“Bongkar! Bongkar! Bongkar PT. PRIA! Bongkar PT. PRIA sekarang juga!” slogan dan lagu penolakan itu dinyanyikan berulang-ulang oleh barisan massa aksi Pendowo Bangkit (Penduduk Lakardowo – Bangkit) pada hari Kamis, 30 Januari. Sejak pukul 08.00 WIB puluhan warga Lakardowo telah berkumpul di depan Pengadilan Mojokerto dalam rangka mengawal aksi sidang perdana No. Perkara 4/pdt.G/2020/P MJK. Warga Lakardowo membawa 2 gugatan, pertama memerintahkan PT. Putra Restu Ibu Abadi (PT. PRIA) untuk membongkar timbunan Limbah B3 yang sudah tertimbun di area perusahaan. Kedua, memerintahkan PT. PRIA untuk melakukan pemulihan fungsi lingkungan di Desa Lakardowo.
Saat berlangsungnya aksi, sempat terjadi cekcok antara warga Lakardowo dengan pihak pro PT. PRIA ketika mereka hadir sambil meneriakkan“Hidup PT. PRIA, Hidup PT. PRIA.” Massa aksi yang terbagi menjadi dua kelompok tersebut nyaris bentrok karena pihak pro PT PRIA berasumsi bahwa Pendowo Bangkit disusupi oleh pihak luar Desa Lakardowo. Sutamah, salah satu warga Desa Lakardowo mengungkapkan bahwa tidak ada penyusup, aksi tersebut murni karena keresahan warga. “Kita ke sini bukan mencari musuh. Kita mencari keadilan,” ucap Sutamah melalui pengeras suara untuk menenangkan massa aksi.
DampakLimbah B3 Yang Terjadi di Lakardowo
Berdirinya PT. PRIA memberikan beberapa dampak bagi warga Desa Lakardowo. Nurasim, selaku Ketua Pendowo Bangkit mengkaji dampak terhadap desanya. Menurut Nurasim, dampak akibat pembuangan limbah B3, yaitu air di desa sudah tercemar limbah sejak tahun 2017/2018 sehingga anak-anak desa mengalami penyakit kulit. Dampak lainnya yakni pada sektor pertanian yang mana petani di sekitar perusahaan selama kurun waktu 2015-2018 selalu gagal memanen jagung dan Lombok. “Dampak pertanian sementara masih didekat perusahaan saja yang jauh masih belum, tapi seiring berjalannya waktu pasti terkena juga,” ujar Sutamah menambahkan keterangan Nurasim.
Kajian yang telah dilakukan oleh Nurasim belum diakui oleh lembaga-lembaga yang berpihak, ia juga menganggap bahwa keadilan belum berpihak kepada masyarkat. “PT. PRIA merasa tidak bersalah, mereka mengatakan bahwa masyarakat setempatlah yang kurang menjaga kebersihan. Masalah penyakit kulit itu karena kotoran sapi,” ujar Nurasim. Ia juga mengatakan bahwa warga setempat sudah bisa membedakan perbedaan antara sebelum dan sesudah perusahaan ini muncul. Penyakit kulit yang diderita warga akan bisa disembuhkan apabila akibat kotoran sapi. Bagi warga setempat penyakit kulit itu sudah jelas akibat dari limbah B3 “Penyakit kulit yang terjadi pada anak-anak hanya sembuh sementara dan muncul lagi,” jelasnya.
Keadilan Lingkungan Terhadap Desa Lakardowo
Harapan dan impianwarga Lakardowo adalahuntuk mendapatkan keadilan. Sidang yang dikawal warga dimenangkan oleh PT PRIA, Nurasim mengatakan bahwa saat sidang berlangsung warga Lakardowo tidak memiliki data yang kuat mengenai penyakit kulit, sedangkan PT PRIA mempunyai data yang menyatakan bahwa penyakit kulit tersebut berasal dari kotoran sapi. “Namun bagi kami warga Lakardowo akan terus protes, sejauh ini belum ada lembaga yang berpihak bagi kami untuk mendapatkan keadilan lingkungan,” ungkap
Warga Lakardowo sudah sejak lama menuntut keadilan, Gerakan Perempuan Lakardowo yang muncul sejak tahun 2016 adalah salah satunya. Di tahun 2018, Gerakan Perempuan Lakardowo pernah melakukan aksi di Kantor Gubernur Jawa Timur untuk mendapat hasil audit yang belum disampaikan pada warga Lakardowo. “akan tetapi sampai saat ini kami belum mendapat keadilan lingkungan seutuhnya,” ujar Sutamah.
Jauh sebelum itu, tepatnya di tahun 2013, warga juga sudah pernah melakukan protes pada PT PRIA. Protes kepada Kepala Desa, Kantor Bupati, DPRD, DPR-RI, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, bahkan sampai presiden juga sudah dilakukan, namun tidak kunjung didengarkan. Namun Sutamah, Nursaim dan warga lainnya akan terus melakukan protes sampai mendapatkan keadilan. “Kami warga desa lakardowo akan mencari data-data yang kuat untuk protes lebih lanjut pada sidang berikutnya,” Ujar Nurasaim