Siar, Malang – Tak temui titik terang, malam renungan dan kirim doa perjuangan usut tuntas tragedi Kanjuruhan digelar pada Kamis (13/06). Aksi tersebut mengusung tema “Malam Renungan Perjuangan Mengusut Tuntas Tragedi Kanjuruhan” yang diikuti oleh para keluarga korban, sejumlah mahasiswa, dan para aktivis pergerakan. Digelarnya aksi ini karena belum ada titik terang terkait perjuangan usut tuntas tragedi kanjuruhan.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam menuntut keadilan korban. Terdapat banyak hambatan yang diduga sebagai upaya melindungi kepentingan satu pihak.
“Bahkan alat bukti suatu rekaman pun sekarang hilang karena pada saat itu saya terima alat bukti rekaman itu berupa bahwa perangkat itu menyesal,” ungkap Nuri Hidayat, ayah dari salah satu korban tragedi Kanjuruhan.
Aksi usut tuntas terus disuarakan merupakan sebuah bentuk upaya merawat ingatan untuk menolak lupa. Suara-suara keadilan tetap dinyanyikan dalam perjuangan ini. Meski hampir 2 tahun berjalan kasus belum terselesaikan, sejumlah keluarga korban, mahasiswa, dan aktivis tetap berdiri tegak menyuarakan keadilan. Aksi kamisan merupakan salah satu yang rutin dilakukan.
Selain aksi kamisan yang rutin dilakukan, para keluarga korban juga terus berusaha membawa kasus ini untuk menemui titik terang. Bukan hanya sekadar formalitas melalui penjatuhan hukuman pelaku, tetapi juga mengusut dalang di belakang tragedi Kanjuruhan.
Nuri memaparkan, dalang dari tragedi yang terjadi perlu diusut. Bukan hanya pelaku yang dimintai keterangan, tetapi juga dalangnya. Pasalnya, hingga saat ini belum diketahui dalang dari tragedi yang menelan 135 korban jiwa ini.
“Kita laporan ke Mabes Polri dalam bentuk humas karena di Polres Malang sudah di SP 3, Surat Pemberhentian Perkara. mungkin pakewuh seorang Kompol mengadili seorang Letjen kan gak lucu. oleh karena itu, kita tarik laporan dari Polres Malang, kita pindahkan ke Mabes Polri. Saya 100% gak yakin akan berhasil keadilan ini, tapi saya akan tetep bersuara,” kata Nuri.
Kasi ini dilakukan bukan hanya sebatas tuntutan hukum, melainkan tuntutan suara batin. Keluarga korban mengungkapkan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada tersangka harus setimpal, sebab ini tentang nyawa. Selain mendapat hukuman setimpal, keluarga korban juga berharap itikad baik dari pihak-pihak terkait untuk menemui keluarga korban dan meminta maaf.
“Tidak ada upaya menemui keluarga korban untuk sekadar minta maaf. Padahal kalau menemui dan minta maaf, kita maafkan. Polisi kalau ke sana yang dibicarakan bukan Kanjuruhan, tapi pekerjaan. Ya sekadar silaturahmi, masa silaturahmi kita tolak,” ungkap Puji.
“Kita melakukan aksi seperti ini, demo dan orasi bukan untuk mencari tampang, bukan untuk mencari muka, bukan untuk mengacaukan suasana. Namun, itu semua dilakukan untuk merawat ingatan tetep semangat dan tidak lupa untuk mencari keadilan untuk anak-anak kami gitu aja,” tandas Nuri.
Baca juga: Menjadi Budak Proker di Perkuliahan: Lelah tapi Bermanfaat
Penulis: Tanzila Marga/Kontributor
Editor: Afifah Fitri