Malang – Jum’at (25/3), sebanyak 65 buah mainan berbahan dasar resin berjajar rapi di atas meja pameran Biusiklus Toys Exhibition. Mainan yang seluruhnya kompak berbentuk kura-kura dengan berbagai gaya tersebut adalah hasil utak-atik dari tangan-tangan seniman di Malang. Pameran itu digelar di Timeo Convention Hall, Jalan Perum Bukit Cemara Tujuh, Mulyoagung, Kota Malang.
Biusiklus Toys Exhibition yang digelar oleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Sanggar Minat (Samin) Universitas Negeri Malang (UM) merupakan puncak acara dari workshop kolaborasi bersama Psychedelic Studio sejak Februari lalu. Tak hanya menyuguhkan karya para seniman, pameran yang digelar selama 3 hari terhitung 25–27 Maret itu juga mengadakan bincang seni dan Sketch Jamming.
“Ini (pameran) adalah rangkaian terakhir dari 3 acara, yaitu pertama, kami mengadakan webinar, kemudian workshop, dan yang terakhir adalah pameran hasil karya dari workshop tersebut.” kata Vanesa selaku Ketua Pelaksana
Di workshop yang telah digelar sebelumnya, anggota UKM Samin mempelajari pembuatan mainan berbahan resin, zat yang berasal dari getah pohon. Setelah memperbanyak jumlah mainan, mereka kemudian membagikan mainan tersebut kepada seniman-seniman yang ada di Malang. Para seniman lantas merespon dengan memodifikasi mainan tersebut sesuai gaya mereka masing-masing.
Selain terbuat dari resin, 65 mainan yang dipajang tersebut juga memiliki kesamaan bentuk dasar, yakni karakter kura-kura yang berdiri dengan merentangkan kedua lengannya. Karakter kura-kura tersebut sekaligus menjadi maskot pameran yang diberi nama Foo.
“Karena kura-kura itu sendiri hidupnya ratusan tahun. Nah, dia itu kayak mengamati dari generasi ke generasi. Karena judul (pameran) kita Biusiklus … kayak membius sebuah siklus. Siklusnya itu sendiri seperti siklus yang saling membandingkan antar-generasi. Seperti dulu di jamanku itu kayak gini,” tambah Vanesa.
Terlepas dari kesamaan bahan dan bentuk dasar, masing-masing mainan memiliki perbedaan warna, pakaian, hingga aksesoris. Beberapa mainan merepresentasikan karakter-karakter populer seperti superhero, kartun, dan sebagainya.
Salah seorang seniman yang merespon dengan cara unik adalah Edo. Ia menggabungkan mainan resin tersebut dengan barang bekas yang ia dapatkan dari Pasar Comboran, seperti besi, rantai, dan klaker. Tampak mainan Foo karyanya “terbang” dengan ditopang rantai bekas yang dipasang menggunakan teknik las.
“Jadi besi-besi, rantai, klaker, dan semacamnya ku-las. Ya gimana caranya biar lebih artistik. Pengen karyaku dilihat, meski dengan bentuk yang sama (dengan yang lain). Biar dilihat orang, aku naikin biar beda. Ini caranya pakai las, disambung-sambung,” jelas seniman yang juga alumni UKM Samin tersebut.
Edo memberi nama karyanya dengan judul Rafathar Aang. Ia terinspirasi dari karakter utama dalam kartun Avatar: The Legend of Aang. Menurutnya, Aang adalah seorang pengadil atau penengah yang bisa mengendalikan apa pun. Edo juga memelesetkan nama Avatar Aang menjadi Rafathar Aang. Di samping humor, hal tersebut baginya juga merupakan perwujudan dari kebebasan berkreativitas.
Lebih lanjut, Edo mengapresiasi terselenggaranya Biusiklus Toys Exhibition yang ia nilai sebagai sesuatu yang baru, khususnya di Malang. “Di Malang sepertinya baru ini pameran toys. Biasanya kan pameran seni rupa isinya lukisan dan patung, tapi (pameran) bertemakan toys itu jarang. Kayaknya baru ini. Dulu itu workshop. Dari workshop terus direspon untuk (jadi) pameran.” ungkapnya.
Perbedaan detail gaya pada tiap-tiap mainan, bagi Edo juga merupakan representasi dari kisah-kisah yang ingin disampaikan seniman. “Tiap senimannya merespon benda ini (mainan), seniman itu mempunyai cerita apa. Mau cerita apa, dibentuk seperti ini-itu. Jadi semuanya kan beda-beda, punya kisahnya sendiri-sendiri.” tambah Edo.
p
Reporter: Delta Nishfu Aditama
Penyunting: Avif Nur Aida