
Habibie Ainun 3 merupakan seri ketiga dari film roman Habibie Ainun. Ada yang berbeda dari seri ketiga film Habibie Ainun, selain kedatangan Jefri Nichol sebagai tokoh baru, peran Ainun kini dimainkan olah Maudy Ayunda. Perempuan yang sempat menghebohkan dunia maya karena kebimbangannya memilih dua kampus ternama di Amerika Serikat (Harvard dan Standford University) itu dinilai cocok untuk tokoh Ainun di masa muda.
Dalam film tersebut, terdapat suatu adegan ketika sang ayah bertanya kepada Ainun kecil mengenai keputusannya yang ingin menjadi dokter, bukan bidan. Pertanyaan tersebut sekaligus untuk memantapkan pilihan sang anak. Ayah dan Ibunya kemudian tersenyum setelah mendengar jawaban Ainun kecil, lalu dengan berani Ainun bertanya, “Negeri ini sudah merdeka kan?” kemudian ayahnya menjawab dengan sabar, “Iya sudah merdeka, tapi di luar sana masih ada yang pemikirannya belum merdeka.”
Sepenggal kutipan dari adegan dalam film tersebut membuat pikiran saya gusar dan tergelitik. Sampai akhirnya saya memutuskan untuk menulisnya secara lebih panjang tentang apa yang dimaksudkan dari merdeka dalam berpikir?
Ada banyak orang yang masih belum begitu tahu dan mengerti arti dari kata merdeka itu sendiri. Secara harfiah, merdeka berarti bebas dari hambatan, penjajahan, dan lepas dari tuntutan. Kesalahpahaman mengenai sebuah arti kata mungkin sudah menjadi budaya Indonesia yang lambat laun merambat ke hati ehh generasi. Jutaan orang cerdas di luar sana terlalu nyaman bersandar di bahu negara, seperti anggapan Ahmad pada Ainun, “Kamu itu cerdas Nun. Kamu bisa melakukan apa saja, tapi tidak di sini (Indonesia).” Hal tersebut membuat Ahmad berapi-api dan ingin membawa Ainun pergi dari negeri ini.
Salah satu faktor yang mampu untuk membentuk kebudayaan baru adalah kelompok orang cerdas. Pasalnya mereka yang jelas-jelas cerdas dan mampu berkontribusi untuk memberikan pengetahuan baru, khususnya dalam hal pemahaman arti masih saja nyaman dengan pemahaman yang memang keliru. Seperti ada suatu perasaan yang mereka sembunyikan, agar masyarakat tidak mengetahui kebenarannya.
Merdeka dalam berpikir adalah salah satu tanda bahwa manusia tersebut hidup. Jikalau ada seseorang yang belum memiliki kesanggupan untuk berpikir secara merdeka, dapat digaris bawahi bahwa kemungkinanya adalah orang tersebut hidupnya sunyi—mati.
Sebuah kutipan lama mengatakan bahwa hidup adalah memang pilihan. Memilih untuk terpenjara atau merdeka itu kebebasan setiap individu. Emma Goldman dalam bukunya Red Emma Speaks mengatakan, “Seseorang memiliki kesadaran diri, akan perbedaannya dengan orang lain. Keinginan untuk kebebasan dan ekspresi diri sangat fundamental dan karakter yang dominan.” Seperti isi kutipan tersebut, Ainun mampu mengekspresikan diri dengan cara menentukan pilihan dan cita-citanya. Hal itu menunjukkan bahwa Ainun sudah berpikir merdeka dan menunjukkan bahwa dirinya adalah individu yang merdeka atas pilihannya.
Akhir-akhir ini perguruan tinggi yang mestinya menjadi ruang untuk menempuh pendidikan mulai berubah menjadi penjajah dalam balutan intelektual. Tempat untuk mencetak sarjana itu mengatur seluruh ruang gerak mahasiswa, bahkan sampai pada titik menentukan nasib atau cita-cita. Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia (Kemenristekdikti) menyebutkan bahwa ada banyak sarjana yang bekerja di luar bidang yang ditekuninya dan menggaris bawahi bahwa perguruan tinggi dengan industri belum berintegritas. Padahal, mahasiswa harusnya bebas untuk menentukan cita-citanya dan memilih pekerjaan di bidang apa saja yang ia inginkan meskipun dalam artian tidak bekerja sesuai bidang yang ditekuninnya semasa kuliah.
Kembali lagi pada artian merdeka yang mana mampu menyadarkan manusia untuk bebas dari ikatan-ikatan sosial, kontrol atasan, dan sejenisnya yang bersifat membatasi. Semua orang layak untuk menjadi merdeka dengan caranya masing-masing. Tidak perlu meniru orang lain untuk menjadi merdeka, karena setiap manusia punya jalan dan prosesnya masing-masing. Sederhananya, merdeka itu bebas melakukan dan menentukan apapun yang diinginkan tanpa harus bergantung kepada siapapun, serta mampu menentukan pilihan atas cita-citanya tanpa rasa terkekang dan keterpaksaan dari orang lain. Namun perlu ditekankan kembali, bahwa bebas dan merdeka bukan hanya sebuah tindakan untuk bebas memilih ataupun memerdekakan proses berpikir. Bebas adalah gaya hidup, sebagian dari indahnya kehidupan manusia.
Sukses punya banyak wajah,
Jangan terpaku pada satu arah,
Teruslah melangkah,
Teruslah berusaha,
Jangan berharap kepada negara.
Penulis : Widhi Hidayat
Penyunting: Mita Berliana