8 September 2024 7:26 AM
Search

Sanggar Gembira: Kegiatan Menarik di Bekas Kandang Sapi

Di bawah terik suasana Kota Malang, berdiri tegak sebuah sanggar sederhana dan penuh lukisan seni yang menghipnotis mata.

Dokumentasi/LPM Siar

Di bawah terik suasana Kota Malang, berdiri tegak sebuah sanggar sederhana dan penuh lukisan seni yang menghipnotis mata. Siapa sangka sanggar bernama Sanggar Gembira ini dulunya adalah bekas kandang sapi yang disulap menjadi tempat belajar anak-anak kampung.

Di tengah pemukiman padat penduduk di daerah Kedungkandang, tepatnya di Jalan Ki Ageng Gribig, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Gelak tawa anak-anak berusia di atas lima tahun yang terdengar berubah menjadi tatapan heran tatkala kami menginjakkan kaki di Sanggar ini.

Potret kegiatan anak-anak pada saat mewarnai di ruang bersama bernama Sanggar Gembira.

Sembari mengayunkan krayon baru di atas selembar kertas putih bergambar banteng, bocah-bocah manis itu diajak sejenak untuk berperan dan mendengarkan cerita “Sang Gagak”. Setelah dongeng singkat, satu persatu kertas bergambar banteng itu terkumpul. Bait-bait puisi saling saut menyertainya.

Matahari yang terik terganti dengan senja menjadi penanda selesainya kegiatan di Sanggar Gemberia hari ini. Hari yang begitu melelahkan sekaligus menyenangkan bagi Roby, pemuda dari Gusar Daun. Gusar Daun adalah kumpulan pemuda-pemudi yang berkegiatan di Sanggar Gembira.

Dari Kandang Sapi jadi Tempat Gembira

Sanggar Gembira mulai berdiri pada satu tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda, tepatnya di tahun 2018. Awalnya pembelajaran dilakukan di teras-teras rumah tetangga, namun lama kelamaan dirasa melelahkan karena berpindah-pindah. Kini berdiri sederhana di atas bekas tanah yang dulunya tempat kandang sapi milik orang tua Dapeng atau Pak Peng sapaan akrabnya. 

Pak Peng selaku pendiri Sanggar Gembira, memang memiliki ketekunan dalam bidang seni. Ia menerapkan seninya tidak hanya dengan lukisan tapi juga dengan seni yang dekat dengan masyarakat. 

“Aku tertarik dengan seni yang dekat dengan masyarakat, saya sendiri bekerja sebagai seniman, tidak harus di galeri museum makanya seperti mengaplikasikan seni itu langsung ke masyarakatnya,” ungkap Pak Peng.

Sanggar Gembira adalah ruang berkegiatan bersama, tempat belajar, berkumpul, dan bergembira.

Bangunan tua dengan tembok berbahan kayu bekas tampak sederhana nan kokoh berdiri tegak. Bukan waktu yang singkat dalam membangun tempat ini menjadi sanggar belajar seperti sekarang. Pemilik membangun sanggar dengan dicicil juga dibantu oleh keluarga dan warga sekitar. Meskipun sempat tutup beberapa kali akibat pandemi Covid-19, sanggar ini tetap semangat untuk mendedikasikan diri kepada anak-anak kampung.

Sanggar sederhana yang didirikan Pak Peng ini merupakan suatu tempat yang bisa dijadikan ruang untuk berkegiatan bersama. Semua orang bisa berkegiatan atau bermain di Sanggar Gembira, selama kegiatan yang diadakan positif dan berdampak baik untuk anak.Tidak ada syarat atau peraturan tertentu untuk berkegiatan di Sanggar Gembira, semua dijalani dengan santai dan apa adanya.

“Disini semua ngalir aja sih mba, mungkin itu keunikan Sanggar ini,” ucap Roby. 

Karakter sanggar yang mengikuti pemiliknya yang santai dan tidak terlalu tersusun menjadikan sanggar ini unik dari sanggar yang lainnya.

Ragam Kegiatan Gembira

Di hari libur sekolah, sanggar ini dipenuhi oleh puluhan anak berusia 6-14 tahun yang begitu antusias mengikuti kegiatan pada hari yang begitu terik. Tak hanya menggambar, mewarnai dan mendongeng, namun Sanggar Gembira juga menawarkan kegiatan-kegiatan yang menarik.

“Kegiatan yang sempat diabadikan seperti cukil, hidroponik, Parawel party, kelas bahasa Inggris, kelas bahasa Korea, baru-baru ini mewarnai dan menggambar,” ungkap Roby. 

Poster berisikan abjadKorea yang merupakan output dari kelas bahasa Korea.

Dapat dilihat dari kertas yang tertempel di dinding sanggar yang bertuliskan abjad Korea, begitupun dengan anak-anak yang antusias mengucapkan kata kamsahamnida (terima kasih dalam bahasa Korea) adalah output dari pembelajaran kelas bahasa Korea.

Kegiatan seperti kelas bahasa Korea dan bahasa Inggris di Sanggar Gembira bisa dibilang tidak terencana. Tidak ada mentor khusus yang didatangkan oleh pihak sanggar, namun pihak sanggar sangat terbuka dengan kegiatan-kegiatan dan komunitas dari luar yang ingin berkegiatan. 

Salutnya selama mereka mewarnai, anak anak sangat fokus terhadap gambaran masing-masing, tidak ada yang memegang Handphone. Sampai kegiatan selesai pun mereka sangat bersemangat, juga mengajak kami berbincang dan bercerita mengenai harinya selama di sanggar. 

Baca juga: Sanggar Alang-Alang: Dari Romantisme Hingga Sufistik

Besar harapan pemilik sanggar agar semangat kolektif tercipta sehingga membawa dampak yang tidak hanya untuk anak-anak tapi juga lingkungan sekitarnya. Tak bisa dipungkiri dengan adanya sanggar  menjadikan anak-anak tidak kecanduan bermain gadget dan membiasakan interaksi sosial tetap terjalin.

“Harapannya semangat sanggar merupakan semangat kolektif, jadi berpikir ada temen-temen pasti mereka punya ide gagasan dan pemikiran sendiri-sendiri. Jaringan itu pasti membawa dampak yang baik dan kemungkinan lain,” tandas Pak Peng.

Roby salah satu pemuda Gusar Daun berharap Sanggar memiliki kegiatan yang lebih tertata dan maksimal. 

“Semoga sanggar ini jadi lebih maksimal kegiatannya dan intens, agar anak-anak dan lingkungan sini bakal jadi lebih tertata lagi dan seru lagi. Semoga sanggar ini panjang umur juga serta lebih banyak kegiatan kegiatan kaya gini”, tandas Roby. 

Penulis: Syafaatul Huda

Editor: Shofi NJ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

CAPTCHA