Perihal Kehilangan Helm, Kita Semua Biasa

Pada hari pertama Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2019, Siar mendapati keluhan terkait pungutan ‘liar’ di

Dokumentasi/LPM Siar

Pada hari pertama Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2019, Siar mendapati keluhan terkait pungutan ‘liar’ di parkiran Blok L (Fakultas Ilmu Keolahragaan). Diantara keluhan tersebut, banyak yang merasa dirugikan dan kembali mempertanyakan hak mahasiswa terkait sarana umum di Universitas Negeri Malang (UM).

Saya pikir, ahh biarkan saja. Lagipula, bukankah akan ada imbalan yang setimpal ketika kita membayarkan uang seharga-sebiji-pentol-bakso-Ambarawa itu pada satpam? Yaitu, kendaraan dan helm yang terjamin keamanannya. Namun pernyataan ‘sok cuek’ saya justru memicu konflik tersendiri dalam internal organisasi.

“Loh, gak bisa gitu dong Risa! Kalau nurut sama Peraturan Rektor UM Nomor 3 Tahun 2017, di sana sudah jelas kalau parkir di kampus tidak dipungut biaya. Apalagi saya ini mahasiswa UM, punya KTM. Gak bisa lah hak saya dikebiri,” protes salah satu rekan saya, sebut saja Rais.

Kalau sudah bawa-bawa peraturan dari orang ‘besar’ di kampus ini, bisa apa? Namun saya harus tetap menjawab argumen tersebut dengan melihat sisi humanisnya. Saya jawab saja, “Itu adalah kesempatan ekonomi. Saya pribadi gak bisa menghalangi orang untuk mencari rezeki.” Saya menyemburkan kata-kata yang membuat teman diskusi saya itu tambah kesal. Yah, saya sadar bahwa saya asal bunyi saja.

Selang waktu berlalu, saya dan Rais sudah melewatkan banyak perdebatan tanpa ujung. Bertambahlah laporan ketidaknyamanan mahasiswa (terkhusus Mahasiswa Baru), yang mengisi dinding tugas kami kembali. Yakni, keluhan akan kehilangan helm. Aduh masalah tok UM iki. Memang bukan masalah baru, tapi bagi mahasiswa baru, mereka berhak tahu.

Pada hari-hari yang santuy, karena perkuliahan minggu pertama saya ditinggalkan dosen ke luar kota, saya memutuskan untuk ambil waktu rebahan di Balai Penulis Muda UKM Penulis. Ada Rais di sana. Untungnya ia tengah disibukkan dengan LPJ. Saya pun mulai menenggelamkan diri dalam lini masa aplikasi burung biru.

Sebagai aktivis Twitter tingkat universitas, tentu saja saya mencari banyak isu keluhan mahasiswa melalui akun Twitter saya. Salah satunya dari akun autobase yang cukup populer di kalangan mahasiswa UM. Dalam salah satu postingannya, anonim yang biasa disebut sender mengimbau mahasiswa lain untuk berhati-hati dalam menaruh helm di lahan Parkir D9, karena tidak terjamin keamanannya. Tentu saja hal itu menggugah saya kembali. Saya dan kawan-kawan di Litbang Siar kebetulan baru menuntaskan riset data terkait kehilangan helm di UM.

Infografis: Hilwa/Siar

Dari Mereka yang Sambat

Kisah dan imbauan yang tersebar di Twitter itu benar adanya terjadi pada Farikh Abdul Aziz, mahasiswa Desain Komunikasi Visual. Pada hari Jum’at (23/8), ia memarkirkan motornya di Parkiran Fakultas Sastra/D9 alias Parkiran Blok H. Merasa lelah karena kuliah yang padat, konflik mulai didapatinya setelah sadar bahwa helmnya hilang. “Seketika itu saya kaget melihat helm saya gak ada. Lalu saya mencoba menelpon teman saya yang di kontrakan, mungkin ada yang membawa helm saya. Ternyata tidak ada yang membawa. Saya langsung inisiatif melapor ke satpam,” terangnya.

“Mungkin dibawa teman sampean,” Farikh menirukan gaya satpam bicara. Farikh mengaku jika sudah banyak kasus kehilangan di parkiran D9, dan berharap jika kasus serupa tidak terjadi lagi. “Sudah terjadi setiap angkatan tahun-tahun lalu. Karena ada banyak teman saya yang menjadi korban kehilangan,” tuturnya.

Kedua, Wahyu Khoirul Dias, kali ini di Parkiran Fakultas Ekonomi UM. Ia berkisah, “Jadi pada suatu hari aku kuliah. Lalu berhubung hujan yang sangat deras aku menunggu hingga reda. Akhirnya hujan reda, sekitar jam 8 malam ku pastikan tidak hujan. Lalu aku pulang dan menuju parkiran. Saat jalan di parkiran cukup sepi dan waktu menuju ke motorku, temanku berkata, ‘Helm-mu nandi?’ Aku terkejut dan ku berlari sekencang-kencangnya menuju motor. Benar saja, ternyata helmku hilang! Aku berniat melapor ke satpam tapi males karna gak bakal bisa kembali. Jadi ya sudah deh. Tapi besoknya aku survei helm dan benar saja, aku menemukan helmku tapi gak ku ambil.”

“Di FE sendiri, banyak juga yang menjadi korban. Kurangnya pengawasan oleh pihak universitas dan satpam, lalu kurangnya efisiensi penempatannya seperti CCTV, dan alat pendukung lainnya,” tambahnya. 

Ketiga, ini mungkin lebih parah lagi. Entah sifat emosional, atau memang kehilangan membuat amarah melebur begitu besar. Mahasiswa Fakultas Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam bernama Badrul Munir. Ia berkisah soal sepeda onthel-nya yang diparkir di FMIPA hilang tak berbekas. Ia juga tak mendapatkan respon yang baik dari petugas keamanan setempat saat melapor. Pemuda itu mengaku terbawa emosi duluan jika menanyakan barangnya yang hilang ke petugas keamanan.

“Ketika itu saya tanyakan ke Pak Satpam, bahwa sepeda saya tidak ada di tempatnya. Tapi apa yang saya terima? Bukan jalan keluar ataupun penyelesaian masalah, melainkan bentakan,” katanya. Ia sembari menirukan gaya bicara satpam, “Maeng dekek endi!! Sepeda e dikunci opo ora!”

Badrul yang terlanjur emosi pun tidak segan untuk memarahi balik, meski telampau usia yang begitu jauh. “Lek gaiso ngewangi mending menengo ae Pak.

Alih-alih berujung baik, nasib nahas kembali menimpa Badrul. Ia kembali menelan pil pahit, yaitu kehilangan helm. Ia yang sudah pernah mengalami hal serupa memilih untuk tidak bikin gaduh dengan petugas keamanan.

“Rekomendasi saya sih, seharusnya di gedung itu terdapat tempat helm yang memungkinkan mahasiswa yang sedang kuliah dapat menaruh helm dengan aman. Karena bisa dilihat, jika helm ditaruh di parkiran (di atas motor begitu saja) jika ada apa-apa ya semua pihak jadi lepas tangan,” pungkasnya.

Dari Para Petugas Keamanan

Sebelumnya, Litbang LPM Siar sudah melakukan riset “Kehilangan Helm” pada tanggal 18 Maret sampai 27 Juli 2019 dengan 141 kuisioner yang terisi. Hasilnya, terdapat 61,9 persen tercatat mahasiswa pernah mengalami kehilangan helm. 

Infografis: Hilwa/Siar

Bahkan, Siti Mustagfiroh yang dari Fakultas Ekonomi (terpaksa) mengaku ikhlas meski sudah 2 kali mengalami kehilangan helm. Sama halnya, ia berharap perlunya CCTV dan pengamanan lebih lainnya. “Kurang adanya dukungan dari fakultas dan univ dalam memberikan CCTV,” tandas Siti.

Namun, perkara kehilangan pasti akan selalu ada dalam hal apapun. Saat itu pula reporter LPM Siar pada (27/8) mengunjungi Pos Satpam Pusat. Lalu diarahkan ke Pos Satpam Gerbang Semarang. Alhasil, Pak Ikhtiar selaku Satpam yang berjaga di sana menjelaskan hal itu sering terjadi. Ia juga mengaku jika sangat sulit mendeteksi pelaku  pencurian helm karena lingkupnya cukup luas. Selain itu pelakunya beragam. Katanya, mencurigai mahasiswa sendiri juga kan sulit. Begitu pula menambah kekuatan (internal petugas keamanan) yang terbatas ini, mustahil untuk dilakukan.

“Kami ingatkan sejak dulu untuk kunci ganda baik motor dan helm. Karena sebenarnya kerja kita sudah maksimal. Tapi ya namanya manusia pasti ya ada kurangnya, ada lebihnya. Lalu, jika mahasiswa menuntut ganti rugi, mau pakai uangnya siapa?” ujarnya.

Afif Yuhal, Satpam yang berhasil reporter Siar mintai keterangan juga mengingatkan, “Untuk Mahasiswa, mohon untuk saling kerjasama (dengan kami). Bila helmnya bagus diamankan. Kalau di parkiran ada penitipan ya dititipkan,” pungkasnya.

Kehilangan Helm, Tanggung Jawab Siapa?

Ketika kehilangan helm, sambatan dan laporan, bahkan kutukan, tak pelak melayang pada petugas keamanan atau satpam. Sementara pihak satpam sudah merasa melakukan kerja paling maksimal demi menjaga keamanan bersama. Mahasiswa pun tak segan memberikan penilaian bahwa satpam telah lalai dalam menjalankan tugasnya.

Penyataan Rais di atas yang menyinggung perihal Peraturan Rektor, membuat saya membuka kembali 6 lembar tersebut. Peraturan tersebut mengupas tentang pengaturan gerbang keluar-masuk, tertib berlalu lintas, dan sistem parkir kendaraan di UM.

Pada Bab VI Tata Tertib Pengguna Kendaraan, Pasal 7 ayat 3 poin b tertulis bahwa pengguna kendaraan di tempat parkir wajib (untuk) tidak meninggalkan barang berharga di kendaraan.

Arti dari barang berharga menurut kamus KBBI daring adalah barang yang tinggi nilainya dan mahal harganya. Apabila menyangkut nilai dan harga, adakah parameter khusus dan angka pasnya bagi barang? Apabila ada ya mungkin bisa dalam bentuk rupiah. Namun bagaimana suatu barang dapat dianggap berharga atau tidak berharga? Bukankah penyebutan barang berharga itu relatif dan dapat berbeda-beda bagi tiap orang?

Helm bisa jadi adalah barang berhara mengingat kisaran harganya dalam rupiah itu beragam. Lantas, apakah semua mahasiswa yang memarkir kendaraannya harus membawa helmnya itu kemana pun ia pergi? Atau kalau perlu dipakai terus saja di kepala? Sudah mirip astronout saja ya.

Beralih ke Bab IX tentang Ganti Rugi, pada pasal 10 tertulis bahwa, petugas keamanan dan universitas tidak bertanggung jawab atas a) kehilangan kendaraan; b) kerusakan kendaraan baik yang disebabkan oleh manusia ataupun faktor alam; dan c) kehilangan barang milik pengguna kendaraan.

Hm, tak salah apabila kemudian para satpam langsung mangkir dari tanggung jawab soal kehilangan helm, karena itu memang bukan ranah tanggung jawabnya. Iya, mereka hanya sedang mematuhi dan menjalankan peraturan dari rektor lho, guys.

Lantas tanggung jawab seperti apa yang diemban oleh para petugas keamanan di kampus UM? Kembali ke Bab VII, Tugas dan Kewajiban Petugas. Tugas dan kewajiban terbagi pada dua area, pada pintu gerbang dan pada tempat parkir. Pada area gerbang kampus, petugas harus memeriksa STNK asli kendaraan yang keluar dari wilayah kampus UM. Juga memberikan pelayanan prima pada pengguna kendaraan masuk-keluar kampus UM.

Sedangkan bagi petugas di tempat parkir, petugas harus mengatur, menertibkan, dan mengawasi sekaligus menjaga keamanan kendaraan yang diparkir. Serta memberikan pelayanan prima kepada pengguna kendaraan yang parkir di tempat parkir.

Pelayanan prima dalam Bahasa Inggris adalah Excellent Service. Pelayanan prima adalah suatu pola layanan terbaik yang mengutamakan kepedulian dan kepuasaan pelanggan. Anggaplah di sini mahasiswa atau seluruh warga UM adalah pelanggan yang memakai jasa dari para petugas keamanan.

Infografis: Hilwa/Siar

Sederhananya, Universitas Ciputra telah mendefinisikan perihal pelayanan prima dalam laman resminya. Pada bidang usaha jasa transportasi angkutan penumpang, mungkin pengusahanya mendefinisikan layanan prima sebagai pemberian kepuasan optimal pada penumpang dengan memberikan fasilitas yang aman, nyaman, cepat, dan murah.

Bagaimana dengan pelayanan prima yang UM tawarkan dan suguhkan untuk tugas dan kewajiban para pemangku keamanan kampus?

Sudahkah membuat para ‘pelanggan’ merasa puas, aman dan nyaman? Petugas keamanan sah-sah saja memberi klaim bahwa tim mereka sudah bekerja dengan maksimal. Begitu pula bagi mahasiswa, adalah hak mereka sebagai ‘pelanggan’ untuk memberikan penilaian atas pelayanan, dan bahkan juga keluhan.

Meski begitu, kita semua ingin yang terbaik supaya tidak bertambah korban lagi dalam kasus kehilangan helm ini. Tiap-tiap pihak punya kapasitasnya masing-masing. Sama halnya dengan pihak keamanan, mungkin hal ini  ‘sering’ terjadi karena fasilitas keamanan kurang mendukung kinerja mereka.

Berharap jika pihak universitas mendengarkan hal ini, lalu keamanan akan diperkuat kembali. Saling kerja sama adalah koentji. Apabila kampus bersedia memberikan dan melengkapi fasilitas yang memadai, tim kemanan pun mulai bergairah kembali dalam menjalankan pelayanan prima sesuai peraturan rektor.

Karena menjadi korban kehilangan tidaklah mudah dalam mengikhlaskan hati. Semua yang kita dapatkan dan gunakan saat ini adalah hasil keringat orang tua, atau bahkan dari hasil diri sendiri, yang bekerja sampai tak kenal hari.

Jadi, perihal kehilangan helm, kita semua biasa. Biasa kehilangan, kebingungan, buat laporan, dan diabaikan.

Mari bersama-sama kita jaga kepunyaan kita.

Kalau sudah tiada baru terasa
Bahwa kehadirannya sungguh berharga

Penulis: Ahmad Kevin Alfirdaus, Rizka Ayu Kartini

Penyunting: Nabilah Maghfirah Maulani

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA