(Malang, SIAR) – Pameran Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan yang berlokasi di Galeri Seni Rupa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya (FIB UB) resmi dibuka pada Senin (25/09/23). Pameran yang hadir sebagai hasil dari kolaborasi antara Aksi Kamisan Malang, Badan Eksekutif Mahasiswa FIB UB, Eksekutif Mahasiswa (EM) UB, dan Himpunan Mahasiswa Prodi Seni Rupa UB ini merupakan bentuk upaya merawat ingatan atas terjadinya Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 silam.
Eksibisi seni sebagai simbol peringatan satu tahun Tragedi Kanjuruhan ini mengusung tema “Pameran Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan: Menolak Lupa dan Merawat Ingatan” dengan dilatarbelakangi oleh mulai redupnya ingatan terhadap Tragedi Kanjuruhan yang telah memakan banyak korban jiwa.
Pameran dilaksanakan selama lima hari dan dilengkapi dengan ruang diskusi publik pada Jumat (29/09/23) sekitar pukul 18.00 WIB. Diskusi publik disiapkan sebagai ruang bicara beberapa tokoh seperti dosen Antropologi, keluarga korban, dan Pak Midun, tokoh yang jauh-jauh mengayuh sepeda dari Malang hingga Jakarta untuk menyuarakan keadilan.
Baca juga : Aksi Kamisan, Keluarga Korban Respon Renovasi Stadion Kanjuruhan dan Pemberhentian Laporan Model B
Terpantau ada berbagai karya yang dimuat dalam pameran ini, di antaranya adalah puisi, berita, kliping koran, lukisan, poster, gambar pena, dan lainnya. Karya-karya tersebut berasal dari submisi mahasiswa UB, pendukung sepak bola, pecinta grafis, fotografer, dan wartawan. Tentunya, karya yang dipamerkan telah melalui proses kurasi terlebih dahulu.
Muhammad Rafi, selaku Komite Aksi Kamisan Malang mengungkapkan bahwa proses kurasi sendiri dilakukan oleh para mahasiswa seni rupa UB. “Yang submit (karya) sekitar 80-an, yang terpilih cuma 40-an hampir 50,” ungkap Rafi.
Beny Ramdhani, seorang mahasiswa program studi Seni Rupa UB, adalah salah satu seniman yang berhasil lolos proses kurasi dengan karya kolasenya. Kolase itu memuat berbagai potongan berita mengenai Tragedi Kanjuruhan dilumuri cipratan cat yang berwarna merah. Ia menjelaskan bahwa kumpulan potongan berita tersebut adalah perlambangan besarnya tragedi yang terjadi, sedangkan percikan cat merah melambangkan darah teman-teman Aremania yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Ia juga menuliskan sebuah kalimat pada karyanya sebagai penjelas makna karya kolasenya.
“Nah untuk kata-kata ‘Dari Manusia untuk Manusia’ artinya kita sebagai manusia juga harus memanusiakan manusia itu sendiri karena manusia adalah makhluk sosial. Aku juga sebagai korban selamat Tragedi Kanjuruhan ini, jadi aku tahu keadaan stadion itu seperti apa waktu tragedi terjadi,” jelasnya.
Tak berhenti di situ, Beny pun mengungkapkan juga hal yang mendasarinya untuk mengikutsertakan karya kolase pada pameran Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan ini. Selain karena ia adalah salah satu korban yang selamat dari tragedi itu, ia juga ingin mengenang temannya yang meninggal dalam tragedi tersebut.
“Yang pertama tadi mungkin karena aku juga sebagai korban selamat. Aku juga punya teman yang jadi korban tragedi Kanjuruhan ini yang meninggal dunia. Akhirnya aku memiliki keinginan untuk mengikuti kegiatan pameran ini untuk setidaknya mengenang temanku yang meninggal itu,” jelas Beny.
Melalui hadirnya pameran ini, Rafi dan Beny memiliki harapan yang sama, tak lain adalah agar ingatan pengunjung yang mulai redup mengenai Tragedi Kanjuruhan kembali menyala. “Harapan kami sederhana untuk para pengunjung agar terbuka ingatannya tentang tragedi kelam satu tahun yang lalu. Tentunya harapan kami yaitu pameran ini dapat menjadi nyala lilin yang berisi ingatan yang menyala, menjadi cahaya di tengah gelapnya politik pelupaan,” jelas Rafi.
Penulis: Eka Safitri
Editor: Gloria Siwi
Gambar : Shofi