Malang — Kamis (22/4), beberapa jam menjelang berbuka puasa di bulan Ramadan, tampak para pedagang kaki lima (PKL) berjejer menjajakan dagangannya di sepanjang Jalan Surabaya, khususnya area gerbang selatan Universitas Negeri Malang (UM). Bermacam-macam makanan dan minuman dijual di area tersebut. Orang-orang menyebutnya takjil. Kata takjil sendiri berasal dari bahasa Arab yang bermakna menyegerakan (dalam berbuka puasa). Jika waktu berbuka puasa hampir tiba, tidak sedikit orang yang sengaja datang ke area tersebut untuk membeli takjil.
Di masa pandemi ini, para PKL diberikan pengarahan terkait protokol kesehatan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak); pembenahan lokasi di atas trotoar; serta pengetatan dalam hal kebersihan. Terkait tiga hal tersebut, pihak kecamatan telah memberikan sosialisasi terlebih dahulu kepada para PKL. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) juga kerap melakukan razia lapangan untuk mengingatkan para PKL dan para pembeli agar selalu menerapkan protokol kesehatan, khususnya dalam penggunaan masker. “Tiap hari ada Satpol PP yang memantau siapa saja yang tidak menggunakan masker,” ujar Ibu Balqis, pemilik lapak Dhum Dhum Authentic Thai Tea.
Terkait dengan kebersihan lingkungan, hal tersebut tidak hanya dibebankan kepada para PKL saja, tetapi juga para pembeli dan masyarakat sekitar. “Sampah bisa dibawa sendiri (oleh para PKL). Selain kami (para PKL), ada juga yang mengoordinasi sampah-sampah. Biasanya ditarik uang lima ribu untuk kebersihan,” ujar Ibu Afi, pemilik lapak Pencil (Pentol Cilik) Jeng Kitat.
Terkait keberadaan para pedagang takjil, Gabriella, mahasiswa Biologi UM menuturkan bahwa hal tersebut bermanfaat sekaligus merugikan. “Ada dua sisi, sih. Buat anak kos memang memudahkan untuk membeli sesuatu, tapi kalau untuk umum, jelas mengganggu karena jalanan jadi sempit,” terangnya. Berbeda lagi menurut Dika, mahasiwa Teknik Mesin UM. Dirinya mengatakan bahwa keberadaan para PKL tidak mengganggu. “Menurut saya nggak mengganggu, karena peletakannya (PKL) di atas trotoar,” ujarnya.
Sebelum Ramadan, Jalan Surabaya memang kerap diramaikan oleh para PKL. Untuk mengantisipasi lonjakan keramaian di bulan Ramadan yang berpotensi menimbulkan kemacetan serta mengganggu para pengendara, Satpol PP mengimbau agar para PKL berjualan di atas trotoar agar tidak memakan badan jalan. Namun, kebijakan ini juga berpengaruh terhadap kenyamanan para pejalan kaki di trotoar. Jika kondisi sedang ramai, para pembeli yang lalu-lalang di tepi jalan raya pada akhirnya juga menyebabkan jalanan menjadi sempit.
Salah satu satpam UM yang biasa bertugas di gerbang selatan mengungkapkan, karena para PKL tersebut berada di area pintu masuk UM, pihak kecamatan telah meminta izin kepada pihak rektorat, dan hal ini memang diizinkan sejak dulu. Meski begitu, ia mengatakan bahwa UM tidak bertanggung jawab atas para PKL tersebut, karena pihak kecamatanlah yang berwenang. (smi//shf//yus)