Dolly Riwayatmu Kini

Gang Dolly, apa yang muncul dalam benak Anda jika mendengar tempat tersebut? Tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara yang

Dokumentasi/LPM Siar

Gang Dolly, apa yang muncul dalam benak Anda jika mendengar tempat tersebut? Tempat prostitusi terbesar se-Asia Tenggara yang sudah ditutup oleh Tri Rismaharini, Walikota Surabaya pada pertengahan tahun 2013 ini memang sudah fenomenal sejak zaman Kolonial di Indonesia. Bambang, ketua RW 6 mengatakan bahwa Pekerja Seks Komersial (PSK) Gang Dolly pada saat masih beroperasi dulu, jumlahya mencapai ribuan.

Menurut sejarahnya, Dolly adalah nama dari salah satu mantan PSK pada zaman kolonial yang sangat terkenal. Kemudian, Tante Dolly yang dulu bermukim di Kembang Kuning pindah dari daerah tersebut dan akhirnya membangun wisma yang sebelumnya adalah Kuburan Cina untuk disewakan sebagai tempat bordil. Seperti dilansir dari nationalgeographic.co.id, Tante Dolly membangun empat wisma yang diberi nama Istana Remaja, Mamamia, Nirmala, dan Wisma Tentrem. Sampai kini sudah berdiri kurang lebih dua puluhan wisma di sepanjang Gang Dolly.

Melalui perkembangan wisma tersebutlah Gang Dolly menjadi tersohor, banyak tamu yang berdatangan untuk menikmati wisata bordil yang terkenal ramah. Banyak warga yang tinggal disekitar Gang Dolly memanfaatkan dengan baik kesempatan untuk membangun usahanya, baik di bidang jasa menyewakan kos maupun usaha warung makan.

PSK di Gang Dolly berasal dari berbagai daerah dan mereka mempunyai berbagai alasan untuk bekerja sebagai penyedia jasa esek-esek. Alasan tersebut mulai dari memang karena desakan ekomoni hingga hobi. Bambang mengungkapkan, mereka yang ingin menjadi PSK harus menandatangani surat pernyataan, selain itu juga ada persyaratan, yaitu harus di atas umur 21 tahun. “Kalau pun ada pelanggaran wismanya bakalan ditutup oleh pemerintah,” tutur Ketua RW 6 tersebut.

Dolly sebelumnya diketahui berdiri secara terselubung. Akhirnya karena wilayah tersebut menjamur, Pemerintah Kota (Pemkot) mengelolanya agar lebih terstruktur. “Seharusnya orang yang keluar masuk Dolly harus ada datanya dan aparat harus tahu,” tambah Bambang.

Budi, Perlindungan Masyarakat (Linmas) Gang Dolly mengatakan bahwa tarif harga di salah satu wisma terkenal yang ada, yaitu Barbara berkisar sekitar 120-125 ribu sedangkan wisma-wisma yang lebih kecil biasanya berkisar 90ribu.

Kini semenjak penutupan Gang Dolly, Pemkot Surabaya menyulapnya menjadi lingkungan yang ramah. Sebagai upaya untuk menghapus kesan-kesan negatif, Pemkot Surabaya mengusahakan berbagai kegiatan positif di daerah tersebut, misalnya Dolly Festival, senam setiap pagi, penyuluhan kesehatan sampai dengan perataan dua wisma yang berada di barat yang diubah menjadi taman sehingga dapat dinikmati warga untuk bermain atau berolahraga. Di samping itu, wisma terbesar yang berada tepat di tengah Gang Dolly, yaitu Wisma Barbara kini disulap menjadi tempat produksi batik dan sepatu.

Budi yang juga berjaga di gedung barbara menjelaskan wisma- wisma yang dulunya dipakai sebagai tempat prostitusi kini telah beralih fungsi. “Sekarang di gedung ini sudah los semuanya sampai lantai 6, dulunya ada kamar-kamar, tapi sekarang sudah los semuanya semenjak ditutup. Lantai 2 dipakai untuk usaha batik, lantai 1 disamping ini dipakai untuk usaha sepatu.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA