Surabaya (20/2) Tepat pada pukul 12.00 WIB Warga Banyuwangi dan saudara-saudari solidaritas melakukan aksi di depan Kantor Gubernur Jawa Timur yang terletak di Jl. Pahlawan No. 110, Alun-alun Contong, Kecamatan. Bubutan, Kota Surabaya. Tujuan dari aksi tersebut adalah untuk meminta Gubernur Jawa Timur mencabut izin usaha pertambangan PT. Bumi Sukses Indo (BSI) dan PT. Damai Sukses Indo (DSI) di Banyuwangi. Kedua PT. tersebut merupakan perusahaan pertambangan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) pada tanggal 9 Juli 2012 berdasarkan Keputusan Bupati Banyuwangi No. 188/547/KEP/429.011/2012.
Dalam aksi tersebut, masa aksi membawa dua tuntutan. Tuntutan yang pertama untuk mendesak Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa agar mencabut perijinan pertambangan PT. BSI dan PT. DSI guna terciptanya keselamatan yang berkelanjutan, serta pemulihan lingkungan dan ruang hidup warga Sumberagung dan sekitarnya. Kemudian tuntutan yang kedua untuk mendesak Gubernur Jawa Timur agar memulihkan kawasan yang telah rusak di Tumpang Pitu.
Aini, salah satu Warga Banyuwangi yang mengikuti aksi mengatakan bahwa pihak PT. tidak datang pada saat sidang gugatan yang dilaksanakan pada tanggal 19 Januari, dan 19 Februari 2020. “Saya kemarin didampingi LBH dan WALHI akan mempertemukan warga dengan pihak PT guna mengetahui izin usaha pertambangan tersebut sebenarnya seperti apa. Namun pihak PT sendiri tidak datang di dua kali sidang gugatan warga tersebut,” ujarnya
Berdasarkan keterangan Dhayat, selaku korlap aksi, sejak tahun 2012 PT BSI dan PT DSI mendapatkan izin dari Bupati Banyuwangi berupa izin eksplorasi dan eksploitasi. Kemudian, mulai tahun 2020 izin tersebut meliputi Tumpang Pitu dan Gunung Salakan yang luasnya 4.998 hektar. “Mereka sedang menggarap Gunung Tumpang Pitu yang sudah kelihatan rusak sekali, lalu mereka tahun ini mau menggarap Gunung salakan juga. Maka dari itu kami bersama warga mendirikan tenda di pintu masuk Gunung Salakan untuk penjagaan,” jelas Dhayat. Ia juga menambahkan bahwa untuk sementara waktu pihak PT tidak bisa masuk, karena warga masih berjaga. “Intinya, kita tidak mau Gunung Salakan ditambang lagi,” tegasnya.
Selain merusak gunung, Dhayat juga mengatakan bahwa pada tahun 2015 pernah terjadi banjir lumpur dari perusahaan tersebut yang berakibat menutupi lahan-lahan warga di sekitar perusahaan. Tak hanya itu, dampak dari pertambangan juga mencemari pesisir laut. Dikutip dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Banyuwangi, terjadi penurunan produksi tangkap ikan perairan laut dan umum di Kecamatan Pesanggaran. Sepanjang 2014, total produksi tangkap laut dan perairan umum mencapai 18.317,12 ton. Jumlah ini turun sepanjang 2015 menjadi 11.432,96 ton. “Lingkungan desa dan perikanan menjadi rusak, sumberdaya bagi masyarakat sendiri berkurang,” ujar Aini, salah satu masa aksi. Ia menambahkan bahwa beberapa nelayan di seputaran pantai mengaku sulit mendapatkan ikan. “Hasil tidak tentu. Beberapa jenis ikan pada musim tertentu masih bisa dijumpai, namun tak sebanyak dulu,” tambah Aini
Penulis: Andi Amin Waine
Penyunting: Dina Zahrotul Aisyi