Cerita Panitia Volunteer Feskala: Dari Sukarelawan Sampai Jadi Donatur Acara

Sebuah kafe di gang sempit di kawasan Merjosari, Kota Malang tak terlalu menunjukkan aktivitasnya malam itu. Gerimis yang

Gambar: Jalal/LPM Siar

Sebuah kafe di gang sempit di kawasan Merjosari, Kota Malang tak terlalu menunjukkan aktivitasnya malam itu. Gerimis yang perlahan turun mungkin menahan orang-orang untuk keluar dari kemapanannya. Seorang perempuan berbaju hitam turun dari kendaraan. Tanganku melambai padanya. Seakan melempar isyarat bahwa,  “Aku di sini”. Ia mendekat dan tangan kami pun berjabat. Sebelumnya, kami melalui pesan singkat WhatsApp sepakat untuk bertemu di kafe ini. Lepas Ia memperkenalkan dirinya, kami mulai berbincang terkait persoalan yang sedang panas di media sosial maupun tongkrongan se-UM. 

Baca Juga : Rebut Kembali Pakel

Desas-desus di balik konser bertajuk Feskala (Festival Cakrawala) kembali berhembus sejak 28 Januari 2023. Acara tersebut sebenarnya telah dilaksanakan 13-14 November 2022 lalu, di Graha Cakrawala. Acara yang digawangi oleh Bidang Pembangunan Sumber Daya Manusia Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Negeri Malang (PSDM BEM UM) itu berhasil menghadirkan 5 bintang tamu salah satunya band ibukota, HIVI!. Tentu apresiasi masih patut diungkapkan atas berlangsungnya acara tersebut. Akan tetapi, ibarat sebuah pepatah tak ada gading yang tak retak, Feskala pun meninggalkan keretakan yang begitu sensasional di baliknya. 

Begitulah keresahan seorang panitia volunteer Feskala yang saya temui di Minggu malam (5/2) itu. P (22) seorang mahasiswi semester 6 Universitas Negeri Malang (UM), Ia mengaku Feskala adalah event di mana ia pertama kalinya menjadi panitia sukarelawan. 

Sialnya, alih-alih menjadi sebuah kebanggaan tersendiri, pengalaman pertamanya justru berbalik menjadi trauma pada sebuah kepanitiaan. Bagaimana tidak? P yang sebelumnya tak pernah tertarik pada kegiatan organisasi kampus, begitu saja berminat mendaftar sebagai panitia volunteer Feskala karena kesibukannya yang terbilang jangka pendek. 

Baca Juga : Majalah Siar Edisi XXV Tahun 40/2022

“Ya aku cuma mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang). Ngga yang kura-kura (kuliah rapat). Dan aku ya ngga tertarik organisasi. Mungkin tertarik (volunteer). Cuma bentar, ‘kan. Capek dikit. Karena volunteer kan kepanitiaan jangka pendek,” ujarnya malam itu. 

P mengetahui informasi perekrutan panitia volunteer dari akun Instagram milik BEM UM pada pertengahan September 2022. Ia sempat mengajak seorang kawannya dari fakultas yang sama. Tetapi karena alasan restu orang tua, kawannya tak lanjut untuk mendaftar panitia volunteer. Meski begitu, P tak turut surut ke belakang. Ia tetap melanjut mendaftar panitia volunteer Feskala.

Persiapan acara tersebut pun dinilai sudah tak efektif sejak awal. Mulai dari pemilihan bintang tamu sampai penjualan tiket yang tak sesuai target. P juga tak mengira acara yang melibatkan 181 panitia dengan rincian 100 panitia relawan dan sisanya merupakan panitia dari BEM UM berujung pada kerugian hingga ratusan juta. Awalnya, setiap panitia diminta membayar iuran sebesar Rp100.000 dengan benefit kaos dan lanyard panitia. Nominal tersebut pun tak menjadi masalah bagi P sebagai kewajiban panitia. 

Namun, penjualan tiket beserta nominal iuran itu ternyata tak mampu menutupi kekurangan pada vendor. Ia bersama para panitia lainnya sempat diminta menjual 20 tiket per panitia pada H-2 acara. P mengaku sudah berusaha menawarkan tiket ke teman-temannya. Meski berani menjual dengan harga miring, usaha tersebut pun sama sekali tak membuahkan hasil. 

Minggu sore (5/2) melalui forum kepanitiaan, mereka memutuskan untuk menambah iuran dengan iuran wajib yang harus dilunasi oleh semua partisipan dengan rincian sebagai berikut: Panitia Volunteer Rp750.000 /orang, Anggota BEM Rp1.250.000 /orang, Panitia Inti 1.500.000/orang, Ketua Pelaksana Rp15.000.000, Menteri PSDM BEM Rp6.000.000, serta Ketua BEM Rp6.000.000. Jika iuran tersebut ditotal dengan menghitung jumlah partisipan yang ada, nominal yang harus terkumpul mencapai Rp205.750.000. Diketahui pula pembagian nominal iuran tersebut sebenarnya telah menurun dari permintaan wajib iuran semula. Misalnya saja iuran wajib yang harus dibayar panitia volunteer sebelumnya mencapai Rp1.250.000 /orang menjadi Rp750.000 /orang.

Ia mengusap wajahnya. Mencoba menyisihkan kebingungan yang tampak menyelimuti. Dana sebesar Rp750.000 bukan nominal sedikit baginya. Terlebih ia harus mengikuti program wajib Asistensi Mengajar (AM) semester ini. Jatah bulanannya pun hanya cukup untuk keperluan sehari-hari. Hal yang tidak mungkin baginya jika harus meminta pada orang tua atau pun menggunakan alternatif pinjaman online

“Ya sekarang aku (ikut) AM, ya. Mau ngga mau harus ngeluarin biaya lebih buat sehari-hari,” keluhnya sambil menyedot matcha dingin yang ia pesan. 

Sebelumnya Ia tak pernah membayangkan nominal sebesar itu harus ditanggung panitia. Pembayaran pun harus dilakukan minimal 50% dari jumlah tanggungan masing-masing sampai 9 Februari 2023. 50% sisanya pun dibebankan pada Uang Kuliah Tunggal (UKT) panitia terkait. Konsekuensi jika tak membayar 50% sampai tanggal yang ditentukan (9/2/2023) pun cukup mengerikan. 

Tak sendirian, P menceritakan beberapa temannya sesama volunteer juga merasa keberatan dengan nominal tersebut. Mereka sama-sama tak sampai berpikir bagaimana mendapat uang sebanyak itu dalam kurun waktu yang singkat. Sementara tak ada kesepakatan tertulis seperti itu di awal perekrutan panitia volunteer

“Ya meskipun iurannya udah beda. Lek menurutku, itu tetep engga gitu, loh,” terangnya tegas. 

Sejak awal P menunjukkan akar dari permasalahan ini bermula dari kekehnya Ketua Pelaksana acara dalam memilih bintang tamu. Sempat terjadi perdebatan ketika ada usulan penggantian bintang tamu. Sebab penjualan tiket yang tak sesuai target diharapkan bisa teratasi dengan penggantian tersebut. Tetapi Ketua Pelaksana tak menggubris dengan jaminan akan bertanggung-jawab penuh. Sampai saat ini justru tak kunjung ada penjelasan tentang keberadaan dan tanggung jawab Ketua Pelaksana. Hal tersebut pun kemudian berimbas pada dimintanya iuran yang baginya sangat memberatkan.

“Dan sampe sekarang ya nggak tau ketupel di mana. Ya kalo bisa volunteer tidak sampai membayar (iuran). Bagaimanapun ketua panitia yang seharusnya bertanggung jawab.” pungkasnya mengakhiri cerita malam itu. 


Penyunting : Farid Wahyu

4 Responses

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA