8 September 2024 7:46 AM
Search

Berkenalan dengan Autis, Patahkan Stigma Negatif

Anak autism termasuk anak berkebutuhan khusus, yang secara kesehariannya perlu dilatih dan dibantu untuk terus dapat menjalankan perannya
Gambar: Pinterest
Gambar: Pinterest

Kalian pernah dengar kata anak autis? Atau memang pernah bertemu dengan anak autis? Kata autism atau autis memang sudah tidak asing lagi di telinga. Autis berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘aut’ yang berarti diri sendiri dan ‘ism’ yang menyatakan orientasi atau arah atau keadaan (state). Dapat diartikan autism adalah kondisi seseorang luar biasa asik dengan dirinya sendiri. Mereka memiliki kegiatan sendiri tanpa memperhatikan keadaan sekitarnya dan cenderung menghindari kegiatan sosial, seperti bertemu banyak orang dan menyapa orang sekitarnya.

Autism adalah kelainan  pada fungsi otak dan saraf yang cukup komplek sehingga mempengaruhi proses berpikir. Gangguan yang disebabkan memberikan dampak dalam berbagai aspek, seperti komunikasi, sosial, kognitif, perilaku, dan bahasa. Jadi jangan kaget kalau melihat anak autism kadang terkendala dalam berkomunikasi, bahkan berinteraksi dengan kita. Jangankan berinteraksi yah, kadang pula mereka bahkan tidak merespon, seolah-olah kita tidak ada.

Menurut DSM V (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) yang dikembangkan oleh para psikiater amerika dikarakteristikkan autism menjadi 2 yaitu:

1.       Kurangnya komunikasi dan interaksi sosial dalam berbagai hal. 

Misalnya saat diajak berbicara anak tidak merespon pembicaraan, mereka sulit dalam berkomunikasi dua arah dan gagal saat melakukan percakapan bahkan memulai atau merespon pembicaraan. Selain itu dalam komunikasi secara verbal maupun nonverbal mereka juga kesulitan, seperti dalam berbahasa tubuh, tidak ingin melakukannya,  bahkan mengabaikan kontak mata dengan lawan bicara. 

Mereka juga kurang dalam mengekspresikan wajah saat melakukan komunikasi nonverbal. Selain itu juga anak cenderung suka menyendiri karena mereka kesulitan dalam menyesuaikan kontak sosial, misalnya dalam menjalin pertemanan, mereka cenderung tidak ada minat pada teman sebayanya

2.       Pola perilaku, minat atau aktivitas yang terbatas dan berulang-ulang.

Msalnya anak autis sering melakukan kegiatan yang berulang-ulang atau mengucapkan kata berulang-ulang. Kemudian kegiatan sehari hari anak autis sangat terstruktur, jikalau ada perubahan pada pola kesehariannya maka mereka akan kesulitan dalam beradaptasi. Anak autism memiliki obsesi berlebihan terhadap suatu barang. Misalnya anak suka mainan bola, maka mainan tersebut akan terus dibawa dan selalu disebutkan.

Perilaku anak autism memanglah sangat unik, mereka sering melakukan dan memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya, seperti mengepakkan-ngepakkan tangan, mengayun-ayunkan tangan, membuat suara-suara yang tetap seperti mengoceh, dan yang sering dilakukan anak autism adalah menyakiti dirinya sendiri, seperti menggaruk-garuk sampai terluka, menggigit kuku sampai berdarah, membenturkan diri ke tembok, atau memukul-mukul kepalanya apabila dalam keadaan marah.

Gangguan autism juga ada jenis-jenisnya, Spektrum autism dibagi menjadi 5 tipe yaitu Autistic Disorder, Asperger Syndrome, Childhood Disintegrative Disorder, Pervasive Developmental Disorder, dan Sindrom Rett.

Penyebab autism sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Namun penelitian menunjukkan bahwa kondisi autism ini dikarenakan faktor genetika, gangguan pada sistem saraf, ketidak seimbangan kimiawi seperti alergi terhadap makanan tertentu, atau kemungkinan lain seperti infeksi virus rubella saat sebelum atau sesudah kelahiran akibat  karena menyebabkan kerusakan pada otak. Penyebab dari autism dikarenakan terganggunya sistem saraf pada otak yang menyebabkan terhambatnya perkembangan anak pada umumnya.

Anak autism termasuk anak berkebutuhan khusus, yang secara kesehariannya perlu dilatih dan dibantu untuk terus dapat menjalankan perannya di dalam masyarakat tanpa harus dipandang sebelah mata. Dikarenakan anak autis yang memiliki gangguan pada interaksi sosialnya menyebabkan stigma masyarakat tentang anak autism berbeda misalnya dianggap gila karena sering berbicara sendiri, atau memiliki imajinasi dan pemikiran sendiri yang menyebabkan anak autism tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.

Seringkali anak autism tantrum atau meltdown ditempat-tempat umum. Terkadang mereka melakukan hal tersebut karena tidak dituruti keinginannya atau takut dengan lingkungan baru. Bagi orang tua atau guru dengan membawa anak autism bermain di luar seperti di tempat umum dapat membantu mereka dalam berinteraksi dan mebangun pengetahuan tentang dunia luar. Namun tidak bisa kita pungkiri sewaktu-waktu anak mengalami tantrum atau meltdown seperti menangis sejadi-jadinya, menyakiti diri dengan memukul kepalanya. Hal tersebut menjadikan pandangan orang sekitar terhadap autism menjadi negatif seperti mengganggu khalayak ramai dan sebagainya.

Pandangan negatif terhadap anak autism dibuktikan dengan stigma-stigma yang melekat di dalam masyarakat. Misalnya menganggap disabilitas tidak mampu atau lemah, bahkan banyak masyarakat yang memiliki pemahaman tradisional seperti menganggap anak autism itu merupakan penyakit, kutukan, karma, kaum abnormal,dan perlu untuk dikasihani. Padahal pada kenyataannya mereka tidak perlu untuk dikasihani atas dasar mereka kekurangan, mereka hanya butuh diterima di dalam lingkungan sosial masyarakat tanpa harus dihakimi.

Stigma-stigma ini muncul karena memang kurangnya edukasi tentang anak autism kepada masyarakat yang  menyebabkan bentuk stigma negatif ini berupa bullying, hinaan, diskriminasi bahkan merendahkan anak-anak autism. Bahkan tanpa disadari beberapa candaan yang sering dilontarkan seperti mengatai-ngatai seseorang dengan sebutan “autism” merupakan bentuk diskriminasi meskipun konsepnya candaan hal tersebut tidak bisa dibenarkan. 

Bentuk bentuk diskriminasi terhadap disabilitas telah diatur pada Pasal 5 ayat 3 UU No.8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus memiliki hak mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual.

Banyak hal-hal sepele yang mungkin tanpa disadari, bahkan dengan sengaja menjadi bentuk bentuk diskriminasi terhadap anak autism. Perlunya edukasi agar tidak terjadinya diskriminasi terhadap teman teman disabilitas. Tidak perlu untuk menunggu diberikan edukasi, tapi sebaiknya mencari informasi sebelum melontarkan kata-kata atau perbuatan yang akan menimbulkan diskriminasi. Lalu agar tidak terjadinya hal yang tidak diinginkan bagaimana cara kita sebagai orang awam saat bertemu atau berinteraksi dengan anak autism??

Baca juga: Tadarus Puisi: Kehangatan Mesem Kala Mendaras Ayat-ayat Puisi

Berinteraksi dengan anak autisme memang membutuhkan kesabaran yang ekstra, karena anak autism cenderung tidak menyukai kehadiran orang baru, sulit berinteraksi dan memulai percakapan dengan orang sekitarnya, bahkan mereka tidak memperhatikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memang selain membutuhkan kesabaran ekstra juga perlu cara atau trik dalam mendekati anak autism. Berikut cara mendekati anak autism menurut psikolog Titik Adianingsih:

1.       Menirukan apa yang dilakukan anak autism

Waktu anak autism bermain menumpuk balok-balok mainan, kitab bisa menirukan apa yang sedang dilakukan anak autism dengan ikut juga menumpuk mainan balok juga. Cara ini membantu kita untuk berkomunikasi dan mudah diterima dengan mengikuti apa yang disukai anak autism.

2.       Mengajak berkomunikasi saat melakukan kontak mata

Agar dapat atensi atau perhatian pada anak saat akan melakukan komunikasi, dianjurkan untuk duduk di depan anak. Hal tersebut dilakukan agar anak mengalihkan perhatiannya ke depan atau sekitarnya. Saat sudah merasa anak melakukan kontak mata baru sebut nama anak tersebut dan berikan pertanyaan yang sifatnya sederhana.

3.       Memberikan petunjuk visual

Saat mencoba berbicara dengan anak autism gunakan benda-benda visual. Karena anak autism memiliki kekurangan dalam berbahasa, namun mereka memiliki kelebihan dalam bidang visualisasi. Mereka anak lebih cepat mencerna sesuatu ketika hal itu tampak oleh mata mereka misal dengan menunjukkan piring sebagai bentuk makan.

Sebenarnya bagaimana sikap yang seharusnya dilakukan adalah dengan menerima mereka di antara masyarakat sekitar. Karena anak autism membutuhkan mereka diterima di dalam lingkup lingkungannya agar mereka mampu menjalankan peran sosialnya. Tidak hanya penerimaan memberikan support terhadap mereka anak autism atau bahkan pihak keluarga yang sanak atau saudara nya terdapat anak autism merupakan sikap dasar kita untuk menghargai anak autism. Tidak perlu hal besar untuk dapat merubah suatu hal, tapi cukup dengan hal kecil yang mampu merubah hal besar. 

Selamat hari Autism sedunia.

Penulis: Syafa’atul Huda

Editor: Saskia Nashwa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA