Dua Tahun Tragedi Kanjuruhan, Upaya Merawat Memori Tragedi Kanjuruhan terus Dilakukan

Dua tahun setelah Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang, menewaskan lebih dari

Foto: Naufal Hafiz
Foto: Naufal Hafiz

Dua tahun setelah Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan Malang, menewaskan lebih dari 135 nyawa. Hingga kini kasusnya belum sepenuhnya terpecahkan. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB) berupaya merawat memori publik terhadap peristiwa kelam tersebut. Pameran yang bertema “Tragedi yang Terlupakan, Belum Terurai namun Dianggap Usai” digelar. 

Pameran ini dilaksanakan di galeri SAC FIB UB sejak Kamis (26/9). Seperti tahun sebelumnya, tujuan pameran ini tetap sama yaitu membangun kembali memori kolektif tragedi Kanjuruhan dan mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan penyelidikan kasus ini.

“Acara ini diselenggarakan lagi tujuannya agar menjaga memori, terutama bagi keluarga korban yang belum mendapat kejelasan. Kami juga menuntut supaya diusut tuntas, baik dari sisi hukum dan juga ekonomi politik,” jelas Muhammad Febi Zio selaku ketua pelaksana Pameran Tragedi Kanjuruhan FIB UB.

Pameran ini menampilkan berbagai karya seni yang mengungkap aspek emosional dari tragedi tersebut, seperti puisi, fotografi, karya digital, dan lukisan yang menggambarkan duka dan amarah. 

Baca juga: Buntut Pembongkaran Gerbang 13 Stadion Kanjuruhan: Permintaan  Pertanggungjawaban dan Upaya Pembangunan Ulang

Tak hanya pameran seni, pada Senin (30/9), diadakan pula diskusi umum yang menghadirkan tiga pemateri yaitu Arief Setiawan (akademisi), Bayoghanta Mahardika (antropolog), dan Rizal Pratama (anggota Yayasan Keadilan Tragedi Kanjuruhan). Diskusi ini menjadi forum penting untuk memperdalam refleksi tentang tragedi tersebut serta membahas langkah-langkah konkrit untuk menuntut keadilan dan reformasi di dunia sepak bola Indonesia.

Arief Setiawan, akademisi menyoroti pentingnya peran mahasiswa dalam proses memorisasi ini. Ia menegaskan bahwa acara ini berfungsi sebagai wadah memorisasi dan langkah menuju advokasi internasional.

“Tolong wariskan kepada adik-adik angkatan kalian bahwa di Malang ada sesuatu yang luar biasa, tragedi sepak bola terbesar kedua di dunia dan negara diam. Mahasiswa punya peran sejarah dalam mengungkap apakah tragedi ini penting untuk diungkap, atau sekadar bagian dari masa lalu yang terlupakan,” jelas Arief.

Pameran yang berakhir pada Senin (1/10) ditutup dengan komplementasi dan doa bersama. Muhammad Febi Zio menegaskan bahwa perjuangan terkait Tragedi Kanjuruhan akan terus dilakukan.

”Kami masih akan terus aktif dalam kegiatan-kegiatan terutama dari Kamisan atau dari yayasan keluarga korban. Karena ini juga kita sebelumnya juga sudah saling koordinasi  dengan keluarga korban, sudah di support juga oleh mereka. Jadi, kita juga turut aktif, kalau misal ada suatu  inovasi yang baru untuk menjunjung acara ini,” ujar Zio

Zio juga berpesan kepada mahasiswa untuk terus merawat memori tragedi ini, karena tragedi ini belum usai.

 “Jangan biarkan kita lupa terhadap tragedi yang bengis ini. Tragedi Kanjuruhan belum usai dan kita harus terus mendukung masyarakat tertindas, terutama keluarga korban,” tandas Zio.

Pameran ini diharapkan tidak hanya menjadi tempat untuk sekedar merenung dan mengenang,   tetapi juga sebagai bentuk perlawanan terhadap upaya melupakan atau mengabaikan kasus yang belum terselesaikan.

Baca juga: Menolak Lupa, Malam Renungan Perjuangan Usut Tuntas Tragedi Kanjuruhan Digelar

Penulis: Moch. Fahmi

Editor: Eka Safitri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA