Malang (28/3) – Kamis sore, hujan deras mengguyur Kota Malang namun hal itu tak menyurutkan semangat mahasiswa dalam Aksi Kamisan di depan Balai Kota.
Aksi Kamisan yang digelar menjadi bentuk solidaritas dan tuntutan atas kasus yang menimpa Lembaga Pers mahasiswa (LPM) Suara Universitas Sumatera Utara (USU). Pemecatan yang dilakukan Rektor USU kepada seluruh Pengurus LPM Suara USU merupakan bentuk pembatasan ruang berekspresi dalam mimbar akademis. Hal itu menjadi isu utama yang diusung dalam aksi tersebut.
Urgensi kebebasan berekspresi bagi mahasiswa, khususnya mereka yang tergabung dalam pers bukanlah hal yang baru. Setelah kasus yang menimpa salah satu reporter Balairung Universitas Gajah Mada (UGM), kini kita dihadapkan dengan tindakan represif baru yang menimpa Yael Stefany, Pemimpin Umum LPM Suara USU.
Demi mencegah agar kasus serupa tak terus berlanjut maka Komite Aksi Kamisan Kota Malang menyatakan sikap:
1. Mendesak birokrat perguruan tinggi untuk membuka dan mengusut tuntas kasus-kasus seputar kebebasan mimbar akademik maupun Hak Asasi Manusia.
2. Mendesak Kementerian, Riset, Teknologi dan Informasi (Kemenristekdikti) untuk menangani kasus-kasus perguruan tinggi seperti keterbukaan informasi, kebebasan berekspresi, kekerasan seksual, persekusi, dan lain-lain.
3. Mengajak seluruh masyarakat yang peduli pada kebebasan mimbar akademik untuk berhimpun dan bergerak bersama.
Koordinator Lapangan Aksi Kamisan, Pramana Jati Pamungkas menyatakan, “Aksi ini ada karena keresahan para mahasiswa yang melihat mimbar akademik di USU sudah cacat hanya karena cerpen, meski isi cerpen itu bisa di perdebatkan.” Ia juga menyesalkan keputusan rektor yang sewenang-wenang memecat 18 anggota persma melalui regulasi yang tidak jelas.
Di Malang sendiri pernah terjadi hal serupa yaitu di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim saat mahasiswa meminta transparansi dana malah mendapat ancaman drop out dan dibubarkan aksinya.
Sementara itu, Wahyu Agung Prasetyo, Koordinator Aksi Kamisan Kota Malang saat ditanya perihal tindakan rektor yang menimpa LPM USU menyatakan bahwa seharusnya kampus harus memberikan cara-cara akademik dengan mempertemukan pihak-pihak dalam ruang diskusi dalam persoalan tersebut, terlepas dari permasalahan pro dan kontra LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) yang dimuat dalam cerpennya.
Dalam rinai hujan, di bawah naungan payung hitam, mahasiswa yang tergabung sebagai peserta Aksi Kamisan itu pun menanti dan membangun harapan demi hak yang akan selalu mereka perjuangkan, yaitu kebebasan. (wht//rzk)