Hari ini rumah kami diterjang petaka
yang datang beriringan
membawa keributan yang begitu cinta.
Atas segala gelisah yang menimpa luka
yang sungguh berduka.
Sesederhana ini mengenang doa-doa reformasi,
seperti dinding yang retak di sana-sini.
Pada langit-langit yang bolong
berjatuhan tikus-tikus kecil seperti hujan.
Dan ular raksasa keluar dari balik kasur ayah,
berjalan ke halaman depan koran
dengan kata-kata pembodohan.
Televisi masih menyala,
menyiarkan teori konspirasi dan baku hantam
anak-anak yang berebut warisan.
Sedangkan ibu,
ibu tengah asik menggeledah lemari
mencari surat-surat tanah yang tercuri.
Aku memetik bunga di pekarangan
yang belum sempat ayah gadaikan.
Sembari mengenang kedamaian
disetiap ketiadaan.
Pada yang mati terbuka luka-luka
yang sama kritisnya dengan nasib kata-kata.
Tanpa sedikitpun keraguan di tangannya,
Mereka menurunkan ayah dari kursinya,
melarung keduanya menuju lautan kesepian.
Maka api menyala kembali,
menggantikan kepergian ayah
bersama kesedihan kami.
Penulis: Diki Mahpudi- Mahasiswa Fakultas Teknik 2017
*Redaksi siarpersma.local menerima tulisan dari semua orang yang memiliki keberanian untuk menulis dan ditelanjangi pemikirannya. Klik Mari berkontribusi