Headline: Mengenal Lebih dekat Graha Rektorat UM

Rencana pembangunan gedung rektorat Universitas Negeri Malang (UM) yang dimulai sejak tahun 2011 sempat mengundang kontroversi di berbagai

Rencana pembangunan gedung rektorat  Universitas Negeri  Malang (UM)  yang dimulai  sejak tahun 2011 sempat mengundang kontroversi di berbagai kalangan civitas akademika kampus. Seperti yang telah banyak beredar, pembangunan Graha Rektorat ini memakan biaya milyaran rupiah.

Sejak dibuatnya master plan I pada 2011, proyek ini telah menelan sekitar 1,2 milyar rupiah untuk tahap pernecanaan saja.  Di tahun yang sama pula, proyek ini telah menyelesaikan pembangunan pondasi yang  menghabiskan biaya sekitar 21 milyar. Biaya sebesar ini diambil dari APBN  (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) serta  BNPT. Dalam hal ini, pihak kampus tidak menggunakan UKT (Uang Kuliah Tunggal) sama sekali sebagai sumber dana. Ketika ditanya mengapa semahal itu, kepala Unit Layanan Penyedia (ULP) sarana dan prasarana UM , Sulton menerangkan, “Kita menggunakan basement dengan ketebalan dua meter. Untuk bahan-bahan materialnya kami menggunakan kualitas terbaik, agar tidak mudah merembes dan runtuh.” Sulton melanjutkan bangunan graha rektorat ini akan menjulang setinggi delapan lantai untuk itu pondasi yang kuat harus dibuat dengan matang dan kokoh agar mampu menopang bangunan diatasnya.

Ketika dimintai keterangan soal perbedaan master plan I dan II, beliau mengatakan bahwa tidak ada perbedaan antara keduanya. Hal yang membedakannya adalah waktu pengesahannya. Terkesan demikian dikarenakan biaya yang dikucurkan bertahap.

Pada 2012 sbenarnya UM sendiri mendapat dana sebesar 10 milyar untuk pembangunan graha rektorat dan gedung FIS, hanya saja realisasi dana baru dilakukan pada akhir tahun sehigga pihak universitas memutuskan untuk tidak mengambil karena ditakutkan waktunya tidak mencukupi untuk melaksanakan pembangunan. Sementara di tahun 2013, kampus ini mendapatkan dana sebesar 45 milyar rupiah. Namun, pihak tender terpilih hanya membutuhkan 41 milyar rupiah untuk pembangunan fisik bangunan, yakni berupa rangka bangunan setinggi delapan lantai. Sedangkan, biaya pengawasan menelan sekitar 400 juta rupiah.

Perlu diketahui, pihak universitas sebenarnya telah mengajukan permintaan bantuan dana kepada DPR untuk beberapa fasilitas, yakni gedung rektorat, gedung FIS, dan lahan parkir. Akan tetapi, untuk tahun ini pihak DPR hanya meloloskan pengajuan bantuan dana pembanguan gedung rektorat.

Untuk pengembang sendiri dipilih melalui jalur lelang terbuka, dan pemenang  tender dari  mega proyek ini adalah PT. PP. Penentuan pemenang tender sendiri  dilihat dari kelayakan  dan kelengkapan dari proposal yang mereka ajukan. Proposal ini berisi rincian dana yang pengembang butuhkan untuk membangun gedung. Rincian dana tersebut, menurut Sulton tidak hanya lengkap dan layak namun juga logis dan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam Perpres  No. 70 tahun 2012.

Sempat tersiar kabar bahwa pembangunan graha rektorat ini pada akhirnya akan berdampak pada kompleks UKM dan bangunan sekitarnya. Kompleks UKM dan Sasana Budaya (Sasbud)  diisukan akan  dijadikan lahan parkir rektorat. Hal ini ditampik oleh Sulton, “Oh, nggak ada itu. Kecuali kalau masalah pembangunan lahan parkir di UKM yang di pojokan itu memang ada. Namun, kalau masalah lahan parkir rektorat kita masih belum tahu di mana. Masalah pembangunan seperti itu masih akan direncanakan di Rencana Induk Pembangunan (RIP).”

Menanggapi keluhan perwakilan fakultas soal tidak dimintanya persetujuan mereka dalam pengesahan master plan tahap dua, beliau menjelaskan hal tersebut telah dilakukan sesuai prosedur yang tertera pada Perpres No. 70 Tahun 2012 bahwa yang berhak menandatangani surat kontrak hanya PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dan penyedia, dalam hal ini biro AUK. “Bahkan saya yang mengurus pelelangannya saja tidak tanda tangan,” tegas Sulton.

Jika ditinjau dari prioritas kepentingan, gedung ini termasuk penting. Pasalnya, saat ini ruang administrasi dan wakil rektorat IV terpisah (tidak satu gedung), sehingga kurang efektif. Oleh  karena itu dibutuhkan suatu gedung baru yang mampu mengintegrasikan semuanya. Selain itu, dengan memiliki gedung tinggi, tambah Sulton maka lahan terbuka akan semakin luas hal ini akan membantu mewujudkan semboyan rektor  untuk mendiirikan kampus di atas taman. (mei/gia/hel//aft)


*buletin hal 1. Terbit 21 Oktober 2013

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA