Alunan musik mengudara bersapaan dengan udara dingin dan hujan serta keramah-tamahan orang-orang yang telah berada disana terlebih dahulu. Seorang perempuan berkaos putih dan berkacamata menyambut dengan hangat, Siti Nurvianti selaku pemilik Kafe Mesem yang merupakan pencetus adanya kegiatan Tadarus Puisi di Tumpang ini.
Bertepatan dengan Hari Puisi Internasional pada 21 Maret 2024, Kafe Mesem merayakan momen indah tersebut dalam agenda Tadarus Puisinya. Sesuai namanya “tadarus” adalah kegiatan membaca yang selalu dilakukan selama bulan Ramadhan, dilakukan sejak 2019. Tadarus puisi sendiri berarti kegiatan membaca puisi di bulan Ramadhan.

Foto: Shofi NJ/Siar
Puisi sendiri adalah salah satu pintu gerbang untuk menghidupkan literasi, karena puisi bukan hanya tentang kata, kalimat, ataupun diksi, melainkan pintu gerbang untuk bisa menghidupkan gerakan literasi di pelosok.
Fachrul Alamsyah atau kerap disapa Gus Irul mengungkapkan kemungkinan bagi sebagian orang membuat puisi adalah hal yang mudah namun bagi orang-orang yang tidak mendapatkan jenjang pendidikan justru sebaliknya, namun apapun itu bisa menjadi puisi.
“Apa pun bisa jadi puisi, terlihat ada sandal, ayam jadi puisi, kopi jadi puisi, korek jadi puisi. Betapa sejatinya puisi itu sakti, membuat seseorang melihat cintanya, melihat sudut pandang kedepan melihat sesuatu,” tutur Gus Irul.
Selain itu, Gus Irul juga mengungkapkan bahwa tidak ada puisi yang jelek. Semua puisi adalah bagus, karena itu adalah tentang kata hati mereka.
Seperti yang diungkapkan pula oleh Siti bahwa puisi adalah sesuatu yang sangat dalam. Puisi itu satu satunya media atau karya yang bisa bahasanya dalam.
“Bahasa puisilah yang membuat kita seperti dekat dengan yang maha, bisa itu dengan yang maha hidup seperti yang kita sebut tuhan ataupun alam semesta. Hanya bahasa puisi yang bisa mencapai itu berbeda dengan cerpen maupun novel,” ungkap Siti.
Baca juga: Han Farhani: Proses Mencari Diri Lewat Puisi
Awal Mula Kafe Mesem dan Kegiatan didalamnya
Mulanya, Siti terinspirasi dengan kegiatan 4 yang digalakkannya saat ini adalah dikarenakan Siti Nurvianti dulunya merupakan mahasiswa Sastra Inggris yang sering aktif dalam komunitas literasi. Dari situlah Siti mengungkapkan bahwa ia merasa terkoneksi dan memiliki frekuensi yang sama terhadap literasi. Hingga menumbuhkan kecintaan terhadap literasi dan ingin membuat lingkungannya di Tumpang pula mencintai literasi.
Di tengah perbincangan yang saling bersahutan dengan suara indah dari alunan musik dan rangkaian puisi diluar, Siti menjelaskan bahwa alasannya mendirikan kafe ini beserta kegiatan-kegiatan didalamnya adalah untuk menumbuhkan minat orang-orang agar mencintai literasi.
“Kalo di Malang Kota sendiri pasti sudah banyak, kan. Komunitasnya banyak ruang-ruang buat apresiasi temen-temen, kalo di Tumpang kan di daerah Kabupaten, untuk itu untuk menumbuhkan cinta pada literasi puisi, menjadi salah satu tantangan,” ungkap Siti.
Siti menuturkan bahwa sejak didirikannya kafe ini pada tahun 2017, ia memang sangat menginginkan orang-orang di Tumpang untuk mencintai literasi. Dikarenakan menurut penuturan Siti, pemuda di Tumpang lebih tertarik terhadap musik dibandingkan literasi, terutama puisi.
“Bagi mereka puisi itu masih sesuatu yang baru dan tidak dekat. Kalo puisi yang melakukan kita bisa hitung dengan jari,” tutur Siti.
Maka ketika Siti mendapatkan fasilitas dengan mendirikan Kafe Mesem ini, ia ingin menghidupkan literasi di Tumpang dengan kegiatan-kegiatan yang nantinya akan diadakan di kafenya tersebut.
“Memang untuk menghidupkan literasi sehingga bikin acara karena ini konsepnya panggung literasi,” ungkap Siti.

Foto: Shofi NJ/Siar
Rangkaian Kehangatan di Mesem
Bersama suaminya, Siti mendirikan Kafe Mesem yang di dalamnya menghadirkan dan sebagai tempat untuk kegiatan-kegiatan literasi. Salah satunya seperti tadarus puisi yang sudah dilaksanakan 5 tahun selama bulan puasa. Meskipun sempat terkendala covid-19, kegiatan puisi di luar Ramadhan yang diberi nama Puisine Mesem biasanya pun dilaksanakan setiap sebulan sekali.
Tadarus Puisi sendiri dilaksanakan setiap seminggu sekali pada Kamis malam yang telah menjadi ajang bagi orang-orang untuk berpuisi, baik puisi karyanya ataupun karya penyair-penyair lainnya. Serta dihadiri kebanyakan oleh orang-orang Malang Timur, seperti daerah Wajak, Tajinan, Jabung dan sekitarnya. Tak menutup kemungkinan pula orang-orang dari daerah lain merapat kesana.
Siti Nurvian menjelaskan bahwa tidak ada hari sakral dalam pengambilan hari dimana Tadarus Puisi dilakukan. Kegiatan itu meskipun diadakan pada Kamis malam, bukan semata-mata karena ada arti tertentu ataupun hari sakralnya. Namun, melihat dari situasi ramadan di kala itu sendiri, karena di tahun sebelumnya dilakukan tidak di hari Kamis malam, namun dilakukan di hari Rabu malam.
Di Kafe Mesem ini selain sebagai ajang untuk menumbuhkan kecintaan terhadap literasi, juga sebagai ajang untuk mengapresiasi karya-karya. Seperti pada momentum malam Hari Puisi Sedunia kali ini, berbagai puisi dilantunkan dengan sangat dalam dan menyentuh.
Dimulai dari kisah seorang gadis dengan ayahnya yang menimbulkan luka, rangkaian kalimat cinta pemuda teruntuk pujaan hatinya, hingga kisah menyayat hati tentang kisah pilu Gaza. Diiringi lantunan musik, petikan gitar, dan kehangatan dari perasaan-perasaan yang tersalurkan melalui puisi.
Tadarus Puisi yang diadakan kafe ini memberikan ruang kepada orang-orang untuk mengekspresikan dirinya melalui rangkaian kata-kata indah dan menyihir dengan berbagai gaya dan emosi. Marah, sedih, kebingungan, kehilangan, ataupun perasaan cinta.
Selain itu, siapapun bebas berpuisi disini. Berpuisi satu bait, ataupun berpuisi dua, tiga, bahkan lima bait didalamnya.
“Karena disini adalah tempatnya semua untuk menampilkan apa yang ingin ditampilkan,” ungkap Siti.
Seperti yang sudah diungkapkan oleh Siti bahwa ia ingin menjadikan kafe ini sebagai panggung apresiasi karya orang-orang. Mengapresiasi dengan indah dan menyentuh. Sehingga dinginnya malam tidak akan terasa. Kesepian yang merasuk jiwa akan terisi rangkaian-rangkaian kata dan alunan melodi yang memeluk jiwa. Meskipun acaranya selesai pada dini hari, namun dingin tidak akan mengusik.
Tadarus Puisi disambut hangat pula oleh para penampil. Dilihat dari salah satu penampil bernama Upi yang antusias berpuisi pada Tadarus Puisi itu. Ia menuturkan pula bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan yang bagus karena bisa dijadikan ajang untuk bersilaturahmi.
“Bagus sih, Mbak. Pertama buat ajang silaturahmi mulai dari yang udah lama nggak ketemu ataupun yang baru ketemu,” ungkapnya.
Selain menjadi ajang silaturahmi, Upi juga mengungkapkan bahwa kegiatan ini adalah sebagai tempat menggali potensi, potensi-potensi yang awalnya tidak diketahui, dan melawan melalui suara.
“Terus potensi-potensi yang nggak pernah kita tahu itu jadi tahu. Terus bagian dari melawan ya melalui suara suara itu tadi yang biasanya gak terbiasa mengobrol dengan orang banyak ataupun memberikan apapun di depan orang banyak akhirnya belajar juga, dan kita juga belajar mendengarkan,” tutur Upi.
Upi pula menuturkan bahwa alasan ia tertarik dengan puisi adalah karena rangkaian kalimatnya, dimana maksud didalamnya mungkin saja relate dengan kehidupan, baik kehidupan sendiri ataupun sekitarnya.
“Meskipun seberapapun kita menyuarakan tidak terdengar oleh orang yang kita tuju, namun paling tidak kemarahan dalam diri, pada bentuk yang lain itu pada akhirnya juga bisa keluar dan bisa diamini dan disepakati oleh orang-orang yang merasa memiliki hal yang sama,” ungkap Upi.
Namun dari semua hal-hal mengenai puisi itu banyak harap yang terus terpanjatkan, untuk membuat orang-orang mencintai literasi terutama puisi.
Seperti halnya yang disampaikan oleh Gus Irul bahwa puisi ini adalah salah satu pintu gerbang untuk menghidupkan literasi, karena meskipun belum memahaminya, minimal mereka pasti akan membaca.
“Yang kemudian harapannya nanti, puisi ini tidak hanya dinikmati oleh teman-temen pemuda atau orang orang besar,” ungkap Gus Irul
Siti, selaku pencetus kegiatan Tadarus Puisi turut menuturkan harapnya. Harapnya tak lain tak bukan kembali pada masyarakat sekitar itu sendiri.
“Harapanku semoga teman-teman terutama di tumpang semakin tergugah untuk ikut melek literasi sehingga kalau ada agenda malam puisi bisa saling meraba,” tandas Siti.
Baca juga: Timbul Tenggelam bersama Balonku Ada Lima
Penulis: Tian Martiani
Editor: Shofi NJ