26 Juli 2024 3:57 AM
Search

Menyoroti Aksi Daring Mahasiswa UM

Pandemi Covid-19 bukanlah penghalang untuk menyuarakan hak-hak dan tuntutan keadilan. Setidaknya begitulah yang terjadi, tetap bisa aksi saat

Dokumentasi/LPM Siar

Pandemi Covid-19 bukanlah penghalang untuk menyuarakan hak-hak dan tuntutan keadilan. Setidaknya begitulah yang terjadi, tetap bisa aksi saat pandemi. Seperti yang dilakukan oleh Komite Aksi Kamisan. Terhitung sejak 9/03/2020 Aksi Kamisan yang biasanya digelar setiap Kamis sore sejak 18 Januari 2007 itu pun harus digelar secara daring demi keselamatan bersama. Badan Ekskutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) pun juga turut mengadakan aksi penolakan pembahasan Omnibus Law oleh DPR pada 15/04/2020. Aksi daring dilakukan dengan cara mengirimkan “Surat Rakyat” secara serentak ke alamat surel DPR RI.

Tak hanya itu, mahasiswa di seluruh Indonesia juga melakukan aksi di sosial media Twitter menggunakan tagar #TurunkanUKT dan memprotes pihak kampus untuk melakukan kebijakan pengembalian, penurunan bahkan hingga pembebasan UKT. Mahasiswa Universitas Negeri Malang (UM) pun turut berpartisipasi dalam aksi daring, menyuarakan tuntutannya melalui tagar #KemanaRektorUM pada 31/05/2020.

Aksi ini diinisiasi oleh gabungan solidaritas Aliansi Mahasiswa UM Melawan. Poster ajakan aksi dipublikasikan sejak 28/05/2020 melalui media sosial di antaranya @UM_Melawan, @info.um, @lambeturah_fip, @mahasiswaum, @um.sans, @cerita.um @mabaum54, @um.keren, @um_story54 dan @umngantuk. Aksi tersebut menghasilkan 5.004 tweets dan berhasil memasuki tangga trending topic Twitter Indonesia.

Aksi dilakukan dengan membuat cuitan yang menyertaan tagar #KemanaRektorUM beserta poster-poster pelengkap aksi yang menyuarakan keresahan dan keluhan mahasiswa UM. Di antaranya berbunyi, “UKTnya berjuta-juta masa subsidinya cuma paket data?”, “Fasilitas UM ga kerasa tapi bayar UKT sama”, “Apa persamaan UKT UM dan Covid-19? Sama-sama bikin mumet” dan masih banyak lainnya. Sementara itu 4 poin yang diusung sebagai tuntutan utama dalam aksi ini adalah:

  1. Mendesak Universitas Negeri Malang untuk mempertegas kebijakan terkait penghapusan UKT kepada mahasiswa skripsi dan refund UKT kepada mahasiswa aktif non skripsi atau dalam bentuk Lain berupa keringanan biaya UKT pada semester selanjutnya.
  2. Menuntut Universitas Negeri Malang agar membuat kebijakan yang jelas terkait penurunan UKT dan mengklarifikasi ketidaksesuaiannya dalam menentukan golongan UKT mahasiswa baru.
  3. Menghapuskan pemungutan biaya diluar biaya UKT mahasiswa baik yang menyangkut kegiatan akademik secara langsung maupun tidak langsung.
  4. Meminta pihak Universitas Negeri Malang untuk mengajukan usulan dan transparasi anggaran pendidikan tinggi dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan tinggi di Indonesia.

Kempat poin tuntutan tersebut sama persis dengan tuntutan yang Ormawa (terdiri dari BEM, DPM dan UKM) usung dalam audiensi bersama pihak rektorat pada 11/05/2020 silam. Salah satu pegiat aksi yang juga merupakan Menteri Koordinator Pergerakan dan Kemasyarakatan BEM UM, Cholilullah Irawan, mengatakan bahwa tujuan dari aksi #KemanaRektorUM ini untuk mengingatkan Rektor UM agar tegas terhadap penanganan isu atau kasus yang ada di UM. “Bukan hanya permasalahan UKT saja, tapi juga masalah-masalah penindakan tegas bagi pelaku pelecehan seksual di UM,” ungkap Irawan. Namun sayangnya, dalam 4 poin tuntutan yang diajukan dalam aksi belum mewakili seluruh permasalahan yang sebenarnya tengah dihadapi UM. Seperti halnya kasus pelecehan seksual secara online (online harassment) yang sempat menjadi pembahasan hangat di akun instagram @lambeturah_fip dan jasa auto menfess @um_sanfess di jagat Twitter. Kasus itu mendadak seperti terlupa layaknya angin lalu dan diberangus dari daftar tuntutan aksi.

Di mana representasi perempuan dalam aksi #KemanaRektorUM?

Yang menarik dari aksi ini adalah sebuah kondisi peralihan dari offline atau IRL (in real life) menjadi online atau URL. Sehingga penggunaan desain visual pun menjadi poin penting dalam keberlangsungan aksi. Aliansi Mahasiswa UM Melawan telah menyiapkan template poster dukungan aksi yang dapat diunduh bebas oleh peserta aksi melalui bit.ly/KemanaRektorUM. Salah satu poster menampilkan mahasiswa laki-laki dengan almamater UM mengangkat board putih kosong yang dapat diisi dengan kalimat perjuangan para peserta aksi. Sangat disayangkan karena poster yang disiapkan hanya menunjukkan representasi dari laki-laki saja. Padahal saat mengetuk tagar #KemanaRektorUM dalam pantauan Siar banyak juga mahasiswi perempuan yang turut berpartisipasi menyuarakan suaranya. Seolah tidak ada keterwakilan perempuan dalam aksi mahasiswa kali ini. Saat ditanya perihal hal tersebut, Irawan mengatakan bahwa ia kurang tahu tentang pembuatan desain poster ia mengaku sempat menyayangkan hal tersebut dan menanggapi dengan selorohan saja. “Mungkin yang buat desain gak punya pacar.”

Menghadirkan representasi dari perempuan itu penting karena representasi adalah salah satu wujud dari power/daya. Representasi tercipta karena adanya kesempatan dan kemampuan yang mana saling bersisian, kemampuan tercipta karena mendapatkan kesempatan dan begitupula sebaliknya. Dengan melibatkan perempuan dalam aksi seperti ini maka porsi gender balance juga menjadi terwakilkan. Kebutuhan atau keluhan yang terjadi pada perempuan tidak bisa dilakukan atau dipikirkan oleh lelaki yang tidak mengalaminya sendiri. Tidak adanya poster atau ilustrasi perempuan dalam aksi Mahasiswa UM sangat disayangkan. Mereka dianggap gagal memberikan ruang inklusi bagi perempuan dalam mengekspresikan diri dan beraspirasi. Beberapa postingan lain dalam @UM_Melawan juga mayoritas dipenuhi dengan potret figur laki-laki saja.

Tanggapan WR III

Sementara itu, Wakil Rektor III, Mu’arifin, terkait aksi online mahasiswa #KemanaRektorUM saat dihubungi Siar pada (31/05) juga mengatakan sudah mendiskusikan masalah (UKT) dengan perwakilan Ormawa. “Sebenarnya sudah clear. Kalau muncul penyaluran aspirasi melalui online ya silahkan. Asal tidak merendahkan atau melecehkan pihak lain,” ungkap Mu’arifin. Ia juga mengatakan bahwa semua aspirasi sudah diidentifikasi dan disampaikan sebagai bahan pembahasan dalam rapat pimpinan. Ia juga meminta mahasiswa untuk mengecek hasil rapat Majelis Rektor PTN se-Indonesia sebagai jawaban atas tuntutan mahasiswa perihal UKT. Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia, Jamal Wiwoho mengutip dari Kompas.com mengatakan bahwa Kebijakan perubahan UKT sudah diatur dalam Pasal (6) Permen Dikti No. 39/2017, tentang perubahan UKT dan telah dipaparkan dalam siaran pers hasil rapat MRPTNI pula. Jamal juga menambahkan bahwa terkait kebijakan penyesuaian UKT diserahkan sepenuhnya kepada pimpinan perguruan tinggi. Mungkin mahasiswa harus sedikit lebih bersabar sampai surat edaran resmi perihal kebijakan UKT dari UM diteken Bapak Rektor. (rzk//dza)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA