Sentuhan kasih cahaya mentari pagi, menemani langkah kakiku menuju ruang registrasi timur. Suasana ruang registrasi cukup ramai. Saya duduk dengan santai menunggu seseorang yang belum pernah saya temui sebelumnya. Ada beberapa mahasiswa yang sibuk menatap laptop dan wifian. Ada juga yang hanya mengobrol. Selang beberapa menit, terlihat mahasiswa tinggi tegap dengan balutan jaket orange dan celana jeans sibuk memencet tombol handphonenya sambil menoleh kanan dan kiri. Terlihat bingung dan mencari seseorang juga. Saya pun mengirim pesan kepada seseorang yang akan saya temui. Ternyata, dugaan saya benar, mahasiswa inilah yang saya tunggu.
Saya pun menghampiri dan menyalaminya. Dia pun membalas dengan agak malu. Suasana ruang registrasi kurang kondusif untuk bercengkerama. Kami pun memilih bercengkerama di teras gedung TIK. Di benak dan pikiran mahasiswa tersebut adalah mengapa dan untuk apa saya ingin menemuinya. Setelah saya memberikan penjelasan, dia pun paham. Tak butuh banyak waktu, untuk menjalin keakraban dengannya. Dia mudah akrab dan tak malu-malu untuk bercerita dan bernostalgia tentang perjalanannya meninggalkan kampung halaman menuju kota perantauan, Malang.
Herman. Perjalanan hidupnya tak se-simple namanya. Mahasiswa baru angkatan 2013 ini, berasal dari Bima, Nusa Tenggara Timur (NTT). Alumnus SMAN 4 Kota Bima ini melanjutkan pendidikan di program studi Pendidikan Bahasa Arab. Bukan perkara yang mudah bagi Herman untuk menjadi mahasiswa di Universitas Negeri Malang. Kala itu, seusai ujian sekolah, Wakil Kepala Sekolah memberikan pengumuman dan himbauan untuk siswa-siswinya agar melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi dimanapun asalkan ada yang melanjutkan di perguruan tinggi daerah sendiri. “Teman-teman saya sibuk daftar di perguruan tinggi, saya tidak ada niat untuk kuliah, waktu itu,”ujarnya. Beberapa hari sebelum SNMPTN Undangan ditutup, Herman dipanggil oleh petugas perpustakaan dan ditawari untuk daftar SNMPTN jalur bidikmisi. Anak keempat dari lima bersaudara ini pun mendaftar di Universitas Mataram dengan pilihan PGSD dan Teknik Informatika serta Universitas Malang dengan pilihan Sastra Arab dan Teknik Informatika juga. Awalnya, dia ingin mengambil bahasa Inggris karena kemampuan Bahasa Inggrisnya lebih baik daripada Bahasa Arab. Akan tetapi, melihat peluang bahwa sarjana bahasa arab di daerah tidak banyak dan sangat dibutuhkan di sekolah-sekolah, MTs, atau pondok pesantren di daerahnya, akhirnya dia memilih program studi Pendidikan Bahasa Arab.
Saat pengumuman SNMPTN Undangan, petugas perpustakaan tersebut menelpon dan meminta Herman untuk ke sekolah. Herman di terima di Universitas Negeri Malang program studi Pendidikan Bahasa Arab. Kakak-kakaknya tidak mendukung Herman untuk melanjutkan kuliah karena terkendala dana. Pada tahun 2000, Ibunya telah dipanggil oleh sang Khaliq disusul sembilan tahun kemudian bapaknya. Herman tinggal bersama orang tua angkat. Orang tua angkatnya juga keluarga yang kurang mampu. Mereka merasa kasihan dengan Herman. “Teman-teman kuliah semua, malu kalau tidak kuliah, mau jadi apa nanti kalau tidak kuliah, tidak ada perubahan,”katanya dengan optimis. Kepala sekolah juga sempat menawarkan Herman untuk menjadi tentara. Akan tetapi, melihat suasana pembelajaran tentara yang cukup keras, Herman memantapkan kuliah saja. Namun siapa bilang kesempatan pendidikan hanya milik orang kaya? Hal itu setidaknya yang kini dibuktikan oleh Herman. Tuhan selalu mempunyai rencana dan cara yang indah untuk seluruh makhluk-Nya. Salah satu teman dari kakak ketiganya, meminjami uang untuk ongkos ke Malang. Tak seperti mahasiswa baru pada umumnya yang diantar orang tuanya saat awal kuliah, Herman berangkat ke Malang sendirian. Dalam dirinya, yang terpenting adalah bagaimana menebar harapan pada setiap putaran waktu, bagaimana merajut impian, bagaimana merajut perubahan dalam hidup. Tak ada kata berhenti, tak ada kata putus asa. Perjalanan dari Bima ke Malang dilalui dengan naik bis 2 hari dan 2 malam dengan biaya yang cukup besar pula. Di Malang, ia tinggal di kontrakan kenalan guru mengajinya di daerah Karang Ploso. Sehari-hari, dia baca-baca buku, membantu membersihkan kontrakan, menata buku-buku, dan sebagainya. Dia juga tak segan-segan membersihkan halaman tetangga. Hal ini dilakukan supaya keakraban dengan tetangga terjalin dengan baik. Tetangganya juga sering mengasih makanan. Dan, ada salah satu tetangga yang memberi sebuah sepeda BMX kecil kepada Herman. Meskipun sepeda tersebut sudah cukup tua, dia tetap bersyukur dan menerimanya dengan senang hati. Hampir 3 bulan, dia selalu mengayuh sepeda untuk ke kampus.
Saat Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi (PKPT), dia berkenalan dengan salah satu mahasiswa yang mengajaknya tinggal di Pondok Pesantren Sabilurasyad, Jalan Candi C/VI, Karang Besuki, Sukun. Sesampai di pondok, Herman selalu sangat capek karena jarak pondok dan kampus cukup jauh sedangkan dia hanya mengayuh sepeda. Dia kurang bisa belajar dengan maksimal. Belum lagi ada kegiatan mengaji kitab rutin. Oleh karena itu, dia berkeinginan untuk tinggal di kost atau kontrakan dekat kampus. Ternyata, Tuhan telah mempersiapkan cara yang indah untuknya. Ketika ada seminar Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) di gedung dekat Asrama Putra, dia bertemu dengan Lukman, mahasiswa jurusan Bimbingan dan Konseling angkatan 2012, asal Jawa Barat. Lukman pun mengajak Herman tinggal di kontrakannya. Akhirnya, Herman memutuskan tinggal sekamar dengan Lukman.
Kuliah di program studi Pendidikan Bahasa Arab membuat dia sedikit kesulitan karena pada dasarnya dia tidak bisa Bahasa Arab. Akan tetapi, dengan prinsip belajar selalu dimulai dari nol, Herman terus belajar Bahasa Arab dengan semangat. “Pendidikan di Indonesia itu terlalu banyak dan tidak terfokus pada salah satu bidang studi saja, kalau begini, pelajaran selain Bahasa Arab kan kurang digunakan di kuliah,”ujarnya dengan tertawa kecil. Untuk mengatasi kesulitan dalam pemahaman materi, tugas, atau sesuatu yang perlu di sharing kan, diadakan kuliah intensif 1 minggu 2 kali yaitu pada hari Kamis dan Sabtu di taman D7. Pada hari kamis, dia selalu berdiskusi dan belajar dengan kakak angkatan 2010,2011, dan 2012 sedangkan pada hari Sabtu dengan sesama angkatan. Herman juga ikut organisasi di Badan Dakwah Mahasiswa dan Al-Qur’an Study Club (ASC) untuk mendalami pemahaman dan kemampuan Bahasa Arabnya.
Untuk mencukupi kebutuhan kuliah dan sehari-hari, dia dikirimi uang Rp. 200.000,00-Rp. 300.000,00/bulan. Sebagai tambahan, dia berjualan kue pisang coklat yang ia beli di dekat UMM dengan harga Rp. 500,00. Kemudian, di jualnya kembali dengan harga Rp. 1.000,00. Dia berjualan dengan sistem kejujuran artinya mahasiswa yang membeli, mengambil kue dan menaruh uangnya sendiri dan jika ada kembalian, juga mengambil kembaliannya sendiri. Dia menaruh kue-kue nya itu di kotak dan di letakkan di meja D8 lantai 3. Di sediakan pula kotak untuk tempat uang. Hari pertama berjualan, kue-kue yang dijualnya itu habis. Akan tetapi, uang nya tidak ada. “Jajannya habis, tapi uangnya tidak ada. Mungkin itu, bukan uang saya, bukan rezeki saya, saya ikhlaskan saja,”katanya dengan ikhlas. Hari kedua berjualan, kue yang dijualnya habis dan uang yang ada lengkap dan dia mendapatkan untung Rp. 20.000,00. Tak jarang, kue yang dijualnya itu tidak habis. Kue-kue itu pun diberikan kepada teman-temannya.
Perjuangan Herman mengenyam pendidikan di bangku kuliah adalah ingin memberikan yang terbaik untuk orang-orang yang telah memperjuangkannya yaitu kakak-kakak Herman. Di antara saudaranya, hanya dialah yang sampai perguruan tinggi. Kakak-kakaknya hanya sampai sekolah dasar dan ia ingin kakak-kakaknya bangga dan bahagia atas keberhasilannya. Bermimpilah akan sesuatu dan jadikanlah mimpimu kenyataan, sesungguhnya takkan ada dunia ini, jika tak ada yang bermimpi.(nov/aft)
*buletin hal 6. Terbit 21 Oktober 2013