Pentas teater “Penagih Hutang” disuguhkan oleh Komunitas Ruang Karakter di Aula Mall Pelayanan Publik Malang (Ramayana Alun-Alun Malang) pada Minggu malam (05/05). Disutradarai oleh Anindya Aulia, “Penagih Hutang” menyuguhkan konsep breaking the fourth wall yang mengakibatkan pemeran mampu berinteraksi dengan penonton, diibaratkan seperti menembus dinding keempat. Pentas kali ini menceritakan bahwasannya cinta bisa datang di mana saja, bahkan dalam keadaan yang tak terduga sekalipun.
Dalam pentas teater “Penagih Hutang” diperankan oleh Anton Kenaz sebagai Jefri (penagih hutang), Dea Bonding sebagai Yuliana (janda yang ditagih hutangnya), dan Ridho Irawan sebagai Kaul (pembantu Yuliana). Pentas ini diambil dari naskah Rusia karya Anton P Chekov. Anton P Chekov sebagai penulis membebaskan sutradara-sutradara dalam menggodok naskahnya itu.
“Anton P Chekhov membebaskan sutradara-sutradara menceritakan naskahnya,” ucap Anindya.
Konsep unik yang disuguhkan dalam pentas ini adalah breaking the fourth wall, sebuah kemampuan yang membuat tokoh sadar akan eksistensi atau keberadaannya dalam dunia fiksi. Akibatnya, sang tokoh mampu berinteraksi dengan penonton, hal ini diibaratkan seperti menembus dinding keempat.
“Konsepnya kebetulan kita memang adalah konsep teater yang breaking the fourth wall, menggabungkan tembok keempat, jadi tidak ada batasan antara penonton dan pemeran, kita bebas berekspresi akan itu,” ungkap Anton.
Anindya mengatakan konsep memang sengaja dibuat berbaur dengan penonton. Beberapa kali pemeran berinteraksi dengan penonton, karena naskahnya realis.
“Komedinya lebih dibuka dan emang sengaja kami buka untuk interaksi sama penonton, karena memang naskahnya realis, supaya lebih berbaur dengan penonton,” ungkap Anindya.

Foto: Shofi NJ/Siar
Anindya mengatakan, pentas teater “Penagih Hutang” diawali dengan suasana Yuliana yang berkabung karena sudah ditinggal mati suaminya selama tujuh bulan. Namun, siapa sangka suaminya malah menyisakan hutang begitu banyak. Penagih hutang datang dengan galak untuk menagih hutang itu. Terjadi beberapa kali cekcok di sana. Tak disangka tujuan penagih hutang yang semula ingin menagih hutang malah luluh dengan pesona Yuliana, karena pembawaannya yang tegas.
“Lebih ke kayak gimana penagih hutang menagih hutang suami Yuliana. Namun, tak disangka penagih hutang yang semula ingin menagih hutang malah luluh dengan pesona Yuliana,” ungkap Anindya.
Tak jauh berbeda dengan Anindya, Anton mengatakan bahwa dalam pentas ini dihadirkan cinta. Cinta yang bisa datang dari mana saja, bahkan dari hal yang tidak mungkin. Awalnya benci, tujuannya hanya menagih hutang, tetapi malah berujung cinta.
“Seringkali cinta datang pada waktu yang salah. Karena menurutku cinta itu nggak punya konsep ruang dan waktu, makanya suka ngaco,” ucap Anton.
Dea Bonding mengatakan, cerita dari pentas teater “Penagih Hutang” ini sebenarnya bukan bu Yuliana yang punya hutang, tetapi suaminya. Hal itu mengakibatkannya bertemu dengan penagih hutang yang galak. Yuliana, sosok wanita janda cantik yang pada akhirnya juga jatuh cinta kepada si penagih hutang.
“Awalnya malu-malu, menolak, lama lama menyerah juga, akhirnya jatuh cinta. Yang namanya cinta itu tidak tau datangnya dari mana, yang awalnya penagih hutang yang garang, gede badannya, dateng ke rumah, eh ternyata cintanya kita itu,” ungkap Dea Bonding.



Dalam proses penggarapan pentas ini, Anindya mengatakan membutuhkan waktu selama dua bulan dengan latihan dilakukan selama seminggu tiga kali. Mulai dari bedah naskah, bedah karakter, diskusi dengan pemeran, dan latihan bersama.
“Awalnya lebih ke diskusi sama pemain pemainnya, sanggup atau tidaknya. Ada bedah naskah juga,” ucap Anindya.
Anindya mengatakan, untuk membangun karakter lebih pada pengenalan masing-masing dulu, barulah diambil benang merah dari satu sama lain karakternya.
“Lebih biar mengenal diri sendiri dulu, terus abis itu diambil benang merah dari satu sama lain karakternya. Jadi kita nggak mempush untuk hilangkan dirimu gitu enggak,” ungkap Anindya.
Anton merasa, tak perlu pendalaman yang berlebih karena karakter yang diperankan umum dalam kehidupan di masyarakat.
“Kebetulan ini adalah karakter yang umum di masyarakat juga, jadi lebih mudah,” ucap Anton.
Dea Bonding juga sependapat dengan Anton, menurutnya dalam mendalami peran lumayan gampang karena tidak jauh berbeda dengan kehidupan sehari-hari. Pendalaman karakter seringkali dilakukan bersama, sehingga bisa saling memberikan masukan.
“Biasanya observasi, referensi dari film. Ditelaah yang cocok yang gimana. Lalu pendalaman karakternya bareng, dan langsung ngasih masukan. Karena kan pementasan itu bukan aku aja tapi bersama,” tandas Dea Bonding.
Baca juga: Angkat “Asmaralockdown”, Teater Komunitas Tampilkan Pentas Produksi Melalui Riset Para Pemeran
Penulis: Shofi NJ
Editor: Hidayati S.