah puisi bukan sebatas pada lembaran cetak usang. Ada yang lebih bisa dimaknai semestinya, yaitu kepekaan terhadap situasi dan kondisi sekitar, baik lingkup daerah atau nasional,” ungkapnya.

Disusul oleh Aula Izzah, yang tergabung dalam komunitas Resister Indonesia, ia mengaku sedih karena RUU-PKS tak kunjung disahkan. Ia menilai pemerintah malah membuat hukum yang semakin mendiskriminasi posisi perempuan. Ia berkisah tentang seorang gadis kecil yang mengalami pelecehan seksual oleh gurunya di sekolah dalam orasinya. “Tapi kemudian ternyata rokku yang tambah merah, rapotku tetap merah, rokku jadi tambah merah. Kehormatanku runtuh. Mana negara mana? Aku tidak lagi menjadi manusia.”

Foto: Rizka/SIAR

Sementara itu Gilang Alfarizqi, sebagai penanggung jawab aksi, mengatakan bahwa, “Aksi ini sebagai bentuk menyuarakan demokrasi. Kami juga sudah menyatakan sikap melalui rilis resmi dan disebar di sosial media.”

Masyarakat dan mahasiswa yang turut dalam Aksi Kamisan hampir menutup jalanan depan Balai Kota. Hal itu merupakan gambaran bahwa negara sedang tidak baik-baik saja. Begitu yang disampaikan oleh Abdurachman Sofyan, yang merupakan bagian dari Aliansi Masyarakat Peduli HAM. “Aksi Kamisan kali ini adalah Kamisan dengan jumlah massa aksi terbanyak,” terang Sofyan dalam orasinya.

Salah satu peserta aksi, Muhammad Alfarizi, mahasiswa Universitas Negeri Malang, berharap semoga pemerintah lebih serius dalam menanggapi kasus pelanggaran HAM dan bisa mendiskusikannya dengan baik-baik. “RUU KPK, RUU KUHP, dan lain-lainnya tidak berpihak kepada rakyat, malah berpihak kepada birokrat. Saya sangat antusias untuk aksi ini yang datang seluruh lapisan masyarakat yang peduli pada negeri yang sekarat,” ujar pemuda yang akrab disapa Alfa itu.

Sebagai bentuk ketidaksetujuan dengan kesewenang-wenangan pemerintah mengenai RUU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Sumber Daya Air, RUU PKS, hingga kasus kebakaran hutan dan lahan serta kasus rasialisme rakyat Papua.

Foto: Rizka/SIAR

Maka, Aliansi Masyarakat Peduli HAM dalam Aksi Kamisan tersebut  mendesak pemerintah untuk:

1. Tuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, senyata-nyatanya tanpa kebohongan dan kepalsuan.

2. Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

3. Tolak Revisi KUHP di Sidang Paripurna DPR.

4. Berikan perlindungan terhadap ruang privat dan cegah kriminalisasi terhadap perempuan.

5. Berikan perlindungan kepada anak-anak dari standar moral yang irasional.

6. Hentikan kriminalisasi aktivis papua dan bebaskan tanpa syarat.

7. Hentikan pengalihfungsian hutan untuk kepentingan korporasi.

8. Hentikan segala bentuk tindakan rasisme.

Pewarta: Ahmad Kevin Alfirdaus, Widhi ‘Juang’ Hidayat

Penyunting: Rizka Ayu Kartini

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA